Latest Post

Erina Gudono dan suami, Kaesang Pengarep jalan-jalan ke AS dengan private jet. (Platform X) 

 

SANCAnews.id – Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun melaporkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan putra bungsunya Kaesang Pangarep ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (28/8).

 

Pelaporan tersebut menyusul dugaan gaya hidup mewah Kaesang Pangarep menggunakan jet pribadi bersama istrinya Erina Gudono saat berkunjung ke Amerika Serikat (AS).

 

"Putra Presiden bergaya hidup mewah, menggunakan jet pribadi menuju Amerika Serikat (AS) dengan menghabiskan milyaran rupiah di tengah rakyat hidup susah dan generasi Z yang 9,89 juta nganggur," kata Ubedilah Badrun di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

 

Pelaporan ini dilayangkan, lantaran menjadi sorotan publik. "Menurut dia peristiwa ini menjadi sorotan publik yang luas," ucap Ubedilah.

 

Ubedilah mempertanyakan kekayaan yang didapat anak Presiden Jokowi itu. Ia juga mengungkit pelaporannya ke KPK dua tahun lalu, terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dituding melibatkan keluarga di lingkaran istana.

 

"Karena disitu ada pertanyaan besar, dari mana kekayaan Putra Presiden itu sampai sedemikian mewah hidupnya, kan disitu. Karena laporan kami yang dua setengah tahun lalu, kami ingin agar itu dibuka dan yang bersangkutan dipanggil," tegas Ubedilah.

 

Akademisi UNJ ini meminta KPK segera memanggil Kaesang Pangarep terkait isu tersebut. Sebab, tak seharusnya keluarga di lingkaran istana menunjukkan hidup mewah di tengah penderitaan rakyat.

 

"KPK harus segera memanggil yang bersangkutan. Karena kita juga melihat ada peristiwa lain yang bermula dari kehidupan mewah seorang keluarga kan flexing," papar Ubedilah.

 

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebelumnya menyatakan, telah memerintahkan Direktorat Gratifikasi untuk mendalami pengunaan pesawat jet pribadi oleh putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pangarep dan istrinya Erina Gudono saat perjalanan ke Amerika Serikat. Hal ini setelah penggunaan pesawat jet pribadi oleh Kaesang dan Erina itu ramai di media sosial.

 

Diketahui, Kaesang Pangarep dan Erina Gudono menggunakan pesawat Gulfstream G650ER dengan nomor N588SE. Mereka bertolak dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta ke Bandara Internasional Philadelphia AS.

 

"Kami nah kita berprinsip ya, semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum. Kan begitu, pimpinan serius sebetulnya sudah memerintahkan Direktorat Gratifikasi ya? Tolong dong itu informasi-informasi dari media ya diklarifikasi kan gitu," ucap Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (27/8).

 

Ia menegaskan, KPK tak ragu untuk mendalami itu. Meski memang Kaesang anak dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

 

"Jadi nggak usah sungkan, nggak usah ragu ya bahwa kita melaksanakan tugas, ya kalau itu menjadi perhatian publik. Kita juga harus peka, kita harus proaktif klarifikasi," ucap Alex.

 

Menurut Alex, kecurigaan publik terhadap pengunaan pesawat jet itu perlu didalami. Karena itu, pihaknya ingin mendalami dugaan-dugaan yang berkembang di tengah publik.

 

"Pertanyaan masyarakat itu menggantung gitu kan, ini apa ini kejadiannya, apakah tidak termasuk gratifikasi atau bukan siapa yang memberikan fasilitas itu dan lain sebagainya itu harus clear ya," tegas Alex.

 

Menurut Alex, meski status Kaesang merupakan pihak swasta, tetapi Ayah yang bersangkutan yakni Joko Widodo merupakan kepala negara, yang juga berarti penyelenggara negara.

 

"Sebetulnya ini kan masyarakat pengen tau dalam kapasitas sebagai apa yang bersangkutan menerima fasilitas dan seperti apakah membayar sendiri ataukah free kan begitu, kalau mau bayar sendiri selesai nggak ada persoalan," pungkas Alex. (jawapos)



 

SANCAnews.id – Menyoroti polemik terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan menurut kritikus Faizal Assegaf, kemungkinan adanya manuver politik dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta.

