Latest Post

Presiden Prabowo Subianto/Ist 

 

JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menunjukkan perubahan besar dalam gaya komunikasi politiknya. Menurut Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno, jika sebelumnya Prabowo dikenal sebagai sosok yang kaku, agresif, dan temperamental, kini Presiden ke-8 Republik Indonesia itu lebih sering tampil dengan gaya humoris dan humanis di hadapan publik.

 

"Itu yang bisa kita saksikan di berbagai event-event baik di skala internasional ataupun berskala lokal, Prabowo itu tanpa henti bercanda di depan publik," kata Adi lewat kanal YouTube miliknya, Jumat 31 Januari 2025.

 

Adi membaca, transformasi Prabowo ini terjadi sejak Ketua Umum Partai Gerindra itu masuk dalam kabinet Presiden ke-7 RI Joko Widodo sebagai Menteri Pertahanan.

 

Keputusan tersebut membawa perubahan signifikan ke diri Prabowo. Setelah berada dalam pemerintahan, ia mulai beradaptasi dengan gaya komunikasi yang lebih santai dan membumi.

 

Perubahan ini pun menjadi salah satu faktor yang membuat popularitas Prabowo melonjak jelang Pilpres 2024. Sikap humorisnya membuatnya lebih diterima oleh berbagai kalangan, termasuk pemilih muda.

 

Analis politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu menambahkan, meskipun candaan Prabowo terkadang tepi jurang seperti yang sering dilontarkan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, namun itu justru menunjukkan selera humor yang sangat tinggi.

 

"Jadi kalau anda, kita semua, pejabat politik ingin bicara tentang humor politik belajarlah pada Prabowo Subianto dan belajarlah pada Gus Dur," jelas Adi.

 

"Janganlah anda jadi pejabat publik, baru jadi utusan khusus kemudian bercandanya dengan merendahkan kelompok-kelompok lemah dengan pernyataan yang sangat meremehkan," pungkasnya. (rmol)



 

Oleh : Prihandoyo Kuswanto | Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila

 

MENTERI Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengakui ada sejumlah sertifikat hak milik (SHM) atau sertifikat hak guna usaha (SHGU) di atas lahan hutan.

 

Proses Pembodohan 

Entah Ä·ita yang bodoh atau apalah soal tanah ini, laut dan hutan bisa disertifikatkan hak milik dengan berbagai macam alibi. Seakan rakyat ini bodoh.


Emang sekarang zaman batu yang tidak ada teknologi penginderaan, jauh sengaja satelit diabaikan? Dan ĺucuñya tindakan mensertifikatkan laut hutan dianggap bukan kejahatan pidana.

 

Lebih parah lagi di Surabaya  sertifikat laut itu diagunkan ke bank untuk minta kredit. Apakah ini bukan kejahatan?

 

Kata Soekarno, bangsa ini memang tidak bodoh dan miskin tetapi dibodohkan dan dimiskinkan  oleh sistem kapitalis dan liberalis.

 

Menciptakan Tuan Tanah jauh dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Pemerintah itu harus mencontoh Australia yang negara kapitalis, di mana developer itu tidak boleh seenaknya diberi ribuan hektar. Di Australia jika developer  ingin membangun kawasan perumahan, maka pemerintah  bertanya setahun kamu bisa jual rumah berapa banyak. Misalnya bisa memasarkan  200 rumah, maka pemerintah akan mengijinkan penguasaan tanah  untuk 200 rumah. Setelah habis terjual boleh mengajukan lagi.

 

Di Indonesia tidak begitu, BSD diberi 7000 hektar dan 40 tahun kemudian baru bisa membangun 2500 hektar. Jadi pemerintah menciptakan tuan tanah 40 tahun yang lalu harga tanah 2000 rupiah sekarang harga tanah di BSD bisa 50 juta. Jadi anak cucu kita jangan harap bisa memiliki rumah selama pemerintah menciptakan tuan tanah. Begitu juga di Surabaya, Ciputra kuasai 3000 hektar tanah tapi belum terbangun sampai sekarang.

