Latest Post

Foto coppy ijazah Jokowi-Hercules/Ist 


SURAKARTA — Ketua Umum DPP Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Hercules Rosario de Marshal bertemu dengan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di kediaman pribadinya di Jalan Kutai Utara 1, Kelurahan Sumber, Kota Solo, Selasa (15/4/2025).

 

Hercules tiba dengan mengendarai mobil bernomor polisi AD 1156 MK sekitar pukul 13.25 WIB. Setelah menunggu di ruang transit, Hercules langsung masuk ke kediaman Jokowi.

 

Hercules sempat bertemu dan berbincang cukup lama dengan Jokowi. Hercules keluar sekitar pukul 14.19 WIB, ia pun mengatakan bahwa kedatangannya ke sini hanya untuk bersilaturahmi.

 

"Silahturahmi saja. (Pembicaraan apa saja) Silahturahmi saja," terangnya saat ditemui, Selasa (15/4/2025).

 

Hercules menyebut bahwa Jokowi merupakan teman lama sejak menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

 

"Teman lama dari zaman menjadi gubernur (DKI Jakarta)," kata dia.

 

Hercules pun ikut menyoroti ada pihak-pihak yang menyebut kalau ijazah Jokowi palsu. Hercules dengan tegas menyampaikan bahwa ijazah Jokowi adalah benar.

 

"Itu ijazah apa, ijazahnya benar kok. Itu sudah pasti ijazahnya benar, orang wali kota, gubernur, presiden kox. Ngapain sih orang-orang itu, ijazah palsu, ijazah palsu, apa," jelasnya.

 

Hercules menegaskan kalau memang ijazahnya palsu tidak mungkin lah jadi wali kota, jadi gubernur, dan jadi presiden.

 

"Jadi nggak usah kita cari-cari masalah untuk bikin sensasi, bikin gaduh-gaduh gitu lah. Intinya ijazah itu mulai dari Wali Kota Solo, berati pakai ijazah kan. Habis Wali Kota Solo jadi Gubernur DKI Jakarta pakai ijazah kan, kox sekarang baru ributin palsu-palsu, kepalanya yang palsu," papar dia.

 

Saat disinggung besok akan ada massa yang datang ke sini (kediaman Jokowi), Hercules menanggapi dengan santai dan menyebut bahwa negara ini adalah negara hukum.

 

"Negara ini, negara hukum," tandasnya.

 

Diberitakan sebelumnya, sejumlah pengacara yang tergabung dalam Tolak Ijazah Palsu Usaha Gakpunya Malu (TIPU UGM) resmi melayangkan gugatan ijazah palsu Jokowi.

 

Gugatan itu didaftarkan langsung di Pengadilan Negeri (PN) Kota Surakarta, Senin (14/4/2025) siang.

 

Dari pantuan Suara.com, gugatan itu sudah teregistrasi dengan nomor 99/Pdt.G/2025/PN Skt.

 

Koordinator Tim TIPU UGM, Muhammad Taufiq menjelaskan gugatan ini melibatkan beberapa pihak, termasuk KPU RI, SMAN 6 Kota Solo, dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

 

"Kami menggugat karena menemukan fakta bahwa ijazah SMA Pak Jokowi tercatat dari SMAN 6 Solo, padahal teman seangkatannya memiliki ijazah dari SMPP," kata Taufiq kepada awak media.

 

Dia memaparkan, SMA Negeri 6 Solo turut menjadi tergugat karena klaim mereka atas kelulusan Jokowi.

 

Sementara itu, KPU RI dinilai kurang cermat dalam memverifikasi data pencalonan, hanya berdasar pada fotokopi legalisir. UGM juga digugat karena mengeluarkan ijazah sarjana kepada seseorang yang ijazah SMA-nya diragukan.

 

Tak hanya itu, Taufiq juga menyoroti penurunan marwah UGM, yang sebelumnya dikenal tegas dalam kasus plagiarisme.

 

"Dulu UGM mulia, sekarang kami pertanyakan mengapa memberikan gelar kepada Pak Jokowi," ujarnya.

 

Menurutnya, gugatan ini juga menjadi sanggahan atas klaim kemenangan Jokowi dalam gugatan serupa di Jakarta Pusat. Taufiq menegaskan, gugatan sebelumnya tidak masuk ke pokok perkara.

 

"Gugatan ini adalah pendidikan bagi masyarakat, bahwa pengadilan adalah tempat mencari keadilan, bukan sekadar menang atau kalah," tegas Taufiq.

