Latest Post

 
Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan memberikan keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/4/2019).


JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Amnesty International membahas kasus penyerangan Novel Baswedan pada sesi dengar pendapat di Kongres Amerika Serikat, Kamis (25/7) pukul 10.00 waktu setempat atau pukul 21.00 waktu Indonesia.

Kasus itu menjadi salah satu topik pembahasan pada forum 'Human Rights in Southeast Asia: A Regional Outlook' di Subcommittee on Asia, the Pacific, and Nonproliferation House Foreign Affairs Committee.

Pembahasan ini dilakukan hampir sepekan setelah Tim Pencari Fakta yang dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian merilis hasil investigasi mereka selama enam bulan. Hasilnya: sejumlah rekomendasi dan “menyalahkan Novel Baswedan”.

Jauh hari sebelum pembahasan ini, Kongres AS ternyata sudah memberikan perhatian terhadap kasus Novel dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Ini termaktub dalam ringkasan laporan tahun 2018 tentang praktik HAM di Indonesia yang dirilis Maret 2019.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengaku sengaja mengangkat kasus Novel ke Amerika, bahkan juga ke Badan-badan PBB, dengan tiga alasan.

“Isu korupsi adalah isu global yang sangat penting. Kami menilai serangan yang ditujukan terhadap Novel Baswedan sangat memperlihatkan hubungan erat antara isu korupsi dan HAM,” ujar Usman dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Sanca News, Jumat (26/7) siang.

Usman menyebut, ada penyidik KPK selain Novel Baswedan yang juga diintimidasi dan diserang saat mengusut korupsi di sektor sumber daya alam. Ini tentunya jadi alasan Amnesty untuk mengalang dukungan bagi KPK dari dunia internasional.

Alasan kedua, kata Usman, serangan terhadap Novel tak cuma soal Novel belaka. Serangan ini mengindikasikan masalah serius yang mengancam kelanjutan pelaksanaan agenda reformasi di Indonesia khususnya dalam pemberantasan korupsi dan penegakan HAM.

Terakhir, kata Usman, kasus Novel adalah ancaman terhadap siapapun yang memperjuangkan tegaknya negara hukum yang bebas korupsi maupun kekerasan dan pelanggaran HAM.

“Kasus Novel harus jadi pemersatu kerja sama komponen bangsa. Bukan cuma aktivis antikorupsi, HAM, lingkungan dan kesetaraan gender tapi juga aktivis dan para penegak hukum dan pemerintahan,” jelas Usman.

Karena Pemerintah Tak Peka

Sejak awal, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana menilai ada konflik kepentingan serta independensi Polri dalam menangani kasus tersebut. Dua masalah ini jadi faktor penghambat dalam mengungkap kasus.

“Pemerintah tidak peka terhadap hal Ini. Bahkan presiden masih memberikan kesempatan kepada kepolisian yang terbukti gagal mengungkap kasus Novel,” ucap Arief saat dihubungi reporter Sanca News, Jumat (26/7).

Senada dengan Arif Maulana, Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati menyatakan dibahasnya kasus Novel di Kongres AS menunjukkan Polri tak serius mengusut kasus ini. Asfin juga menyebut pembahasan ini juga menjadi tamparan keras bagi pemerintah dan aparat penegak hukum.

“Ini menunjukkan bahwa komunitas internasional lebih peduli daripada pemerintah Indonesia dan berlarut-larutnya kerja Polri,” kata Asfinawati kepada reporter Sanca News.

Apa Dampaknya?

Pada sisi lain, Asfin menyebut pembahasan ini bisa bikin nama baik dan kepercayaan publik internasional kepada penegak hukum Indonesia menurun. Ini lantaran kasus Novel merupakan kasus HAM, dan kasus HAM adalah urusan semua umat manusia.

“Sekarang ini batas antar negara tidak membatasi orang. Bukan tidak mungkin orang dari negara lain berurusan dengan Polri,” ujar dia.

