Latest Post

Prabowo-Jokowi  

 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan bagi Menteri Negara yang telah Pensiun. Peraturan tersebut resmi ditandatangani Jokowi pada 15 Oktober 2024.

 

Dalam aturan itu, Jokowi memastikan jaminan kesehatan bagi mantan menteri dan keluarganya, yakni suami/istri yang sah, dibiayai APBN atau Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara.

 

"Menteri negara yang telah selesai melaksanakan tugas kabinet diberikan kelanjutan jaminan pemeliharaan kesehatan. Jaminan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam juga diberikan kepada istri/suami yang sah dan tercatat dalam administrasi menteri negara,” tulis beleid dalam aturan tersebut, dikutip Jumat (18/10).

 

Tak hanya untuk para menteri, mereka yang bertugas di Sekretaris Kabinet juga berhak untuk mendapatkan asuransi kesehatan yang sama. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 aturan tersebut disebutkan bahwa pemberian manfaat asuransi ini ditentukan berdasarkan usia.

 

Di mana untuk menteri negara atau Sekretaris Kabinet yang ketika selesai melaksanakan tugas berusia kurang dari 60 tahun, maka kepada menteri negara atau Sekretaris Kabinet beserta suami/istri akan diberikan asuransi selama 2 kali masa jabatan.

 

Sementara itu, bagi menteri negara atau Sekretaris Kabinet yang berusia lebih dari 60 tahun akan mendapatkan asuransi seumur hidup.

 

"Untuk menteri negara atau Sekretaris Kabinet yang ketika selesai melaksanakan tugas berusia 60 tahun atau lebih, kepada menteri negara atau Sekretaris Kabinet beserta suami/istri diberikan jaminan pemeliharaan kesehatan selama seumur hidup," bunyi Pasal 3 ayat 3 poin B dalam aturan itu.

 

Namun, dalam aturan itu disebutkan bahwa asuransi kesehatan ini dapat diklaim dan dilakukan pada fasilitas kesehatan milik pemerintah dan/atau milik badan usaha milik negara (BUMN) di dalam negeri.

 

Adapun layanan yang dapat dinikmati para menteri dan suami/istri sah, terdiri dari pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif sesuai indikasi medis berdasarkan usia dan/atau masa bulan tugas jabatan.

 

Sementara itu bagi menteri negara yang dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana tidak mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan tersebut.

 

Jaminan kesehatan juga tidak diberikan kepada menteri yang mengundurkan diri karena ditetapkan menjadi tersangka maka manfaat jaminan pemeliharaan kesehatan ditunda sampai telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

 

Serta yang mengundurkan diri karena mendapatkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana. “Dalam hal menteri negara yang telah selesai melaksanakan tugas kabinet meninggal dunia, bagi janda/dudanya diberikan jaminan pemeliharaan kesehatan,” bunyi Pasal 8 aturan tersebut. (jawapos)


Artis sekaligus pengusaha, Raffi Ahmad saat memenuhi panggilan Presiden terpilih Prabowo Subianto, Senin, 14 Oktober 2024 

 

SANCAnews.id – Kehadiran selebriti sekaligus pengusaha, Raffi Ahmad di kediaman Presiden terpilih Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, beberapa hari lalu menjadi sorotan. Pasalnya, selebriti yang akrab disapa Sultan Andara itu dinilai tak memiliki kapasitas memadai untuk menjadi pembantu Prabowo.

 

Direktur Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai, posisi menteri atau wakil menteri idealnya diisi oleh sosok yang memiliki pemahaman mendalam tentang birokrasi dan berpengalaman di bidang yang akan diemban.

 

"Kapasitas menteri atau wamen paling utama adalah memahami birokrasi, setidaknya diperlukan tokoh yang punya pengalaman organisasi, sekaligus menguasai bidang yang diemban," jelas Dedi, dikutip RMOLJabar, Kamis, 17 Oktober 2024.

 

Dedi mengakui kalau Raffi Ahmad dikenal sebagai selebriti dan pengusaha sukses. Namun menurutnya, latar belakangnya di dunia hiburan dan bisnis, belum cukup untuk menunjukkan kapasitas dalam mengelola birokrasi pemerintahan.