 

Inti dari gugatan ini adalah tuduhan bahwa Jokowi mendaftarkan diri sebagai pejabat publik dengan cara yang tidak sah.

 

Taufiq menyatakan, jika terbukti ijazah palsu, maka jabatan Jokowi tidak sah, dan utang negara sebesar Rp 7.000 triliun harus ditanggung pribadi. (suara)




Oleh : Buni Yani

SETELAH bertahun-tahun nasib gugatan atas kepalsuan ijazah Jokowi semakin redup dan mulai dilupakan orang, tiba-tiba dalam beberapa pekan terakhir isu ini kembali meledak dan menjadi perbincangan para pengguna media sosial. Seperti biasa, Jokowi tetap bertahan dan menuduh orang-orang yang mempermasalahkan ijazahnya sebagai pemfitnah yang harus diproses hukum.

 

Pengacara Jokowi yang mendatangi kediamannya di Solo mengancam publik—publik anonim yang luas yang sedang menguji kesahihan klaim Jokowi secara sepihak tanpa menunjukkan ijazah asli yang dia punya. Publik menertawakan ancaman ini karena dianggap konyol dan tidak masuk akal. Karena bukankah masalah ini sangat sederhana dan tidak perlu harus menyewa pengacara segala. Jokowi cukup menunjukkan ijazahnya di hadapan wartawan dan para penuduh maka kasus ini langsung selesai.

 

Dua orang telah menjadi korban keengganan Jokowi menunjukkan ijazahnya. Korban pertama adalah Bambang Tri yang sangat yakin Jokowi tidak punya ijazah SMA. Korban kedua adalah Gus Nur dengan kasus yang kurang lebih sama dengan Bambang Tri. Para pengacara yang membela Bambang Tri dan Gus Nur mengatakan selama persidangan kedua terdakwa tersebut Jokowi sama sekali gagal menunjukkan ijazahnya.

 

Logisnya memang karena Bambang Tri menuduh Jokowi tidak punya ijazah SMA yang asli, maka Jokowi seharusnya menunjukkan ijazahnya. Namun ini tidak pernah terjadi di pengadilan. Bambang Tri malah dituntut dengan perkara lain yang tidak ada kaitannya dengan ijazah palsu yang dia tuduhkan ke Jokowi. Inilah yang membuat perkara ini menjadi aneh dan mengundang kecurigaan bahwa Jokowi memang tidak punya ijazah SMA.

 

Gugatan sejumlah aktivis di pengadilan Jakarta juga menemui jalan buntu. Para penggugat dan pengacara penggugat sangat kecewa karena hakim yang menyidangkan perkara kelihatan tidak netral dan melindungi Jokowi agar lolos dari jerat hukum. Jokowi yang menjadi obyek gugatan tidak pernah hadir dalam persidangan. Jokowi mengutus seseorang untuk mewakilinya namun sama sekali tidak membawa surat kuasa. Jokowi tidak hadir, dan ijazah yang menjadi obyek perkara tidak pernah ditunjukkan.

 

Para aktivis yang melakukan gugatan memang sadar bahwa usaha mereka akan sangat susah waktu itu karena Jokowi masih sangat kuat. Jokowi masih menjadi presiden. Sudah menjadi pengetahuan umum selama 10 tahun berkuasa secara zalim, Jokowi menekuk hukum sedemikian rupa untuk kepentingan politik sempitnya.

 

Semua perangkat dan institusi hukum dia kuasai. Kelompok yang mendukungnya—seperti para begundal dan buzzer—kebal hukum meskipun nyata-nyata melanggar hukum. Sementara kelompok yang dianggap lawan politik, tidak punya salah pun dicari-cari salahnya—dan harus salah—meskipun sesungguhnya sama sekali tidak bersalah. UU ITE dijadikan senjata oleh Jokowi untuk menggasak para aktivis dan menjebloskan mereka ke dalam penjara.

 

Keculasan Jokowi dalam bidang hukum ini sudah menjadi pengetahuan umum. Jokowi sama sekali tidak mempunyai niat—apa lagi visi besar—untuk menjadikan hukum sebagai alat penegakan hukum dan keadilan. Sebaliknya, Jokowi menjadikan hukum sebagai instrumen politik untuk agenda sempit dia yang penuh kezaliman.