 

"Untuk apa keputusan MK dibela rakyat dan mahasiswa," ujar Faizal dalam keterangannya di aplikasi X @faizalassegaf (28/8/2024).

 

Menurut Faizal, tidak ada gunanya mendukung putusan MK jika pada akhirnya calon yang diusung sebagai gubernur adalah sosok yang dianggap sebagai "boneka titipan Istana."

 

"Bila ujungnya yang diusung sebagai Cagub DKI Jakarta adalah boneka titipan Istana?," cetusnya.

 

Lebih lanjut, Faizal menyatakan bahwa Anies Baswedan dan gerakan perubahan yang mendukungnya kini semakin fokus memperhatikan langkah politik Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi.

 

"Anies dan arus aspirasi gerakan perubahan makin fokus amati lakon Mega dan Jokowi," tandasnya.

 

Faizal juga menambahkan bahwa jika PDIP akhirnya memutuskan untuk mengusung Pramono Anung sebagai calon gubernur, maka menurutnya, ini akan melengkapi "drama politik Mulyono," sebuah kiasan yang merujuk pada skenario politik yang dikendalikan Jokowi.

 

"Kalau PDIP manuver usung Pramono, maka sempurna drama politik Mulyono," kuncinya.

 

Sebelumnya, rencana pengumuman Anies Baswedan dan Rano Karno oleh PDIP sebagai pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2024 mendadak batal.

 

Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, terutama setelah Anies Baswedan terlihat melakukan berbagai langkah yang dianggap sebagai upaya mendekati partai berlogo banteng tersebut.

 

Anies Baswedan mengunjungi kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP DKI Jakarta dengan mengenakan batik merah—warna yang identik dengan PDIP.

 

Anies juga sempat meminta restu dari ibunya, sebuah momen yang menunjukkan betapa seriusnya dia dalam upayanya untuk mendapatkan dukungan PDIP.

 

Anies juga terlihat berfoto bersama Rano Karno, seorang politisi sekaligus aktor yang dikenal luas, yang juga merupakan kader PDIP.

 

Foto tersebut sempat menimbulkan spekulasi kuat bahwa keduanya akan diusung oleh PDIP dalam kontestasi politik di Jakarta.

 

Namun, pada akhirnya, rencana pengumuman yang dijadwalkan oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, batal dilakukan. (fajar)


Seorang peserta aksi massa menggantung patung manekin bertopeng Presiden Jokowi, Selasa (27/8/2024) 

 

SANCAnews.id – Aksi damai Aliansi Jogja Memanggil Jilid Dua di Yogyakarta diselingi dengan pentas teater yang menampilkan manekin yang mengenakan topeng wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pertunjukan teater tersebut digelar tepat di depan gerbang Keraton Gedung Agung, Yogyakarta, Selasa (27/8/2024).

 

Aksi teatrikal itu diklaim sebagai bentuk kekecewaan para demonstran yang kecewa dengan dinasti politik Presiden Jokowi. Mereka juga geram dengan upaya pembatalan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait RUU Pilkada oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.

 

Salah satu putusan Mahkamah Konstitusi mengatur tentang ambang batas perolehan kursi DPR untuk pencalonan kepala daerah pada Pilkada 2024.

 

Meski pada akhirnya KPU merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi, para pendemo akan tetap mengawalnya, sebab menurut mereka, rezim Jokowi rawan berkhianat pada konstitusi.

 

Aksi teatrikal di depan Istana Gedung Agung Yogyakarta diawali oleh seorang demonstran berdiri di depan Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Aditya Surya Dharma.

 

Seseorang yang menggunakan caping petani tersebut kemudian berteriak sembari berlarian mengelilingi poster Presiden Jokowi yang berceceran di depan gerbang Istana Gedung Agung.

 

Kemudian seseorang tersebut mengambil seutas tali lalu dikaitkan pada manekin berwajah Presiden Jokowi.

 

"Gantung Jokowi, gantung Jokowi, gantung Jokowi," teriak seorang pemeran teatrikal tersebut.

 

Dalam sekejap manekin dengan topeng bergambar Jokowi pun sudah berada di atas dalam kondisi digantung.

 

Manekin tersebut dibalut jubah warna putih dengan ditulisi Tirani Mati Disini.