 

Terlebih lagi, Raffi adalah salah satu anggota tim sukses Prabowo dalam pemilu lalu. Sehingga, hal ini dapat memicu spekulasi jika kalau pemanggilannya lebih dilatarbelakangi balas budi politik daripada kompetensi yang memadai.

 

"Besar kemungkinan, kapasitas bukan lagi menjadi pertimbangan utama, melainkan lebih pada fakta bahwa Raffi Ahmad telah membantu pemenangan dalam Pilpres," lanjut Dedi.

 

Dedi khawatir penunjukan sosok yang mengisi kabinet lebih didasarkan kepada balas jasa politik ketimbang kapasitas dan integritas.

 

Ia menekankan pentingnya penempatan figur yang memiliki kemampuan dan pengalaman nyata dalam mengelola urusan negara

 

"Tentu, ini mengkhawatirkan di mana kabinet akan diisi oleh banyak tokoh yang sekadar mendapat balasan jasa, bukan karena kapasitas dan integritas," pungkas Dedi. (*)


Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono 


SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo memberhentikan Heru Budi Hartono dari jabatannya sebagai Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta. Pasalnya, masa jabatan Heru Budi juga telah berakhir pada 17 Oktober 2024 hari ini.

 

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, Jokowi telah menandatangani Keputusan Presiden Nomor 125P, tanggal 16 Oktober 2024 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Penjabat Gubernur DKI Jakarta.

 

“Pada Keppres tersebut, presiden memberhentikan dengan hormat Bapak Heru Budi Hartono sebagai PJ Gubernur DKI Jakarta,” ucap Ari dalam keterangannya, Kamis (17/10).

 

Tak hanya itu, Jokowi juga kemudian mengangkat Teguh Setyabudi sebagai Pj Gubernur baru DKI Jakarta.

 

“Mengangkat Bapak Teguh Setyabudi sebagai Pj Gubernur Jakarta,” kata dia.

 

Diketahui, dalam rapat pimpinan gabungan di DPRD DKI Jakarta beberapa waktu lalu dimunculkan sejumlah nama Pj Gubernur DKI, yakni Dr. Teguh Setyabudi, Komjen Purn Rudi Sufahriyadi, Dr. Akmal Malik, Drs. Heru Budi Hartono, Joko Agus Setiyon, dan Dr. Marullah Matali.

 

Adapun, nama terbanyak yang diajukan yaitu Dirjen Dukcapil Kemendagri Teguh Setyabudi yang mendapatkan usulan dari 8 fraksi. (jpnn)


Potongan susunan kabinet era Soeharto 

 

SANCAnews.id – Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih usai memanggil sejumlah calon menteri di rumahnya di kawasan Kertanegara IV, Kebayoran, Jakarta, pada Senin dan Selasa (14-15/10/2024).

 

Jumlah nama yang akan membantu Prabowo baik di kementerian maupun lembaga sebanyak 107 orang. Ke-49 tokoh tersebut masing-masing merupakan calon menteri dan 58 calon wakil menteri serta kepala lembaga di pemerintahan mendatang. Jumlah tersebut dinilai sangat gemuk.

 

Netizen di media sosial masih ramai memperbincangkan hal tersebut. Banyak yang membandingkan bagaimana era Soeharto memilih menteri berdasarkan kualitas, bukan karena kepentingan politik.

 

Hal itu terlihat pada unggahan akun @Lintas-Jaman di aplikasi X yang membagikan foto Menteri Keuangan RI era Soeharto tersebut.

 

"Masih ingatkah kalian siapakah beliau?," tulis akun tersebut, sembari membagikan foto seorang pria berkaca mata tebal yang diketahui adalah Mar'ie Muhammad.

 

"Jaman orba terlepas dr segala kekurangannya. Menteri-menterinya menjabat sesuai dengan keahliannya. Sekarang mah cukup puja puji sambil sungkem oto dapat jabatan meskipun dia gak ngerti tentang jabatannya. Yang penting bisa utak-atik anggaran agar bisa dikorupsi," balas seorang warganet di kolom komentar.

