Latest Post


 

Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan

 

BERAWAL dari Operasi Delima untuk mempersekusi bahkan mengeksekusi Habib Rizieq Shihab dengan pola pembuntutan dan pencelakaan. Misi rahasia operasi mungkin dengan target pembunuhan dengan modus teror. Yang jelas rombongan HRS dikejar mobil-mobil polisi dan aparat intelejen sejak Sentul hingga gerbang Tol Jakarta Cikampek KM 48. Para pengejar bersenjata api.

 

Lolosnya HRS menyebabkan kejaran diarahkan pada Laskar FPI Pengawal HRS. Berujung tewasnya 6 Pengawal tersebut setelah diculik aparat di KM 50. Dugaan kuat keenamnya dianiaya secara sadis di suatu tempat. Lokasi dan peristiwanya patut untuk diselidiki. Operasi  pencelakaan HRS melibatkan Polda Metro, Kodam V Jaya, Satgassus Sambo, serta BIN. Artinya ini adalah pembunuhan politik yang sangat tersistematis.

 

Menkopolhukam bungkam, Menhan diam Komnas HAM gamang, dan Presiden hanya bisa bergumam. Ini kejahatan kemanusiaan sekaligus pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh negara atas masyarakat. Bukan kriminal biasa tetapi operasi sengaja yang dilakukan oleh negara. Presiden tidak bersuara membela korban kekejian aparat. Hal ini bukan hanya salah tapi patut diduga menjadi aktor utama.

 

Peradilan 2 anggota kepolisian Fikri Ramadhan dan Yusmin Ohorella hanya sandiwara, awalnya fitnah kepada keenam Syuhada. Fikri dan Ohorella hanya pion operasi kejahatan yang terpaksa "diadili" lalu "dibebaskan". Missi Satgassus Sambo termasuk operasi  penyelamatan aparat. Kecurigaan publik dijawab oleh Kapolri Listyo Sigit di depan DPR bahwa kasus KM 50 akan dibuka kembali jika ada bukti baru atau novum.

 

Kini saat novum bertumpuk, Listyo ingkar janji. KM 50 tetap menguap. Jokowi atasan Kapolri saat itu juga mingkem. Kejahatan menjadi berlipat dan meningkat. Prabowo ikut diam, tidak sepatah katapun keluar. Pidato hebat berapi-api melempem seperti kerupuk saat terkait kasus besar pelanggaran HAM berat KM 50. Hutang kepada umat Islam belum dibayar apalagi dilunasi.

 

Jokowi sang penjahat masih berkeliaran dengan wajah tanpa dosa. Terus bergerilya untuk menjadi pengendali kekuasaan dengan boneka lucu Prabowo. Boneka itu bernyanyi  "terimakasih Jokowi" dan teriak berulang "hidup Jokowi". Meski berwajah tanpa dosa tetapi ia pasti gelisah berat. Penjahat selalu hidup ketakutan. Suara "hidup Jokowi" berbalas "adili Jokowi" dan suara itu satu berbanding 100 juta.

 

KM 50 menjadi bagian kejahatan berat Jokowi. Saat ini Kapolri atau Jagung atau mungkin  Presiden masih mampu melindungi, tapi esok semua pelindung akan lari tunggang langgang. Meninggalkan adalah konsekuensi logis dari politik yang berfluktuasi. Jokowi harus bersiap-siap untuk menjadi pesakitan. Penjara, mati, atau gantung diri.

 

"Gusti Allah, mboten sare" semua kejahatan itu berbalas. Sembunyi hanya untuk satu waktu, tidak bisa selamanya. Kekuasaan Allah tidak bisa dilawan. Jikapun sembunyi di antartika, gurun pasir atau gorong-gorong tetap akan terbongkar juga.

 

Hidup Jokowi adalah kehidupan gelisah dan penuh ketakutan. Dukun hanya obat penenang semu. KM 50 : Jokowi mau lari berapa KM ? Nafas kekuasaan pasti berakhir. Kemarin jaya perkasa besok nista dan duka nestapa. (*)


Rocky Gerung/Ist 

 

JAKARTA — Akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung menyoroti keputusan Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) terkait pembatalan disertasi dan gelar akademik Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Menurutnya, keputusan tersebut menunjukkan ketidakjujuran dalam proses akademik di UI.