 

Karena kuatnya Jokowi inilah maka perlawanan para aktivis hampir tak punya efek. Jokowi terus melaju dengan kezalimannya mengangkangi hukum. Jangankan kasus ijazah palsu yang langsung menyasar dirinya, kasus-kasus umum lainnya bila menyangkut kepentingan gerombolannya akan langsung dibuat kandas dengan segala rekayasa. Kondisi ini berlangsung sampai dia turun jabatan.

 

Namun sekian minggu terakhir ini dunia media sosial kembali digemparkan oleh seseorang yang memiliki kemampuan dalam bidang forensik digital. Dia mampu menelusuri file video dan gambar dan bisa menentukan apakah sebuah video atau gambar sudah diubah atau masih asli. Dia mampu menemukan bahwa ijazah Jokowi 100 persen palsu.

 

Dia mendapatkan akses ke skripsi S1 Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM. Dia menemukan bahwa lembar pengesahan skripsi aneh. Halaman ini dicetak menggunakan font Times New Roman. Skripsi Jokowi selesai dibuat tahun 1985, padahal font Times New Roman baru masuk Microsoft Word pada tahun 1992. Ini tentu aneh dan janggal—yang menghasilkan kesimpulan pasti skripsi Jokowi dibuat pada tahun 1992 atau setelahnya.

 

Tidak cuma itu, pada lembar pengesahan ini dosen pembimbing dan penguji tidak membubuhkan tanda tangan—hal yang tidak mungkin terjadi di UGM. Foto Jokowi di ijazah mengenakan kacamata, padahal UGM mempunyai peraturan melarang calon wisudawan mengenakan kacamata. Alhasil kejanggalan-kejanggalan ini menimbulkan kecurigaan bahwa ijazah S1 Jokowi memang palsu.

 

Hal-hal aneh dan janggal ini membuat banyak orang mengaitkannya dengan usaha Jokowi membuat Omnibus Law—salah satu produk UU paling zalim yang dibuatnya—yang berusaha menghapuskan pidana terhadap pemalsu ijazah. Jadi, kata banyak orang dengan penuh curiga, usaha Jokowi untuk melindungi dirinya dari jerat pidana ijazah palsu dia antisipasi dengan perubahan UU.

 

Publik semakin yakin ijazah Jokowi memang palsu karena ahli forensik digital tersebut mendapatkan teror yang tidak ringan. Kaca mobilnya dipecahkan dan ban disayat sampai kempes sehingga mobil tersebut tidak bisa dipakai. Publik sangat yakin bahwa teror pengecut ini ada kaitannya dengan gencarnya si ahli forensik digital dalam mengungkapkan palsunya ijazah Jokowi—meskipun sejauh ini publik belum punya bukti nyata.

 

Saya dari dulu sama sekali tidak pernah tertarik dengan urusan ijazah palsu Jokowi. Karena tidak saja isu ini tidak bermutu dan memalukan bila ternyata benar, tetapi juga karena beberapa orang alumni UGM di Fakultas Kehutanan mengatakan Jokowi memang pernah terlihat kuliah di sana. Satu orang pengusaha bidang perkayuan mengatakannya secara langsung kepada saya, sementara dua orang lainnya disampaikan lewat sumber yang bisa dipercaya. Karena alasan inilah maka saya berpikir kemungkinan besar Jokowi memang tamat dari Fakultas Kehutanan UGM.

 

Namun derasnya informasi dalam beberapa pekan terakhir ini, terutama yang berkaitan dengan pengujian foto ijazah Jokowi menggunakan aplikasi tertentu yang hasilnya foto itu ternyata bukan foto Jokowi tetapi foto orang lain, membuat saya berubah pikiran. Karena dari orang-orang yang bersaksi bahwa Jokowi memang sempat kuliah di Fakultas Kehutanan UGM, tidak ada yang secara sepesifik mengetahui dan berani menjamin Jokowi memang tamat kuliah. Pernah kuliah dan wara-wiri di kampus tidak menjamin seseorang pasti tamat dan punya ijazah.

 

Jokowi seharusnya membuat masalah jadi sederhana untuk menghentikan ribut-ribut tidak bermutu ini. Yaitu tunjukkan ijazah asli dengan mengundang para penuduh dan wartawan. Sesederhana itu. Semakin Jokowi mengelak, apa lagi dengan menyewa pengacara untuk menggertak publik, maka semakin yakinlah masyarakat memang ijazah Jokowi palsu adanya.

