Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira.
JAKARTA — Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI
Andreas Hugo Pareira menyayangkan proses pemindahan narapidana warga negara
asing (WNA) Australia yang terkesan ditutup-tutupi. Menurutnya, pemerintah
Indonesia seolah memenuhi semua permintaan Australia terkait pemindahan lima
terpidana narkoba Bali Nine.
"Pemindahan narapidana (transfer of prisoner) yang
dilakukan terhadap 5 napi WNA Australia ini terkesan ditutup-tutupi, hal yang
sama juga terjadi terhadap Mary Jane, napi WNA asal Filipina," kata
Andreas Pareira kepada wartawan, Kamis (19/12).
Sebab, pemindahan lima narapidana narkotika Bali Nine baru
diketahui publik setelah mereka tiba di Australia. Lima terpidana Bali Nine
yang diberangkatkan ke Australia pada Minggu (15/12) pagi, di antaranya Scott
Anthony Rush, Mathew James Norman, Si Yi Chen, Michael William Czugaj, dan
Martin Eric Stephens.
Bali Nine sendiri merupakan julukan untuk sembilan narapidana
asal Australia yang ditangkap di Bali karena terbukti menyelundupkan 8,2
kilogram heroin. Kesembilan narapidana itu adalah Andrew Chan, Myuran
Sukumaran, Si Yi Chen, Michael Czugaj, Renae Lawrence, Tan Duc Thanh Nguyen,
Matthew Norman, Scott Rush, dan Martin Stephens.
Dua di antaranya yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran telah
dieksekusi mati pada 2015, sedangkan Renae divonis 20 tahun penjara dan telah
bebas pada 2018 setelah mendapatkan beberapa remisi. Sementara itu, Tan Duc
meninggal di dalam tahanan saat menjalani pidana penjara seumur hidup pada
2018.
Andreas menilai, Pemerintah Indonesia seolah tak memiliki
ketegasan dalam proses pemindahan narapidana Bali Nine.
"Nampak juga dari practical arrangement ini, kita
didikte dan menuruti semua permintaan dari pihak Australia," urai Andreas.
Andreas menekankan, Indonesia tidak memiliki dasar hukum
untuk pemindahan narapidana asing ke negara asalnya. Karena itu, ia
mempertanyakan kepada Pemerintah seperti apa practical arrangement dalam sistem
hukum Indonesia.
"Lantas, practical arrangemeini ini apa? Di mana letak
practical arrangement ini dalam sistem hukum kita?” cetus Andreas.
Lebih lanjut, Pimpinan Komisi di DPR yang membidangi urusan
pemasyarakatan dan reformasi hukum itu khawatir, pemindahan narapidana asing ke
negara asalnya akan membuat hukuman mereka dikurangi atau malah justru akan
dibebaskan. Pasalnya, ketika narapidana sudah dipulangkan maka kewenangan sudah
berada di pemerintahan negara mereka.
"Mau direhabilitasi atau dibebaskan itu bukan kewenangan
Indonesia," tegasnya.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia secara resmi telah
mentransfer atau memindahkan lima orang sisa narapidana kasus Bali Nine ke
Pemerintah Australia. Bahkan, lima narapidana itu telah mendarat di Darwin,
Australia, pada Minggu (15/12).
Kelima narapidana itu yakni Scott Anthony Rush, Mathew James
Norman, Si Yi Chen, Michael William Czugaj, dan Martin Eric Stephens.
"Penyerahan dilakukan di VIP II Gedung Swarawati Bandara
I Gusti Ngurah Rai, Bali," ungkap Deputi Koordinator Imigrasi dan
Pemasyarakatan Kemenko Kumham Imipas, I Nyoman Gede Surya Mataram.
Nyoman menjelaskan, sekitar pukul 10.35 WITA, rombongan lima
orang narapidana WNA dan tiga orang Kedubes Australia Lepas Landas dari Bandara
I Gusti Ngurah Rai menuju Australia. Mereka tiba di Darwin, Australia
sekitar pukul 14.42 waktu setempat atau
13.12 WITA. Mereka tiba dengan selamat di Darwin.
"Menerima Informasi dari Chris Goldrick (Salah Satu
Petugas Kedubes dari Australia yang mendampingi/mengawal di dalam Pesawat)
rombongan narapidana lima orang WNA Australia bersama tiga orang Kedubes
Australia telah mendarat dengan lancar di Darwin, Australia," pungkas
Nyoman. (jawapos)