 

Jika di Jepang penguasaan tanah yang tidak dibangun, maka pajaknya akan tinggi. Tetapi jika tanah itu bisa membuka lapangan pekerjaan yang besar, maka pajak tanah akan dimurahkan. Jadi, sesungguhnya pejabat kita ini lebih kapitalis dibanding negara-negara kàpitalis.

 

Padahal dalam sumpah jabatannya "Melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia," serta mensejaterahkan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa.

 

Sejak UUD 1945 diamandemen diganti dengan UUD 2002, negara ini telah diganti menjadi negara Super Liberal dan Super Kapitalistik. Kaum cerdik pandai sudah tahu. Dengan pola banyak banyakan suara kalah menang, negara ini berada di titik nadir. Tetapi anehnya mereka masih berteriak mendukung demokrasi liberal.

 

Residu yang ditinggalkan oleh pemerintahan Jokowi memang sangat akut apalagi menyangkut tanah.

 

Jokowi melanggar konstitusi dan UU Agraria no 5 tahun 1960.dengan memberi konsensi selama195 tahun pada pengembang di IKN .Dari sanalah tanah tanah dengan mudah diberikan pada pengembang dan kebun-kebun  sawit itu juga merampas tanah rakyat.

 

 Yang namanya konsep perkebunan inti plasma itu yang menguasai tanah terbesar bukan inti tetapi plasma rakyatlah. Tetapi konsep ini dibalik inti lebih besar dari plasma penguasaan lahannya. Jadi jangan heran kalau Sinar Mas menguasai lahan seluas Provinsi Jawa Barat.

 

Apakah cerdik pandai dan kampus kampus beserta Guru Guru Besar memahami dampak demokrasi liberal ini terhadap kedaulatan rakyat.

 

Belum lagi kita bicara pertambangan emas, perak, torium, batubara,  galena, timah minyak, gas. Belum hasil laut hasil perkebunan ke mana semua itu? Hasilnya dibawa ke mana kok APBN kita sumber terbesar masih didapat dari pajak, terus ke mana kekayaan ibu pertiwi itu? (*)


Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo/Humas Polri 

 

JAKARTA — Tagar #CopotGantiKapolri menjadi trending di media sosial setelah muncul laporan bahwa ratusan hektare wilayah perairan di Subang, Jawa Barat, diduga memiliki sertifikat tanah.

 

Laporan ini menindaklanjuti polemik yang terjadi di Tangerang dengan munculnya pagar laut sepanjang 30 kilometer. Publik mempertanyakan bagaimana mungkin wilayah laut yang seharusnya menjadi milik negara bisa diklaim oleh pihak tertentu.

 

Dalam unggahan yang beredar luas di platform X (Twitter), akun @Srik4ndiMuslim2 menuliskan, "Lagi! Ratusan hektar wilayah perairan laut Subang dilaporkan telah bersertifikat hak milik. Bagaimana bisa? Laut itu milik negara, milik seluruh rakyat. Polisi, KKP, kejaksaan, dan KPK ngapain aja?"

 

Unggahan tersebut mendapat ribuan interaksi, dengan banyak netizen yang menyoroti dugaan adanya permainan hukum dan praktik mafia tanah dalam kasus ini.

 

Sejumlah warganet bahkan menuntut agar Kapolri dicopot dari jabatannya, karena dianggap tidak mampu menindak dugaan penyimpangan ini.

 

Akun lain, @OjolNyambi, menulis dengan nada keras, "Tak ada jalan lain untuk menyelamatkan NKRI selain revolusi, ayo revolusi! #CopotGantiKapolri #AwasJokowiKudetaPrabowo #JokowiKoruptorOCCRP #JokoWidodoPengkhianat #GantungJokowi #MakzulkanGibranSegera," cetusnya.

 

Isu ini juga menjadi sorotan berbagai kalangan, termasuk aktivis anti korupsi dan pengamat kebijakan publik. Mereka meminta agar aparat penegak hukum segera mengusut kasus ini secara transparan dan memberikan kejelasan kepada masyarakat.