 

Jokowi harus berani menerima rombongan aktivis yang akan bertandang ke rumahnya di Solo dalam waktu dekat. Mumpung hari baik bulan Syawal, Jokowi harus membuka rumahnya untuk kelompok ini, sama seperti dia sangat bangga menerima ratusan bahkan ribuan warga yang mengunjunginya setiap hari. Jokowi tidak perlu takut kalau memang benar. Kenapa harus menolak tamu yang datang baik-baik untuk klarifikasi ijazah.

 

Hal yang sama juga berlaku untuk UGM. UGM harus menerima rombongan aktivis yang akan mengklarifikasi ijazah Jokowi. Bila ijazah Jokowi memang palsu, UGM harus bertanggung jawab. UGM harus melaporkan dan memproses hukum semua pihak yang terlibat dalam kejahatan pemalsuan ijazah.

 

Kebenaran harus diungkap apa pun risikonya. Kita adalah bangsa besar yang tidak tunduk pada kejahatan dan kezaliman terorganisir. Apa lagi cuma teror receh. (*)


Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka 


JAKARTA — Isu keaslian ijazah Presiden Jokowi terus mencuat ke publik. Kali ini, kritik datang dari akademisi Universitas Indonesia (UI), Ronnie H. Rusli.

 

Ronnie menilai persoalan ijazah Jokowi yang belum ditunjukkan secara terbuka merupakan pertanyaan publik yang terus menggantung.

 

“Presiden Prabowo bisa perintahkan Wapres (anaknya Jokowi) untuk bantu urus Ijazah Drs dan Ir Bapaknya dari UGM yang hilang,” sindir Ronnie di X @Ronnie_Rusli (14/4/2025).

 

Ia menyampaikan harapan agar ijazah tersebut segera ditemukan dan bisa dibuktikan keasliannya secara legal sebagai ijazah resmi dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

 

Dikatakan Ronnie, tidak seharusnya persoalan seperti ini menjadi rumit, apalagi jika memang tak ada yang perlu disembunyikan.

 

Ia menyebut bahwa saat ini Jokowi sudah bukan lagi Presiden RI dan statusnya kembali sebagai warga negara biasa.

 

“Kenapa cuma soal ijazahnya dia sendiri musti berbelit-belit, bersilat lidah untuk pertanyaan yang sudah jadi public domain. Tunjukkan saja kepada wartawan untuk difoto dari dekat,” tegasnya.

 

Ronnie berharap, dengan ditunjukkannya ijazah asli tersebut, polemik bisa segera diselesaikan.

 

“Sebagai rakyat biasa, yaa tunjukin saja ijazah UGM-nya. Selesai dan closed for good,” pungkasnya.

 

Sebelumnya, Politikus PDIP, Ferdinand Hutahean, turut menyoroti polemik seputar keaslian ijazah Presiden ke-7 RI, Jokowi.

 

Ia menilai, isu tersebut seharusnya tidak perlu berlarut-larut jika disikapi secara terbuka.

 

Apalagi, baru-baru ini mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar menantang Universitas Gajah Mada (UGM) untuk mengungkap data Kuliah Kerja Nyata (KKN) Jokowi.

 

"Polemik soal ijazah Jokowi ini kan sebetulnya hal mudah diselesaikan. Mengapa ini berlarut-larut, bertahun-tahun tidak tuntas?," ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Kamis (10/4/2025).

 

Dikatakan Ferdinand, penyelesaian mengenai isu keaslian ijazah Jokowi sangat mudah jika ada keinginan untuk mengakhiri. 

 

"Tidak perlu harus si A membantah, teman inilah, inilah, semuanya kan membuat semakin membuat kontroversi di tengah publik," lanjutnya.

 

Ferdinand mengatakan bahwa apa yang dilakukan Rismon Sianipar merupakan bagian dari mencari kebenaran atas apa yang selama ini diperdebatkan.

 

"Karena bagaimanapun Jokowi pernah menjadi Presiden Indonesia 10 tahun. Artinya, syarat legal dia menjadi Presiden itukan dipertanyakan publik sekarang soal ijazahnya dan juga penggunaan gelar," sebutnya.

 

Ditekankan Ferdinand, jika saja Jokowi menggunakan gelar yang tidak sesuai dengan ijazahnya, maka ia telah melakukan tindak pidana.

 

"Karena kalau penggunaan gelar tidak sesuai dengan ijazah, kan itu pidana sebetulnya. Kalau memang dia tidak insinyur tapi menggunakan insinyur, itu pidana," tegasnya. (*)


Said Didu 

 

JAKARTA — Aktivis senior Muhammad Said Didu menanggapi polemik ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo alias Jokowi, dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang diduga palsu.