 

"Menteri yang dipilih jaman pak harto memang qualified dan memiliki integritas, lah sekarang ngasal aja sampe kutil babi janda ikut seleksi menteri," balas lainnya.

 

"Beliau ini menurut info teman² di depkeu pada masa itu, gak ambil gaji menterinya. Kadang di sumbangkan ke PMI sbg intitusi yg Beliau pimpin juga… Al Fatihah…," ujar lainnya.

 

"Mar’ie Muhammad (Mr. Clean), menteri keuangan profesional dan berdedikasi tinggi. Beliau mantan Dirjen Pajak. Orang2 seperti inilah yang seharusnya dipilih PS sebagai menterinya, dan tidak usah banyak2. Dampak kebanyakan menteri itu pemborosan anggaran," kritik warganet lainnya. (fajar)


Undang-Undang 61 Tahun 2024 Tentang Kementerian Negara/Ist 

 

SANCAnews.id – Undang-Undang tentang Kementerian Negara direvisi oleh Presiden Joko Widodo melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Kementerian Negara.

 

Dengan diundangkannya undang-undang tersebut, pembentukan dan pengelolaan kementerian akan disesuaikan dengan kebutuhan Presiden yang sedang menjabat. Undang-undang ini akan mulai berlaku pada tanggal 15 Oktober 2024 sejak diundangkan.

 

Salah satu perubahan mendasar dalam undang-undang ini adalah penambahan Pasal 6A yang memungkinkan pembentukan kementerian baru berdasarkan sub-urusan pemerintahan tertentu.

 

“Pembentukan kementerian tersendiri dapat didasarkan pada sub-urusan pemerintahan atau perincian urusan pemerintahan sepanjang memiliki keterkaitan ruang lingkup urusan pemerintahan,” demikian bunyi Pasal tersebut sebagaimana dikutip dari laman Setkab, Kamis, 17 Oktober 2024.

 

Selain itu, ada penambahan Pasal 9A yang memberikan wewenang kepada Presiden untuk mengubah unsur organisasi kementerian sesuai dengan kebutuhan pemerintahan.

 

Pasal ini sebelumnya tidak ada dalam UU 39/2008 tentang Kementerian Negara.

 

“Presiden dapat melakukan perubahan unsur organisasi dimaksud dalam peraturan pelaksanaan sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan," demikian bunyi Pasal Pasal 9A.

 

UU 61/2024 juga mengubah Pasal 15, yang sebelumnya menetapkan batasan jumlah kementerian, kini menjadi lebih fleksibel.

 

Jumlah kementerian nantinya akan ditentukan sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan oleh Presiden. Hal ini menunjukkan adanya upaya untuk menciptakan pemerintahan yang lebih responsif terhadap tantangan dan kebutuhan masa depan.

 

Dalam hubungan fungsional antara kementerian dan lembaga, Pasal 25 menyatakan bahwa lembaga nonkementerian akan bekerja secara sinergis sebagai satu sistem pemerintahan.

 

Lembaga-lembaga ini berada di bawah koordinasi Presiden melalui menteri terkait, kecuali jika ditentukan lain oleh Presiden. Ketentuan ini diharapkan dapat menciptakan harmonisasi yang lebih baik antara kementerian dan lembaga-lembaga nonstruktural.

 

Pasal II angka 1 UU ini juga mewajibkan pemerintah dan DPR melakukan pemantauan serta peninjauan terhadap implementasi undang-undang ini paling lambat dua tahun setelah diundangkan.

 

Hal ini memberikan jaminan bahwa undang-undang tersebut akan dievaluasi secara berkala untuk memastikan relevansinya dalam mendukung pemerintahan yang efisien.

 

Dengan demikian, UU 61/2024 tentang Kementerian Negara akan memfasilitasi jumlah Kementerian dan lembaga era Prabowo-Gibran yang disebut lebih banyak dari pemerintahan Jokowi-Maruf yang hanya 34 menteri. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.