 

Kasus ini menjadi pengingat bahwa pengawasan terhadap aset negara, terutama wilayah perairan, perlu diperketat agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu demi kepentingan pribadi atau kelompok.

 

Sebelumnya, Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mendesak aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung (Kejagung), Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera mengambil langkah hukum terkait kasus pagar laut di Tangerang.

 

Mahfud menegaskan bahwa perkara ini telah memenuhi unsur pelanggaran pidana, terutama dalam hal penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di atas wilayah perairan.

 

"Kalau sudah keluar sertifikat resmi di atas laut, pasti ada permainan antara dunia usaha dan pejabat terkait," ujar Mahfud dalam keterangannya.

 

Ia menilai hal tersebut sebagai bukti adanya praktik penipuan atau penggelapan, mengingat laut seharusnya tidak dapat disertifikatkan.

 

"Itu kejahatan, dan kalau ada unsur suap kepada pejabat, maka KPK, Kejaksaan Agung, serta Polri bisa langsung bertindak," sebutnya.

 

Ia juga menegaskan bahwa seluruh aparat penegak hukum memiliki kewenangan penuh untuk menangani kasus ini tanpa perlu menunggu pihak lain bertindak lebih dahulu.

 

Menurutnya, sikap saling menunggu hanya akan menghambat penyelesaian perkara.

 

"Siapa yang sudah tahu lebih dulu atau mengambil langkah lebih dulu tidak boleh diganggu oleh institusi lain. Tapi ini malah saling takut, saya heran, kenapa aparat kita takut menangani kasus seperti ini? Ini mencurigakan," timpalnya.

 

Mahfud menyoroti bahwa dalam birokrasi Indonesia, bawahan sering kali ragu bertindak tanpa instruksi atasan.

 

Oleh sebab itu, ia berharap Presiden Prabowo memberikan arahan yang jelas agar kasus ini tidak dibiarkan berlarut-larut.

 

"Jangan sampai kasus ini menghilang setelah ramai diberitakan, lalu semua diam karena ada yang saling melindungi atau sudah mendapat bagian. Padahal, ini kasus serius," kuncinya. (fajar)


Rocky Gerung/ Ist 

 

JAKARTA — Ubed dikenal sebagai akademisi kritis dan telah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme serta pencucian uang yang dilakukan keluarga Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Pemecatan Ubedilah Badrun dari jabatan Koordinator Program Studi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dikritik pengamat politik Rocky Gerung. Menurut Rocky, pencopotan Ubedilah menunjukkan negara makin tak nyaman dengan akademisi cerdas dan kritis.

 

"Seolah pikiran cerdas membahayakan negara," kata Rocky seperti dikutip RMOL dari video di kanal YouTube miliknya, Jumat 31 Januari 2025.

 

Rocky lantas menyoroti peran universitas sebagai pusat produksi pemikiran intelektual. Baginya, tindakan UNJ terhadap Ubedilah mencerminkan ketakutan terhadap pemikiran kritis yang seharusnya menjadi bagian dari tradisi akademik.

 

"Memang universitas harus memproduksi pikiran cerdas. Tugas universitas memang menambang pikiran cerdas, bukan menambang batubara," sindir Rocky.

 

Pernyataan Rocky ini berkaitan dengan revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), di mana pemerintah berencana memberikan izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi.

 

Rocky juga menyoroti kekosongan ide di ranah politik. Menurutnya, partai politik seharusnya menjadi penghasil gagasan yang mendorong perubahan.

 

Namun, karena partai lebih sibuk dengan kepentingan kekuasaan, tugas tersebut kini diambil alih oleh akademisi seperti Ubedilah.

 

"Ubed mengambil risiko mengambil alih tugas oposisi yang seharusnya dilakukan partai politik," tandas Rocky Gerung.