 

Rocky menilai keputusan memberi kesempatan Bahlil untuk menulis ulang disertasinya terindikasi adanya negosiasi di balik layar. Ia mempertanyakan apakah keputusan itu diambil karena posisi Bahlil atau karena adanya konflik kepentingan yang tidak bisa diungkapkan secara terbuka.

 

"Kia melihat semacam ketidakjujuran dewan guru besar karena suatu yang dibatalkan artinya  dianggap tidak layak, tetapi masih diberikan kesempatan berikutnya tuh. Itu menunjukkan ada semacam negosiasi diam-diam," kata Rocky lewat kanal YouTube miliknya, Jumat 28 Februari 2025.

 

Rocky juga mengkritik bagaimana kasus ini mencerminkan masalah yang lebih besar dalam dunia akademik Indonesia. Menurutnya, Bahlil mendapat sorotan karena statusnya sebagai pejabat publik, tetapi bisa jadi ada banyak kasus serupa yang tidak terungkap karena pelakunya tidak memiliki eksposur media.

 

Ia menegaskan bahwa UI seharusnya lebih ketat dalam menilai kelayakan disertasi demi menjaga reputasi akademiknya.

 

“Jadi soal ini menimbulkan semacam sinisme UI sudah main-main dengan gelar akademis," sentil Rocky yang pernah mengajar di universitas berjuluk kampus kuning tersebut sebagai Dosen Ilmu Filsafat.


Keputusan Dewan Guru Besar UI, menurut Rocky, sudah berada di jalur yang benar, tetapi belum sepenuhnya tuntas. Ia menilai bahwa UI masih terbebani oleh berbagai kepentingan di atasnya.

 

"Secara etis disertasi itu koruptif karena ada conflict of interest, tentu disogok mungkin atau diberi janji, itu yang mesti diterangkan oleh dewan guru besar," pungkasnya. (rmol)


Pengamat politik, Faizal Assegaf 

 

JAKARTA — Pengamat politik Faizal Assegaf menilai jaringan oligarki sudah mulai melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Prabowo Subianto. Sementara itu, di dalam lingkaran kekuasaan sendiri, ia menyebut ada kelompok yang masih terafiliasi dengan Presiden Jokowi dan berupaya melemahkan kepemimpinan Prabowo.

 

"Sejak awal sudah kita ingatkan, jangan beri ruang bagi kawanan Brutus rezim gorong-gorong menyusup ke kabinet. Tapi, pesan keras publik seolah dicuekin," ujar Faizal di X @faizalassegaf (28/2/2025). 

 

Ia mendesak Presiden Prabowo untuk segera melakukan perombakan kabinet dan menentukan sikap politik yang lebih berpihak kepada rakyat, bukan kepada Jokowi dan oligarki.

 

Dikatakan Faizal, langkah ini penting agar upaya pemberantasan korupsi, mafia migas, dan mafia tambang bisa mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat.

 

Faizal juga mengingatkan bahwa jika Prabowo lambat mengambil sikap tegas, pemerintahan yang baru bisa saja justru tersandera oleh kepentingan oligarki dan terjebak dalam skenario politik kelompok Jokowi.

 

"Jika sikap tegas tersebut lambat diambil, kemungkinan terjadi lempar handuk kepada oligarki dan akhirnya pemerintahan Prabowo tidak akan bisa melakukan terobosan besar," kuncinya. (fajar)




Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan

 

MAHASISWA bergerak merupakan fenomena politik bagus sebagai penggugah bagi elemen rakyat lain untuk menyuarakan hal yang sama. Suara mahasiswa adalah gaung dari aspirasi rakyat yang terpendam. Mahasiswa merupakan agen perubahan sosial. Terbiasa untuk bangkit di saat kritis.

 

Bagi pemerintah gerakan bertema Indonesia gelap menjadi warning bahwa pemerintahan Prabowo dikritisi dan tidak boleh merasa nyaman dengan politik asoy geboy. Nikmat bersama Gibran seolah-olah dipercaya penuh oleh rakyat. Tidak peduli dengan semangat perubahan yang lama diinginkan rakyat.