 

Sang pemeran dengan penuh emosi lalu menghempaskan manekin tersebut dengan sekuat tenaga.

 

Ia lantas menendang sisa-sisa manekin itu ke arah aparat kepolisian yang sedang berjaga-jaga.

 

Kepala manekin dengan topeng bergambar Presiden Jokowi itu lalu diletakkan tepat didepan Kapolresta Yogyakarta.

 

Hingga pukul 15.00 WIB massa aksi di depan Istana Gedung Agung Yogyakarta masih terus berorasi. (*)




SANCAnews.id – Dalam video yang beredar, salah seorang demonstran yang menjadi korban pelemparan batu mengakui bahwa dirinya dibayar untuk membuat kerusuhan.

Hal itu terungkap saat pria yang diduga mahasiswa itu diperiksa sembari diberikan penanganan medis oleh Tim Medis Polrestabes Makassar.

 

"Di lokasi pa baru dikasih uang. Seratus ribu perorang," aku pemuda itu sembari menahan rasa sakit bekas benturan batu pada bagian keningnya.

 

Setelah mendapatkan uang, ia kemudian dibekali perintah untuk menciptakan kerusuhan dan melempar batu ke arah petugas Kepolisian.

 

"Disuruh melempar polisi," sebutnya.

 

Hanya saja, pria yang dalam kondisi menahan rasa sakit tidak mengetahui pasti oknum yang memberinya uang untuk melakukan tindakan tidak benar itu.

 

"Namanya yang kasihka, tidak kutahu, langsung ja nakasih," tandasnya.

 

Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Mokhamad Ngajib mengatakan, pihaknya sementara mendalami adanya video yang beredar tersebut.

 

Dikatakan Ngajib, pemuda yang ada dalam video beredar itu tidak termasuk dalam 34 mahasiswa yang ditangkap saat terjadi kerusuhan di depan tiga kampus berbeda di Makassar.

 

"Jadi itu bukan termasuk yang tadi, ini lagi saya cari untuk dikembangkan. Dibuktikan pernyataannya, apakah betul-betul dibayar Rp100 ribu atau tidak," kata Ngajib, Selasa malam.

 

Ia pun menduga, sebagaimana pada pernyataan sebelumnya, mengatakan bahwa pada aksi tersebut tidak murni mahasiswa.

 

"Dugaannya, (massa ditunggangi) iya," sebutnya.

 

Ngajib bilang, setelah dirawat korban mendapatkan perawatan, langsung dipulangkan oleh anggotanya.

 

"Kemarin karena dia luka jadi diobati kan. Videonya ini saat video ricuh di UNM," tandasnya.

 

Terpisah, Kasat Reskrim Polrestabes Kompol Devi Sujana mengungkapkan hal senada dengan Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Mokhamad Ngajib.

 

Dikatakan Devi, massa bayaran tersebut dibayar senilai Rp100 ribu oleh pihak tertentu yang memang menginginkan agar terjadi kerusuhan.

 

"Pengakuan korban dibayar Rp100 ribu untuk ikut aksi dan melempar batu (Ke arah petugas Kepolisian)," ujar Devi, Selasa malam.

 

Devi juga menceritakan bahwa dalam peristiwa tersebut pihak Kepolisian tetap memberikan perawatan kepada massa aksi yang terkena lemparan batu.

 

"Jadi Dokkes Polrestabes Makassar membantu peserta aksi atau korban luka terkena batu akibat aksi rusuh," sebutnya. (fajar)

Anggota Komisi III DPR Gilang Dhielafararez/Net 

 

SANCAnews.id – Unjuk rasa mahasiswa di Kota Semarang berakhir ricuh dan bentrok antara aparat dengan pengunjuk rasa. Anggota Komisi III DPR Gilang Dhielafararez mengimbau aparat agar menggunakan cara-cara yang manusiawi saat menangani pengunjuk rasa.

 

"Kalu kita pakai cara tindakan represif hanya akan memperburuk situasi dan mengikis kepercayaan publik terhadap institusi negara. Aparat keamanan agar tetap mengedepankan dialog, kebijaksanaan, dan sisi humanis," kata Gilang Dhielafararez kepada wartawan, Selasa (27/8).

