Latest Post

 


SANCAnews – Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), kembali menyoroti insiden Gubernur Papua, Lukas Enembe yang mengamuk dan mengancam akan membakar toko yang menjual minuman keras (miras).

 

Dalam cuitan yang dibagikan pada Sabtu, 27 Februari 2021 di akun Twitter pribadinya @hnurwahid, ia juga menyoroti ancaman yang diberikan sang gubernur kepada para distributor miras ke Papua untuk menghentikan aktivitas mereka.

 

“Gubernur Papua Lukas Enembe Ngamuk, Ancam Bakar Toko Penjual Miras. Dan ancam distributor2 miras ke Papua agar hentikan aktivitas mrk,” tulis Hidayat Nur Wahid.

 

Ia lantas menyarankan agar Presiden RI Joko Widodo mencabut kembali Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 tahun 2021 yang membuka izin investasi miras di sejumlah daerah di Indonesia.

 

“Maka semestinya Presiden @jokowi mencabut Perpres terkait investasi miras termasuk ke Papua,” tulisnya.

 

Menurutnya, perpres ini juga telah ditolak oleh Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). “MRP&MUI sudah menolak jg,” tambah HNW di akhir cuitannya.

 

Untuk diketahui, pada tahun 2017 silam, Gubernur Papua, Lukas Enembe, menegur dan memberikan peringatan kepada para distributor dan penjual minuman keras (miras) untuk menghentikan kegiatannya.

 

Sebab Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua juga sudah melarang beredarnya dan diperjualbelikannya minuman beralkohol di wilayah tersebut.

 

“Meski hari ini secara simbolis kita musnahkan, pasti ada toko yang menjual terus. Padahal, ini merupakan pemusnahan yang ketiga kalinya dan pasti masih ada nanti yang menjual. Lebih bagus kita bakar tokonya,” ujar Lukas dalam keterangannya.

 

Menurutnya, jual beli dan peredaran minuman keras ini dinilai sebagai salah satu penyebab dari punahnya orang Papua asli di wilayah dengan julukan Bumi Cendrawasih itu. Ia mengklaim banyak orang Papua meninggal akibat miras.

 

Namun, presiden Jokowi saat ini justru menjadikan Papua sebagai salah satu daerah yang mendapatkan izin untuk menjadi tempat memproduksi miras secara legal dan terbuka.

 

Dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021, Papua menjadi satu di antara sejumlah wilayah yang diperbolehkan untuk memproduksi dan memperjualbelikan miras.

 

“Persyaratan, untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat,” demikian tertulis dalam lampiran III Perpres Nomor 10 tahun 2021 tersebut.***


 


SANCAnews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan peraturan presiden (perpres) terkait investasi minuman keras (miras) di Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara (Sulut), hingga Papua. PKB menilai aturan itu sudah sesuai dengan kearifan lokal.

 

"Perpres ini sudah sesuai dengan kearifan lokal dan dukungan investasi pemerintah pusat kepada masyarakat di daerah," kata Ketua DPP PKB Faisol Riza kepada wartawan, Sabtu (27/2/2021).

 

"Kan nggak seluruh wilayah Indonesia. Makanya dipilih Bali, NTT, Sulut, dan Papua karena memang secara sosial-politik memungkinkan," imbuhnya.

 

Selain itu, Ketua Komisi VI DPR RI ini mengungkapkan PKB bakal menolak perpres terkait investasi minuman keras apabila aturan itu diterapkan di wilayah Jawa. "Kalau di Jawa, PKB pasti di depan menolak," ujarnya.

 

Menurut Faisol, minuman beralkohol di Tanah Air saat ini masih banyak dilakukan secara impor. Ia berharap perpres terkait investasi miras dapat menumbuhkan ekonomi dan menyerap tenaga kerja.

 

"Saat ini pasar minuman beralkohol sebagian besar dipenuhi dengan importasi. Investasi di sektor ini diharapkan bisa menumbuhkan ekonomi sekitar sekaligus menyerap tenaga kerja," ungkapnya.

 

Seperti diketahui, dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal diatur juga soal penanaman modal untuk minuman beralkohol.

 

Seperti dikutip dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021, Sabtu (27/2/2021), penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. Penanam modal bisa berupa perseorangan atau badan usaha.

 

Semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, tapi ada yang dikecualikan. Berikut ketentuannya:

 

Pasal 2

(1) Semua Bidang Usaha terbuka bagi kegiatan Penanaman Modal, kecuali Bidang Usaha:

a. yang dinyatakan tertutup untuk Penanaman Modal; atau

b. untuk kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

 

(2) Bidang Usaha yang dinyatakan tertutup untuk Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah Bidang Usaha yang tidak dapat diusahakan sebagaimana Bidang Usaha yang tercantum dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2OO7 tentang Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. []


 


SANCAnews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali dilaporkan masyarakat terkait kerumunan massa yang terjadi saat kunjungan kerjanya di NTT beberapa waktu lalu.