Dosen Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Arie Afriansyah tak menampik pandangan Asfin. Menurut Arie, pembahasan kasus Novel di Kongres AS menjadikan kasus tersebut diperhatikan dunia internasional.

“Biasanya jika negara besar menaruh perhatian artinya kasus itu dianggap penting,” kata Arie kepada reporter Sanca News, Jumat sore.

Arie tak mempersoalkan langkah Amnesty International Indonesia mengangkat kasus ini ke Kongres AS. Ia menekankan Amnesty atau AS tak bisa mengintervensi penegakan hukum di Indonesia, meski Indonesia harus tetap waspada.

“Proses hukum yang terjadi di Indonesia merupakan kewenangan mutlak negara ini, bukan tekanan dari Amnesty International maupun Amerika,” kata Arie.

Polisi Membela Diri

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra angkat bicara soal pembahasan kasus ini di Kongres AS. Menurut Asep, Polri sudah bekerja sejak Novel pertama kali disiram pada 11 April 2017.

“Pada prinsipnya semua ini sedang berproses. Pemerintah dalam hal ini juga sangat concern terhadap peristiwa tersebut,” ucap Asep di Mabes Polri, Jumat siang.

Menurut Asep, Polri bahkan sudah membentuk tim pencari fakta yang sudah menerbitkan hasil investigasi selama enam bulan. Pembentukan TPF yang hasilnya dinilai tak memuaskan publik dan hanya menyalahkan Novel-diklaim Asep jadi bukti Korps Bhayangkara berkonsentrasi mengungkap kasus ini.

“Tim Teknis sekarang akan kembali bekerja. Inilah bukti kesungguhan dan keseriusan kami, jadi tidak benar kalau kami tidak punya kemauan,” tutur alumnus Akpol 1994 ini. (Dkn).




Kutipan dari : Tirto






JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Seorang pria bernama Fahrizal (43) lompat dari atas tower setinggi 50 meter di Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur. Fahrizal tewas di lokasi akibat kejadian itu.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menyebut kejadian itu berlangsung sekitar pukul 11.35 WIB siang tadi. Lokasi kejadian di sebuah tower milik Indosat di Jalan Raya Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur.

"Sekitar jam 11.30 WIB, korban dan keponakannya melintas TKP dan korban langsung memanjat pagar tower untuk masuk ke area tower," kata Argo dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (26/7).

Argo menyebut saat itu saksi bernama Betty dan Saras bersama keponakan korban sudah mengingatkan korban agar tidak masuk ke area tower itu. Namun korban malah marah-marah dan tetap memasuki area tower.

"Menurut keterangan saksi Betty, saat itu korban langsung menaiki tower hingga hampir ujung tower, dengan tinggi sekira kurang-lebih 50 meter," ungkap Argo.

Argo mengatakan hanya korban yang naik ke atas tower tersebut. Setelah berada di atas tower, korban melompat ke bawah sehingga menyebabkannya meninggal dunia.

Polisi melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi. Sedangkan jenazah korban dibawa ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Dkn).

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan.


JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Tim Satuan Tugas (Satgas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar Operasi Tangkap (OTT), pada Jumat (26/7). Operasi kali ini dilakukan KPK di Kabupaten Kudus, ‎Jawa Tengah.

"Benar, KPK mengkonfirmasi telah melakukan kegiatan tangkap tangan di Kabupaten Kudus sejak Jumat siang ini," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, saat dikonfirmasi, Jumat (26/7).

Dari operasi senyap itu KPK mengamankan sembilan orang, termasuk Bupati Kudus Muhammad Tamzil, Staf dan ajudan Bupati, serta calon Kepala Dinas setempat.

Basaria mengatakan OTT tersebut dilakukan setelah pihaknya menerima informasi dari masyarakat.
"Setelah dilakukan pengecekan di lapangan terhadap bukti-bukti awal sehingga KPK segera melakukan tindakan cepat," katanya.

Basaria mengatakan transaksi suap itu dilakukan terkait dengan pengisian jabatan di Kabupaten Kudus. Tim juga mengamankan sejumlah uang, dalam OTT tersebut.

