Latest Post

Foto: akun X @hnirankara 

JAKARTA — Politikus PDIP Ferdinand Hutahean turut menyoroti polemik seputar keaslian ijazah Presiden Jokowi. Ia menilai, persoalan ini tak perlu berlarut-larut jika disikapi secara terbuka.

 

Apalagi, baru-baru ini mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar menantang Universitas Gajah Mada (UGM) mengungkap data Kuliah Kerja Nyata (KKN) Jokowi.

 

"Polemik soal ijazah Jokowi ini kan sebetulnya hal mudah diselesaikan. Mengapa ini berlarut-larut, bertahun-tahun tidak tuntas?," ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Kamis (10/4/2025).

 

Dikatakan Ferdinand, penyelesaian mengenai isu keaslian ijazah Jokowi sangat mudah jika ada keinginan untuk mengakhiri.

 

"Tidak perlu harus si A membantah, teman inilah, inilah, semuanya kan membuat semakin membuat kontroversi di tengah publik," lanjutnya.

 

Ferdinand mengatakan bahwa apa yang dilakukan Rismon Sianipar merupakan bagian dari mencari kebenaran atas apa yang selama ini diperdebatkan.

 

"Karena bagaimanapun Jokowi pernah menjadi Presiden Indonesia 10 tahun. Artinya, syarat legal dia menjadi Presiden itukan dipertanyakan publik sekarang soal ijazahnya dan juga penggunaan gelar," sebutnya.

 

Ditekankan Ferdinand, jika saja Jokowi menggunakan gelar yang tidak sesuai dengan ijazahnya, maka ia telah melakukan tindak pidana.

 

"Karena kalau penggunaan gelar tidak sesuai dengan ijazah, kan itu pidana sebetulnya. Kalau memang dia tidak insinyur tapi menggunakan insinyur, itu pidana," tegasnya.

 

"Jadi, apa yang dilakukan Rismon dan kawan-kawannya yang lain, ini kan mencari kebenaran," tambahnya lagi.

 

Lebih jauh, Ferdinand menuturkan bahwa langkah Rismon maupun beberapa yang lainnya termasuk lumrah. Mengingat, Jokowi merupakan mantan Presiden dua periode.

 

"Kalau dia rakyat biasa, jelata, tidak mungkin ada yang mempermasalahkan. Tapi karena pernah menjadi Presiden, rakyat ingin mencari kebenaran," cetusnya.

 

Ferdinand bilang, kebenaran mengenai keaslian ijazah yang terus diperdebatkan itu hanya ada pada tangan Jokowi.

 

"Jadi semakin Jokowi tidak mau membuka kebenaran ijazahnya, publik akan semakin bertanya-tanya dan menjadi polemik di negara kita," tandasnya.

 

"Masa Jokowi mau membiarkan soal ijazahnya menjadi kontraversi di tengah bangsa sih. Gimana sih Jokowi ini," kuncinya.

 

Sebelumnya, isu mengenai keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali mencuat, kali ini datang dari mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar.

 

Melalui pernyataannya, Rismon menantang Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk membuka data akademik terkait lokasi Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang pernah dijalani Jokowi semasa menjadi mahasiswa.

 

"Mohon UGM Yogyakarta spil data akademik dimana desa, kec, dan kab bapak Joko Widodo melaksanakan KKN (kuliah kerja nyata)," ujar Rismon di X @SianiparRismon (10/4/2025).

 

Rismon mengatakan, dirinya akan mengunjungi kampus UGM pada 15 April 2025.

 

Ia berencana menelusuri langsung ke lapangan lokasi yang disebut dalam data tersebut.

 

“Agar saya tinjau langsung ke lokasi saat saya ke UGM tanggal 15 April ini," ucapnya.

 

Menurut Rismon, KKN merupakan salah satu syarat mutlak kelulusan mahasiswa UGM sejak tahun 1979.

 

Ia menyatakan bahwa tidak mungkin seorang mahasiswa bisa lulus tanpa menyelesaikan program tersebut.

 

“Sejak 1979, mustahil seorang mahasiswa UGM lulus tanpa melaksanakan KKN,” tandasnya.

 

Sementara itu, pegiat media sosial bercentang biru di X, @hnirankara, mengungkap temuannya soal polemik ijazah Jokowi.

