Latest Post



Pontianak, SNC - Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Komarudin menyampaikan hingga hari ini proses masih hukum oknum polisi yang melakukan pencebulan ke anak-anak masih tetap berjalan. Jika oknum anggota Polresta Kota Pontianak berinsial DY ini terbukti sepenuhnya melakukan kesalahan, ia bakal terancam di pecat dari jabatannya sebagai anggota polisi.

Polisi kini masih menunggu hasil visum dari korban pencabulan, "Bisa saja dipecat dan dicopot seragamnya," katanya saat dihubungi, Minggu (20/9/2020).

"Menurut korban demikian, kami masih menunggu hasil visum, sekiranya penuhi unsur maka proses pidana akan dijalankan," terangnya.

Komarudin juga mengungkapkan, polisi DY dipastikan melakukan pelanggaran disiplin sebab diketahui pelaku merupakan anggota yang bekerja di bagian staf bukan di bagian lapangan.

"Yang perlu kita ketahui saat ini kami sedang lakukan pendalaman yang bersangkutan melanggar disiplin karena yang bersangkutan memang anggota lapongan tapi anggota staf. Namun saat kejadian atau saat dilaporkan sedang berada di lapangan," ujarnya memungkasi.

Sebelumnya, anggota Polresta Pontianak diduga melakukan pencabula saat hendak menilang kendaraan di perempatan Jalan Tanjung Pura, Pontianak, Kalimantan Barat.

Ironisnya, korban diketahui adalah anak di bawah umur. Di mana usia korban baru sekitar 15 tahun. Korban bercerita, awalnya ia dengan temannya akan pergi memasang kawat gigi di wilayah Pontianak.

Saat di perempatan lampu merah Jalan Tanjungpura, ia dan temannya dihentikan oknum polisi karena kondisi kendaraan korban tidak memenuhi syarat standar untuk mengemudi. Lalu kemudian polisi memerintahkan untuk berhenti di Poslantas dan membeberkan kesalahan keduanya. (*)



Sulteng, SNC - Seorang anggota DPRD Kota Baubau, Sulawesi Tenggara viral di media sosial karena pesta mnuman keras. Video pesta miras Anggota DPRD perempuan berinisial NA itu pun tersebar luas.

Di sisi lain anggota DPRD perempuan itu masih muda, 23 tahun. Aksi mabuk-mabukannya terekam kamera sedang asik pesta miras di tengah pandemi COVID-19.

Dalam video yang beredar, terekam aktivitas pesta miras di dalam sebuah ruangan. Perempuan itu mengadakan pesta miras bersama teman lelakinya. Pria tersebut diduga berprofesi sebagai PNS berinisial FN.

Tak hanya itu, ada pula beberapa orang lainnya yang juga ikut bergabung dalam pesta tersebut.

Video berdurasi 23 detik itu direkam oleh salah satu rekan NA yang juga hadir di pesta tersebut.

Dalam video itu terdengar jika si perekam menyebut perempuan yang diduga NA tengah berciuman dengan seorang PNS.

Pria yang menjadi lawan ciuman NA diketahui menjabat sebagai kepala bidang di salah satu instansi di Kota Baubau.

Terekam pula aksi FN yang sedang asik minum-minuman keras sambil menyandarkan kepalanya dan memeluk NA dan perempuan itu juga terlihat menyambut FN dengan baik. Namun NA bahkan dengan santai melambaikan tangannya ke kamera sambil tertawa.

Video tersebut menjadi viral di media sosial setelah seseorang mengguhnya di grup Facebook. Menurut kabar, video itu mulanya beredar melalui pesan Whatsapp sejak Jumat (18/9/2020).

Ketua Fraksi Bintang Perjuangan Pembangunan (BPP) di DPRD Kota Baubau Muhammad Yumardin Haeruddin mengatakan akan melakukan penyelidikan mendalami mengenai video viral yang beredar itu.

“Saya belum bisa menyimpulkan apakah salah satu perempuan dalam video tersebut adalah anggota DPRD Kota Baubau dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Fraksi BPP,” ujar Yumardin, Sabtu, (19/9/2020) kemarin.

Lebih lanjut, Yumardin menjelaskan sejauh ini belum ada pemanggilan yang dilakukan PDIP kepada NA untuk mengklarifikasi kebenaran video tersebut. Namun pihaknya masih akan terus menyelidiki.

Di lain kesempatan, Ketua DPC PDIP Baubau, La Ode Ahmad Moniase juga memberikan tanggapan terkait beredarnya video tersebut.

Ia mengatakan akan memanggil rekannya itu, jika terbukti bersalah NA akan mendapat sanksi atas perbuatannya.