 

Aksi demo berawal dari tuntunan mahasiswa untuk menurunkan pemerintahan saat ini dilatarbelakangi oleh dinamika revisi UU Pilkada yang dilakukan di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Tengah, pada Senin (26/8) kemarin.

 

Aksi sempat memanas sejak mahasiswa memaksa masuk ke dalam Balai Kota hingga merusak pagar. Menjelang petang, pelajar tiba-tiba datang dan bergabung ke barisan paling depan massa aksi. Sempat terjadi pelemparan batu dan kayu antara massa dengan aparat hingga akhirnya aksi dibubarkan dengan gas air mata.

 

Setidaknya ada 33 orang dibawa ke rumah sakit akibat tindakan represif aparat. Diketahui 6 orang aparat juga terluka akibat kejadian ini. Gilang menyayangkan demo yang berakhir ricuh tersebut.

 

“Menyampaikan aspirasi dilindungi oleh konstitusi. Tapi kami juga mengimbau agar aksi unjuk rasa dilakukan dengan tertib dan damai untuk menjaga stabilitas keamanan,” ungkapnya.

 

Kendati saat ini Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) sudah disesuaikan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 60 dan 70 terkait Pilkada, namun kemarahan masyarakat masih ada. Meski awalnya unjuk rasa di Semarang dilakukan dengan damai, tetapi karena ada pihak-pihak tertentu yang melakukan provokasi akhirnya demo menjadi ricuh.

 

“Kami harap teman-teman mahasiswa dan elemen masyarakat lain yang menggelar demo betul-betul memastikan agar aksi tidak ditunggangi pihak-pihak yang ingin memanfaatkan keadaan untuk kepentingan tertentu,” pesan Gilang.

 

Tindakan represif aparat tak hanya mengenai massa aksi di Semarang, tetapi juga warga yang tak ikut unjuk rasa. Bahkan anak-anak yang sedang mengaji ikut menjadi korban.

 

"Massa demonstran yang awalnya berupaya menyampaikan aspirasi dengan damai, akhirnya harus berhadapan dengan tindakan represif berupa tembakan gas air mata dan mobil meriam air. Ironisnya, tindakan ini terjadi di tengah upaya mereka memperjuangkan demokrasi yang sehat dan transparan," paparnya.

 

Menurut Gilang, aparat seharusnya bisa memastikan bahwa demokrasi tetap hidup dan berkembang dalam damai di Indonesia. Apalagi tembakan gas air mata untuk membubarkan aksi sangat merugikan masyarakat.

 

“Walaupun gas air mata dianggap sebagai senjata nonmematikan, namun tetap memiliki efek yang sangat merugikan terhadap kesehatan manusia, khususnya pada anak-anak yang tubuhnya masih rentan. Seharusnya aparat belajar dari kejadian Kanjuruhan,” urai Gilang.

 

"Ini kan yang ikut demo juga ada yang masih pelajar di mana mereka ada yang masih di bawah umur. Harusnya ada dialog yang kuat antara dua pihak, kepada para demonstran juga saya berpesan untuk tetap jaga ketertiban dan jangan mudah diprovokasi," sambungnya.

 

Gilang berharap, aparat lebih mengedepankan dialog terbuka dan negosiasi yang damai dalam meredakan ketegangan dan mencegah eskalasi konflik. Dalam konteks ini, aparat keamanan seharusnya bertindak sebagai fasilitator yang memastikan bahwa hak untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat dijamin tanpa mengorbankan keselamatan warga.

 

"Aparat harus bisa melakukan tindakan yang lebih humanis dan membuka lebar dialog dengan pengunjuk rasa. Aparat dapat menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi dan mereka boleh menyampaikan pendapat namun dengan tertib dan sesuai aturan yang berlaku," terang Gilang.

 

Komisi III DPR yang membidangi urusan keamanan, hukum, dan HAM itu meminta aparat untuk menjaga marwahnya sebagai pelindung masyarakat. Gilang juga meminta aparat memberikan hak pendampingan hukum bagi massa demo yang ditangkap buntut kericuhan semalam.

 

"Aparat harus tetap menjaga marwahnya sebagai pelindung dan pengayom masyaraka, bukan malah melukai masyarakat. Bubarkan aksi dengan cara humanis. Serta pastikan mereka yang ditangkap mendapatkan hak pendampingan hukum,” pungkasnya. (jawapos)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.