 

"Nemu konten tentang ijazah palsu jokowi, yang ini sangat menarik. Tanggal pengesahan skripsi 14/11/1985, tapi tanggal ijazah 5/11/1985. Jadi, apakah ada manipulasi?," tulis akun tersbeut sembari membagikan foto dimaksud. (fajar)


Joko Widodo/Ist 

 

JAKARTA — Pengamat politik Rocky Gerung kembali melontarkan kritik tajam menanggapi situasi terkini negeri ini yang oleh banyak pihak disebut sebagai "Indonesia gelap".

 

Menurutnya, praktik kekuasaan yang dilakukan di era Presiden ke-7 RI, Joko Widodo alias Jokowi, telah merusak tatanan demokrasi dan meredupkan cahaya konstitusi.

 

“Kita sebut Indonesia gelap karena memang Presiden Jokowi menggelapkan konstitusi," kata Rocky lewat kanal YouTube miliknya, Kamis 10 April 2025.

 

Ia menuding langkah Jokowi dalam mengatur suksesi kekuasaan sarat kepentingan pribadi dan keluarga. Proses politik yang mestinya dijalankan secara adil dan demokratis, justru dimanipulasi demi mengamankan posisi politik sang anak.

 

“Presiden Jokowi menghalangi cahaya konstitusi sehingga Indonesia jadi gelap supaya kasak kusuk yang disebut cawe-cawe itu berhasil diloloskan untuk proyek anaknya 2029," tegas Rocky.

 

Dia menegaskan bahwa kritik yang disuarakan selama ini bukan berdasarkan dendam pribadi terhadap Jokowi maupun Presiden Prabowo Subianto.

 

Kritik tersebut, menurutnya, lahir dari analisis mendalam terhadap situasi ekonomi-politik Indonesia yang sedang mengalami turbulensi.

 

Ia mengingatkan bahwa pemerintahan akan kehilangan arah jika analisis kebijakan hanya dikendalikan oleh buzzer atau lembaga survei pesanan. Di situlah peran oposisi menjadi penting sebagai penyeimbang dan pengingat.

 

“Jadi kejujuran oposisi itu adalah bertengkar secara argumentatif dan itu yang saya promosikan terus," tandas dosen ilmu filsafat yang pernah mengajar di Universitas Indonesia itu.

 

Rocky juga mengapresiasi langkah Presiden Prabowo yang mulai membuka ruang diskusi dengan para tokoh kritis. Ia memuji Prabowo sebagai pemimpin yang paham pentingnya membangun dialog untuk mencari jalan keluar dari berbagai jebakan politik masa lalu. (rmol)



 

JAKARTA — Advisor Defense Diplomacy Strategic Forum Mayjen TNI (Purn) Rodon Pedrason sempat menyinggung persoalan organisasi masyarakat (ormas) yang menolak dwifungsi namun berperan layaknya prajurit berseragam militer.

 

Selain menyentil soal ormas yang berseragam militer, Rodon juga turut menyinggung soal dwifungsi TNI dalam pemerintahan dan isu soal pelarangan bagi eks prajurit TNI untuk berbisnis.

 

Hal tersebut dia sampaikan saat hadir dalam rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Komisi I DPR RI pada Senin (3/3/2025) lalu.

 

Diketahui, Rodon diundang bersama Teuku Rezasyah perwakilan Indonesia Centre for Democracy Diplomacy and Defence serta Kusnanto Anggoro dari Centre for Geopolitics Risk Assessment.

 

Pada kesempatan tersebut, Rodon lalu menyindir ormas-ormas yang kerap menggunakan seragam ala militer sebagai identitas mereka. Namun, di sisi lain banyak pihak justru menolak adanya keterlibatan anggota TNI di berbagai lapisan kehidupan masyarakat termasuk pemerintahan.

 

"Nah ini lihat menurut saya munafik juga (saat) kita katakan enggak setuju militer terlibat di berbagai kehidupan sehari-hari tapi ormas-ormas berseragam ala militer (sampai) ada pangkatnya," kata Rodon dikutip Monitorindonesia.com, Kamis (3/4/2025).

 

"Ini mereka (anggota ormas) tiba-tiba dengan semua atribut itu bergaya ala militer. Tapi tiba-tiba muncul ada berita antagonis bahwa mereka enggak setuju militer ada di pemerintahan sementara mereka bermain seperti itu," timpalnya.