"Saya akan memanggil teman saya, pasti akan ada saksi atas perbuatannya kalau terbukti," tegas La Ode.

Sementara NA sejauh ini masih belum memberi penjelasan terkait video dirinya yang beredar luas di media sosial. (*)


Bogor, SNC - Aksi unjuk rasa mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di depan gerbang Kantor Bupati Bogor, Jalan Tegar Beriman, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, berujung ricuh, Kamis (17/9/2020) sore.

Aktivis Senior Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) mengecam tindakan Brutal yang dilakukan oleh oknum satpol PP kabupaten Bogor dalam aksi polemik dugaan maladministrasi proyek pembangunan di RSUD Leuwiliang.

Peristiwa tersebut menyebabkan 6 mahasiswa mengalami luka di pelipis, bahu dan tangan, karena mendapatkan pukulan hingga tendangan dari Satpol PP.

Ferga Aziz menyesalkan kejadian tersebut. Menurutnya, kejadian ini membawa luka yang mendalam bagi seluruh entitas mahasiswa.

Menurut dia, peristiwa ini adalah bukti nyata dari tindakan represif yang dilakukan oleh oknum aparat terhadap mahasiswa yang ingin menyuarakan aspirasinya.

Aziz lantas mempertanyakan prosedur pengamanan aksi yang kemudian sampai pengeroyokan. Menurutnya, tidak dibenarkan prosedur pengamanan aksi sampai melakukan tindakan represif.

“Secara pribadi saya mengecam atas terjadinya peristiwa ini. Bagaimana bisa dibenarkan prosedur pengamanan unjuk rasa dengan melakukan pemukulan. Ini mau mengamankan aksi, atau mau perang kepada mahasiswa. Aparat penegak hukum harus bertanggung jawab mengusut kasus ini sampai tuntas,” tegasnya.

Dengan terjadinya kasus ini, azis menuntut Bupati Kabupaten Bogor untuk mencopot kepala Satpol-PP Kabupaten Bogor karena dinilai telah gagal dan lalai dalam memberikan jaminan keamanan bagi mahasiswa dalam menyuarakan aspirasinya

“Mahasiswa itu bukan penjahat negara, yang harus dikeroyok dengan seenaknya saja. Kami menuntut kepada bupati Kabupaten Bogor untuk mengusut kasus ini sampai benar-benar terang,” ujarnya.

Azis juga menyerukan kepada entitas Mahasiswa untuk melakukan konsolidasi di masing-masing basis dan level pimpinan menyerukan aksi solidaritas atas terancamnya nilai demokrasi.

“Kepada seluruh entitas mahasiswa, mari kita rapatkan barisan dan melakukan konsolidasi di basis dan setiap level kepemimpinan untuk menyerukan aksi atas hancurnya demokrasi negeri ini”, pungkasnya. []


Illustrasi influencer



Jakarta, SNC - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin, menyayangkan langkah pemerintah yang diduga menggunakan influencer dan pendengung atau buzzer. Ia mengatakan langkah ini membuat demokrasi Indonesia menjadi rawan terjadi penyimpangan.

"Karena demokrasi tak berjalan dengan normal dan apa adanya. Demokrasi bisa dibajak dan dimainkan oleh para buzzer dan influencer tersebut," ujar Ujang saat dihubungi Tempo, Senin, 31 Agustus 2020.

Ia menegaskan demokrasi yang normal dan sehat tak membutuhkan buzzer dan influencer untuk menata dan mengelola pemerintahan. Karena itu, ia menilai tak pantas pemerintah menggiring opini dengan menggunakan buzzer dan influencer.

"Itu menandakan ketidakpercayaan diri pemerintah atas kinerja yang telah dilakukannya. Juga bisa mengarah ke manipulasi, karena jika kinerjanya buruk akan diolah oleh buzzer dan influencer agar terlihat bagus," kata Ujang.

Jika dibiarkan, Ujang mengatakan Indonesia akan kehilangan roh dan spirit untuk bekerja memberikan yang terbaik bagi negara ini. Kerja keras dan kebaikan akan tak lagi dihargai.

Dugaan penggunaan jasa buzzer atau pendengung hingga influencer yang dilakukan Istana, dilaporkan dalam Majalah Tempo edisi Senin, 31 Agustus 2020. Para buzzer dan influencer disebut digunakan untuk menggaungkan sejumlah isu di tengah masyarakat. Kakak sepupu Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Andi Wibowo, disebut-sebut memimpin tim media sosial pemerintah.

Dari info yang dihimpun, setelah Pemilihan Presiden 2019 usai, Andi disebut-sebut masih menjadi penghubung antara Jokowi dan tim media sosial. Andi disebut-sebut berkantor di Kantor Tim Narasi dan Komunikasi Digital Presiden di Lantai 2 Gedung Sekretariat Negara, Jakarta Pusat.