" Ada uang yang sudah diamankan oleh Tim KPK, yang masih dihitung. Kami menduga terjadi sejumlah pemberian terkait pengisian jabatan ini," kata Basaria.

Saat ini, lanjut dia, pihak-pihak yang diamankan dalam operasi senyap itu dibawa ke kantor kepolisian setempat untuk proses lebih lanjut. Saat ini, pemeriksaan intensif sedang dilakukan.

"Sesuai dengan mekanisme dan hukum acara yang berlaku, maka KPK diberikan waktu 24 jam untuk menentukan status perkara dan status hukum pihak-pihak yang diamankan, apakah memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai tersangk ataupun saksi," katanya.
(Dkn).

Ilustrasi

SOLOK, SANCA NEWS.COM - Walinagari Talang Babungo, Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar) berinisial Zt ditahan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Solok pada Rabu (24/7) malam. Zt sebelumnya ditetapkan tersangka atas kasus dugaan penyelewengan dana desa.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Solok Wahyudi Kuoso mengatakan Zt pada awalnya diperiksa sebagai saksi atas dugaan korupsi dana desa pada 2018. Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan cukup bukti maka penyidik menaikkan status Zt menjadi tersangka.

Ia menerangkan dari sembilan (9) proyek pembangunan yang ada di Nagari Talang Babungo tersebut, proyek yang dinyatakan selesai baru enam pembangunan sementara dua proyek lainnya tidak berjalan meski sudah dianggarkan, dan satu proyek diketahui mangkrak ketika berjalan.

"Zt ditahan pada Rabu malam (24/7), akibatnya negara mengalami kerugian sebesar Rp800 juta. Kini Zt ditahan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas II B Laing, Solok," kata Wahyudi di Solok.

Ia mengatakan Zt diduga menggunakan dana desa untuk kepentingan pribadi dengan melakukan penarikan anggaran tidak sesuai dengan ketentuan, sementara proyek tersebut tidak berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

Selain Zt, Bendahara Nagari Talang Babungo juga sudah ditetapkan tersangka lebih awal namun tidak dilakukan penahan, karena bersikap kooparatif selama penyelidikan. Sedangkan Zt diketahui selalu mangkir dan beralasan berada di luar kota.

"Hingga berkas rampung, tersangka ditahan di Lapas Kelas II B Laing, menjelang disidangkan di Pengadilan Tipikor Padang," ujarnya. (Dkn).






Sumber : Gatra


JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menjelaskan fenomena urban sprawl atau tipe perkembangan kota yang tidak terstruktur, mempengaruhi pembangunan DKI Jakarta di masa depan.

"Akibatnya muncul kemacetan, kepadatan, pengambilan air tanah berlebihan, sehingga kota ini makin lama makin crowded," ujar Yayat Supriatna, di Jakarta, Kamis.

"Itu mempengaruhi perencanaan dan pemanfaatan ruang yang tidak bersinergi," katanya lagi.

Urban sprawl muncul seiring pertumbuhan penduduk, urbanisasi dan berdiri pusat kegiatan masyarakat, gedung, apartemen, hotel hingga bertambah fasilitas jalan. Fenomena ini kerap dianggap sebagai gejala masyarakat modern akibat konsep pembangunan yang tidak terencana sebelumnya.

Yayat menyebutkan urban sprawl terjadi hampir merata di DKI Jakarta terutama pusat-pusat pertumbuhan baru, seperti kawasan dekat bandara maupun tepi pantai akibat lemah sistem perizinan pemerintah terkait penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB).

"Di Jakarta ini banyak bangunan atau perumahan yang tidak memiliki IMB, karena berdiri di atas tanah yang bukan miliknya," ujar dosen Fakultas Lanskap Arsitektur dan Teknologi Lingkungan tersebut.

Untuk mengendalikan urban sprawl, lanjut Yayat, pemerintah harus ketat dan selektif dalam mengeluarkan IMB. (Dkn).



 

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.