 

Ubedilah yang merupakan akademisi Sosiologi Politik di UNJ dicopot dari jabatan coordinator program studi atau kepala departemen Pendidikan Sosiologi oleh Rektor UNJ. Pencopotan dilakukan sebelum waktunya karena jabatan itu seharusnya diemban Ubed hingga 2027.

 

"Iya, saya sudah tidak lagi menjabat sejak 24 Januari 2025. Posisinya telah digantikan oleh Plt (pelaksana tugas). Masa jabatan saya menurut SK Rekor No.1995/UN39/HK.02/2023 adalah untuk periode 2023-2027. Tetapi diberhentikan pada 25 Januari 2025 . Tidak apa-apa Mas, itu otoritas Rektor, mungkin punya maksud baik, saya tidak tahu apa alasanya," kata Ubedilah, Kamis, 30 Januari 2025. (**)


Ubedilah Badrun / Ist 

 

JAKARTA — Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengambil sikap antikritik dengan mencopot Ubedilah Badrun dari jabatannya sebagai koordinator program studi. Ubedilah selama ini dikenal sebagai pengkritik keras Jokowi dan keluarganya, termasuk di lingkungan kampus.

 

Demikian dikatakan aktivis politik Rahman Simatupang dalam keterangannya kepada redaksi www.suaranasional.com, Jumat (31/1/2025).

 

“UNJ ada ketakutan dengan kiprah yang dilakukan Ubedilah Badrun selama ini,” tegasnya.

 

Rahman mengatakan, UNJ harusnya mendukung langkah yang dilakukan Ubedilah Badrun karena bagian dari tugas seorang akademisi menyuarakan kebenaran dan keadilan. “Jangan sampai kampus itu menghalangi para dosennya untuk bersuara kritik,” ungkap Rahman.

 

Ubedilah yang merupakan akademisi Sosiologi Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dicopot dari jabatan Koordinator Program Studi (Kepala Departemen) Pendidikan Sosiologi UNJ oleh Rektor UNJ. Pencopotan dilakukan sebelum waktunya karena jabatan itu seharusnya diemban Ubeidilah hingga 2027.

 

“Iya, saya sudah tidak lagi menjabat sejak 24 Januari 2025. Posisinya telah digantikan oleh Plt (pelaksana tugas). Masa jabatan saya menurut SK Rekor No.1995/UN39/HK.02/2023 adalah untuk periode 2023-2027. Tetapi diberhentikan pada 25 Januari 2025 . Tidak apa-apa Mas, itu otoritas Rektor, mungkin punya maksud baik, saya tidak tahu apa alasanya,” kata Ubedilah kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Kamis (30/1/2025).

 

Informasi yang dapat diperoleh dari media sosial UNJ, terlihat bahwa pemberhentian atau pengangkatan tersebut terjadi seiring perubahan UNJ menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) yang memberikan otoritas penuh Rektor dalam menentukan dan mengangkat siapapun pejabat di lingkungan UNJ dengan syarat yang telah ditentukan sebelumnya.

 

Situasi tersebut berbeda dengan ketika Universitas masih berstatus Satuan Kerja (Satker) atau saat masih berstatus Badan Layanan Umum (BLU), pengangkatan Kepala Departemen atau Koordinator Program Studi dimulai dari aspirasi musyawarah dosen di tingkat program studi, diajukan ke Dekan lalu diputuskan Rektor.

 

Sejak PTNBH, tidak ada lagi musyawarah program studi untuk menentukan siapa koorprodinya.

 

“Memang benar sejak menjadi PTNBH, otoritas Rektor begitu power full. Melalui Peraturan Rektor No.1/2025 Rektor UNJ memiliki otoritas penuh, Dekan bisa mengajukan tetapi Rektorlah yang memutuskan. Menurut Pasal 6 Peraturan Rektor tersebut disebutkan bahwa pengangkatan kepala departemen atau koordinator program studi bersifat penugasan oleh Rektor. Proses semacam ini sesungguhnya rawan nepotisme, rawan like and dislike dan sekaligus rawan pembungkaman,” pungkas Ubedilah. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.