Isu yang digaungkan pun semakin meluas. Mulai terkait dengan pergantian pimpinan Komisi Pemilihan Korupsi (KPK) yang lalu, revisi Undang-Undang KPK, isu perombakan kabinet, hingga isu penanganan pandemi Covid-19 yang saat ini terjadi. (sanca)


Simak vidio berikut ini:



Budayawan Sujiwo Tejo saat silaturahmi dengan Menkopolhukam Mahfud MD di Yogya Sabtu petang (29/8). (Tempo/Pribadi Wicaksono)


Jakarta, SNC - Seniman dan budayawan Sujiwo Tejo mengungkapkan kesedihannya terkait pencalonan anak dan menantu Presiden Joko Widodo yang akan maju dalam Pilkada 2020. Seperti diketahui, putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming, dan menantunya, Bobby Nasution, kini tengah mencalonkan diri sebagai kepala daerah di Solo dan Medan.

Sujiwo pun mengungkapkan keprihatinan atas pencalonan kerabat Jokowi itu kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD ketika silaturahmi di warung makan milik seniman Butet Kartaradjesa, Bu Ageng di Yogyakarta pada Sabtu petang, 29 Agustus 2020.

"Kalau mau masyarakat kompak lagi, mbok anak sama mantunya (Presiden Jokowi) mundur dari pencalonan pilkada, Pak," kata pria berjuluk Presiden Jancuker itu kepada Mahfud MD.

Sujiwo Tejo menilai pencalonan dua keluarga Jokowi itu bisa memicu perpecahan di masyarakat. Terlebih ajang pilkada, menurutnya, juga tak bisa dipungkiri adalah ajang pertarungan modal. Siapa yang bermodal kuat maka akan menang.

Sujiwo mengatakan saat ini masyarakat dalam situasi pandemi Covid-19 yang makin rentan menyuburkan praktik politik uang dalam kontestasi itu. "Karena dengan (langkah mundur dari anak dan mantu Jokowi dari pilkada) itu, kita akan percaya lagi," ujar Sujiwo.

Sujiwo mengaku sebenarnya dia merasa sungkan untuk mengkritik Presiden Jokowi yang sudah dianggapnya sebagai sahabat baik. Apalagi Jokowi juga sempat hadir dan memberi selamat saat Sujiwo menikahkan anaknya.

"Makanya saya di periode kedua beliau ini juga tak pernah mengkritik, apa pernah saya mengkritik beliau?" tanya Sujiwo kepada Butet dan sejumlah seniman lain yang hadir dalam silaturahmi itu.Menkopolhukam Mahfud MD saat berdialog dengan sejumlah seniman di warung makan Bu Ageng milik seniman Butet Kartaradjesa saat di Yogyakarta, Sabtu (29/8). Tempo/Pribadi Wicaksono

Sujiwo mengaku sempat pula berdialog dengan mantan Menteri Kalautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti, yang merupakan menteri periode pertama pemerintahan Jokowi belum lama ini lewat aplikasi perpesanan. Ia mendapatkan jawaban serupa, dillansir tempo.

"Lima kali pesan dalam dua hari dari Bu Susi, katanya 'Mas Tejo, tolong you punya sahabat itu, kasih tahu bapak, itu yang Solo suruh mundur'," ujar Sujiwo menirukan pesan dari Susi Pudjiastuti.

Walau demikian, Sujiwo Tejo tak mempermasalahkan jika Gibran dan Bobby memang tak bisa menerima masukan mundur dari pilkada. Ia paham benar mencalonkan diri adalah hak tiap warga negara dan hak politik itu dilindungi hukum perundang-undangan. "Tapi kan, kalau nggak salah di atas hukum ada etika," ujar Sujiwo.

Sujiwo menuturkan ia kini prihatin saat ini dalam masyarakat kembali muncul rasa curiga lagi usai Presiden Jokowi menapaki periode kedua jabatannya. Padahal di awal tiga bulan pemerintahan periode kedua ini, Sujiwo melihat masyarakat masih cukup kompak dan saling bantu. Namun lama kelamaan menjadi saling curiga.

Mahfud MD pun hanya sedikit bersuara atas unek-unek Sujiwo Tejo itu. Menurutnya surat keputusan (SK) pencalonan anak dan mantu Jokowi sudah turun semua dari partai partai pengusungnya. Mahfud mengisyaratkan bakal susah untuk anak dan mantu Jokowi mundur dari kontestasi pilkada saat ini. "SK nya sudah turun," ujar Mahfud MD. (sanca)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.