 

Pelaporan dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 itu dilakukan oleh Gerakan Pemuda Islam (GPI) dengan mendatangi Bareskrim Polri, Jumat (26/2) kemarin. Namun, laporan itu ditolak.

 

Sudah dua kali Jokowi dilaporkan terkait kerumunan di NTT tersebut. Pelaporan pertama dilakukan oleh Koalisi Masyarakat Anti-Ketidakadilan pada Kamis (25/2) dan laporan itu juga ditolak Bareskrim Polri.

 

Dua laporan yang ditolak Polri itu membuat Wakil Ketua Dewan Penasihat DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir heran karena masih saja ada pihak yang melaporkan Jokowi ke Bareskrim Polri.

 

"Heran, kok tidak banyak yang paham peraturan dan perundang-undangan yah?," kata Inas saat dihubungi JPNN.com.

 

Inas menjelaskan bahwa kedatangan Jokowi ke NTT ialah kunjungan kerja yang tentunya sudah diatur dalam perundang-undangan. Kerumunan tersebut juga bersifat insidentil dan tidak terencana.

 

Jokowi sebagai kepala negara juga memiliki hak imunitas, di mana dirinya tidak bisa dituntut secara hukum saat sedang melaksanakan tugas negara.

 

"Misalnya saja, anggota DPR saja tidak bisa dituntut secara hukum terhadap setiap ucapan dan tulisannya. Nah, apakah ada kesetaraan hukum dalam hal ini?," ujar Inas.

 

"Kehadiran Presiden di NTT adalah dalam rangka kunjungan kerja yang sudah diatur berdasarkan peraturan dan perundang-undangan, sehingga tidak mungkin jika Presiden tidak menyapa rakyatnya," sambung Inas.

 

Atas dua pelaporan terhadap Jokowi tersebut, Inas meminta TNI turun tangan untuk memastikan Presiden aman dari kelompok-kelompok tertentu yang dapat memberikan ancaman.

 

"TNI melalui Paspampres perlu turun tangan terutama meluruskan pandangan orang-orang yang masih saja berkutat dengan kesetaraan hukum, padahal perspektifnya berbeda," ujar Inas. []


 


SANCAnews – Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyampaikan bahwa, polisi bukan menolak laporan yang dilayangkan oleh Gerakan Pemuda Islam (GPI) terhadap Presiden Joko Widodo atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan (Prokes) saat kunjungan kerja ke Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT).

 

"Sebenarnya bukan menolak laporan tetapi setelah melakukan konsultasi dengan pihak yang akan membuat laporan, Kepala SKPT Bareskrim Polri menyimpulkan bahwa tidak ada pelanggaran hukum dalam peristiwa tersebut," kata Rusdi saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (27/2).

 

Jokowi diketahui dilaporkan oleh Gerakan Pemuda Islam (GPI) atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan buntut kerumunan yang ditimbulkan dirinya saat tengah berada di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT).

 

Rusdi bilang, karena dianggap tak ada pelanggaran dalam kerumunan Jokowi itu, maka pihaknya tak memproses laporan tersebut. "Sehingga tidak dilanjutkan dengan membuat sebuah. Laporan polisi," katanya. (rmol)


 


SANCAnews – Pendakwah Haikal Hassan Baras memberikan komentarnya soal laporan kerumunan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ketika berkunjung ke Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa waktu lalu, yang ditolak pihak kepolisian.

 

Haikal Hassan berpendapat jika Jokowi tidak bisa dijerat oleh hukum atas kasus kerumunannya itu, apa bedanya dengan Habib Rizieq Shihab (HRS).

 

Melalui akun Twitter pribadinya Haikal Hassan meminta untuk membebaskan Habib Rizieq Shihab.

 

"Kalau saudari Jokowi tak bisa dijerat hukum dengan kasus kerumunan yang karena spontan kerinduan itu. Maka bebaskan Habib MRS, itu baru fair," ujar @haikal_hassan seperti dikutip pada Sabtu (27/2/2021).

 

Menurut Haikal Hassan tanpa adanya pembebasan HRS, tidak ada lagi sebutan Indonesia sebagai negara hukum.

 

"Tanpa itu, jangan harap ada lagi sebutan Indonesia negara hukum," tandasnya.

 

Tampak Haikal Hassan melanjutkan cuitan sebelumnya yang berisi sebuah video ketika Jokowi berkunjung ke NTT hingga menciptakan kerumunan masyarakat.

 

Selain itu, Haikal Hassan turut menyematkan tulisan bernada sindiran. "Saya bukan bela presiden. Tapi ini BUKAN kerumunan. Ini spontan dan tiba-tiba. Tiba-tiba orang pada datang. Tiba-tiba mobilnya terbuka. Tiba-tiba presiden nongol. Tiba-tiba ada hadiah di mobil. Tiba-tiba lempar hadiah. Semua terjadi spontan. Ini karena rinduuuuuuuu," tulisnya. (*)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.