 

Said Didu menilai cukup mudah menyelesaikan kasus ijazah Jokowi dari UGM, "Tinggal tunjukkan - selesai," kata Said Didu dikutip dari akun media X pribadinya, Senin 14 April 2025.

 

Cuitan Said Didu ini memperoleh banyak respons warganet.

 

"Jokowi nggak berani menunjukkan, karena ijazahnya palsu," kata @AbdRach***

 

Sementara mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menyakini ijazah Jokowi asli.

 

"100 juta persen ijazah Jokowi asli tidak perlu diragukan. Dan yang mempermasalahkan itu harus dipidana," tulisnya.

 

Jokowi sendiri menegaskan bahwa ijazahnya merupakan keluaran Universitas Gadjah Mada (UGM) dan menyatakan akan mengambil langkah hukum terkait tuduhan ijazah palsu yang terus beredar.

 

Pernyataan ini disampaikan Jokowi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, pada Jumat 11 April 2025.

 

"Iya, dipertimbangkan untuk dikaji lebih dalam oleh pengacara karena memang sudah disampaikan oleh Rektor UGM dan sudah disampaikan yang terakhir oleh Dekan Fakultas Kehutanan yang sudah jelas semuanya," kata Jokowi.

 

Ia menambahkan bahwa isu tuduhan ijazah palsu tersebut terus berkembang meskipun telah menang dalam gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

 

"Ya kita ingin menunjukkan bahwa betul-betul kita ini kuliah di Fakultas Kehutanan," ujarnya.

 

Jokowi juga memastikan ijazahnya dikeluarkan oleh Universitas Gadjah Mada. (rmol)


Ustaz Dasad Latif (foto: Instagram) 

 

MAKASSAR — Penetapan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, sebagai tersangka kasus korupsi langsung mengundang reaksi keras dari berbagai pihak.

 

Salah satunya datang dari seorang pendakwah kondang asal Sulawesi Selatan, Ustaz Das'ad Latif. Lewat pernyataannya, ia mengkritik tajam perilaku pejabat yang seharusnya menjadi simbol keadilan.

 

“Yang mulia ternyata maling,” sindir Ustaz Das’ad, menanggapi kasus yang tengah menghebohkan dunia peradilan tersebut.

 

Tak berhenti di situ, ia juga menyebut perilaku seperti itu sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat dan hukum.

 

“Tikus kantor sok berdasi,” lanjutnya, menekankan bahwa jabatan dan pakaian rapi tak menjamin integritas seseorang.

 

Sebagai tokoh agama yang dikenal lantang dalam menyuarakan kritik sosial, Ustaz Das’ad mengajak publik untuk tidak lagi menutup mata terhadap oknum yang mencederai kepercayaan rakyat.

 

Sebelumnya, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, resmi ditahan bersama tiga orang lainnya terkait dugaan suap dan gratifikasi dalam penanganan perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan produk turunannya.

 

Penetapan keempat tersangka dilakukan usai penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) melakukan serangkaian penggeledahan di lima titik berbeda di wilayah Jakarta, Jumat (11/4/2025).

 

Dari penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang tunai dalam berbagai mata uang, di antaranya SGD 40.000, USD 5.700, 200 Yuan, serta lebih dari Rp150 juta dalam pecahan rupiah.

 

“Penyitaan juga dilakukan terhadap beberapa kendaraan mewah dari kediaman tersangka berinisial AR, seorang advokat. Di antaranya adalah Ferrari Spider, Nissan GT-R, dan Mercedes Benz,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam keterangan pers pada Sabtu malam (12/4/2025).

 

Selain MAN dan AR, dua tersangka lain adalah WG, yang menjabat Panitera Muda Perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, serta MS, juga berprofesi sebagai pengacara. 

 

Mereka diduga menerima uang suap senilai total Rp60 miliar untuk mempengaruhi putusan dalam perkara besar tersebut.

 

Kasus yang mereka tangani melibatkan tiga korporasi raksasa di industri sawit, Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.

 

Ketiganya sebelumnya dituntut membayar kerugian negara hingga Rp17 triliun.

 

Namun, dalam putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, ketiganya dibebaskan dari segala tuntutan hukum meskipun terbukti secara materiil melakukan perbuatan yang didakwakan.

 

Putusan tersebut mengacu pada asas ontslag van alle recht vervolging, atau lepas dari segala tuntutan hukum.

 

Tim penyidik meyakini putusan itu tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan hasil dari praktik suap yang kini tengah diusut secara mendalam. (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.