 

Mahasiswa berteriak karena pemerintahan Prabowo itu beku dan tidak memberi harapan. Kepercaan rakyat yang diklaim ternyata semu bahkan palsu. Kuat keyakinan bahwa Prabowo menjadi Presiden berdasarkan atas kecurangan kerja Jokowi.

 

Latar belakang gerakan mahasiswa adalah kekecewaan atas puja-puji pada Jokowi. Prabowo hanya memanjangkan tangan. Jokowi dinilai rakyat telah gagal memimpin bangsa. Sebagaimana rilis OCCRP Jokowi memang korup, kolusif dan menjalankan politik dinasti. Seluruhnya kriminal. Jokowi juga pelanggar HAM berat dalam kasus KM 50 misalnya, lebih membela PKI ketimbang TNI dan rakyat yang ikut menumpasnya.

 

Jokowi pembohong dan pengkhianat. Kebijakan Jokowi dalam kasus Rempang dan PIK 2 dinilai menjual dan membahayakan kedaulatan negara. Sayangnya Prabowo berkhidmat dan sangat mengapresiasi Jokowi. Mahasiswa tentu marah.

 

Indonesia akan terang jika hukum dapat ditegakkan. Artinya Jokowi harus diadili untuk diminta pertanggungjawaban atas kejahatan politik yang dilakukannya baik KKN, pelanggaran HAM, pengkhianatan negara, nepotisme atau berbagai  kebohongan publik.

 

Prabowo tidak boleh melanjutkan  pemerintahan model Jokowi. Jika demikian, dan tanda-tanda itu ada, maka Prabowo akan menjadi bulan-bulanan dari kekecewaan rakyat. Dibenci dan menjadi musuh rakyat.

 

Indonesia menjadi terang untuk dua pilihan pertama, tangkap dan adili Jokowi atau kedua, Prabowo Gibran lengser.

Pilihan sehat tentu Jokowi adili. Tapi jika peluang itu dututup rapat, apa boleh buat Prabowo yang harus tumbang. Terpaksa ditumbangkan.

 

Hal itu menjadi permulaan dari rekonstruksi, restorasi, rekonsiliasi, atau reformasi  negeri kembali. (*).


Menteri Energi dan Sumber Daya Energi (ESDM), Bahlil Lahadalia/tangkapan layar 

  

JAKARTA — Nasib mantan Menteri Pendidikan Sains dan Teknologi, Satryo Soemantri yang dicopot dari Kabinet Merah Putih bisa saja dialami Bahlil Lahadalia.

 

Bahlil yang kini menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Energi (ESDM) tengah berjuang menyelesaikan program doktoralnya yang dibekukan Universitas Indonesia (UI).

 

Pengamat pendidikan dari Unnes, Edi Subkhan tak menampik jika polemik disertasi ini bisa berdampak buruk bagi Bahlil. Sebab, bisa mencoreng citra kabinet pemerintahan Prabowo Subianto.

 

"Kalau Pak Prabowo merasa hal tersebut mencoreng citra kabinetnya dan mengganggu agenda-agenda politik beliau, ya bisa jadi (Bahlil di-reshuffle),” ujar Edi kepada wartawan dikutip Kamis, 27 Februari 2025.

 

Apalagi, Edi mendengar informasi hasil sidang etik Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI) sudah keluar. Bahlil dinyatakan melakukan pelanggaran seperti perlakuan khusus dalam proses akademik hingga adanya konflik kepentingan dalam disertasinya.

 

“Ini menjadi preseden buruk bagi seorang penyelenggara negara sekaligus menjadi contoh buruk bagi para praktisi, politisi,” sambung Edi.

Di sisi lain, hasil sidang etik DGB UI menunjukkan ada perlakuan istimewa yang didapat Ketua Umum Partai Golkar itu.

 

Sebelum sidang etik, Tim Investigasi Pengawasan Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi juga telah menangguhkan gelar doktor Bahlil. Penangguhan itu mengikuti Peraturan Rektor 26/2022. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.