 

Rodon menegaskan bahwa pemerintah seharusnya bisa dengan tegas menumpas ormas-ormas yang memanfaatkan atribut militer sebagai identitas mereka.

 

"Kalau saya personal berpikir orang-orang seperti ormas ini kita tumpas saja tidak boleh berpakaian militer. Coba sama dengan orang ormas misal pakai atribut anggota DPR kan kita enggak terima. Orang (jadi) DPR begitu susah persyaratan kampanye segala macam tiba-tiba mereka menggunakan atribut itu," beber Rodon.

 

Menurutnya, orang yang menjadi tentara membutuhkan latihan yang tidak sebentar. Perlu latihan dasar empat tahun, kemudian ada pendidikan khusus perwira, ada sesko, ada juga Lemhanas untuk bisa kesitu.

 

Lantas Rodon juga sempat menyampaikan perihal UU TNI terkait dengan jabatan yang bisa diisi oleh TNI.

 

Menurutnya, aturan tersebut harus diperbarui agar tak menimbulkan polemik.

 

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, menurut dia, TNI merupakan alat pertahanan negara yang menjaga tentang kepentingan nasional, yaitu tentang kedaulatan negara keutuhan wilayah dan keselamatan anak bangsa.

 

Landasan hukum

Penggunaan seragam bergaya militer oleh ormas di Indonesia memiliki landasan hukum yang kompleks.

 

Meskipun kebebasan berserikat dijamin oleh konstitusi, penggunaan seragam yang menyerupai seragam militer dapat menimbulkan keresahan di masyarakat.

 

Hal ini berpotensi melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan yang ada.

 

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membubarkan ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan mengancam keamanan negara.

 

Penggunaan atribut yang menimbulkan keresahan publik dapat menjadi alasan bagi pemerintah untuk melakukan tindakan tegas.

 

Berikut beberapa peraturan perundang-undangan yang relevan dalam konteks ini adalah:

 

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013: Meskipun tidak secara eksplisit melarang penggunaan seragam bergaya militer, undang-undang ini memberikan dasar bagi pemerintah untuk membubarkan ormas yang dianggap mengancam keamanan negara.

 

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017: Peraturan ini memperkuat kewenangan pemerintah dalam mengawasi dan membubarkan ormas yang melanggar hukum, termasuk yang menggunakan atribut provokatif.

 

Pasal 59 Ayat 1b UU No. 17 Tahun 2013: Pasal ini melarang penggunaan atribut militer oleh warga sipil dan ormas, meskipun perlu konfirmasi lebih lanjut mengenai keberadaannya setelah perubahan UU.

 

Peraturan Internal TNI: TNI memiliki peraturan yang melarang penggunaan seragam dan atribut militer oleh sipil, dengan sanksi bagi pelanggar.

 

Sementara itu, penggunaan seragam bergaya militer oleh ormas tidak hanya menimbulkan pertanyaan hukum tetapi juga berpotensi menimbulkan berbagai implikasi sosial:

 

Potensi Pelanggaran Hukum: Penggunaan seragam yang menyerupai seragam militer dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum, terutama jika menimbulkan keresahan masyarakat atau disalahgunakan untuk tujuan yang melanggar hukum.

 

Ancaman Stabilitas:

Ormas yang menggunakan seragam bergaya militer dapat menciptakan kekhawatiran di masyarakat, terutama jika terkait dengan potensi kekerasan atau intimidasi.

 

Penyalahgunaan Nama Baik: Penggunaan seragam yang mirip dengan seragam militer dapat memberikan kesan bahwa ormas tersebut memiliki dukungan dari institusi militer, yang dapat menyesatkan opini publik.

 

Penegakan hukum terkait penggunaan seragam bergaya militer oleh ormas menjadi tanggung jawab beberapa pihak, termasuk:

 

Kepolisian: Bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban umum dan menindak pelanggaran hukum yang terjadi.

 

TNI: Memastikan bahwa peraturan internal terkait penggunaan atribut militer diikuti oleh masyarakat.

 

Pemerintah: Melalui Kementerian Dalam Negeri, pemerintah memiliki kewenangan untuk mengawasi dan mengambil tindakan terhadap ormas yang melanggar hukum.

 

Dengan adanya berbagai regulasi dan kewenangan penegakan hukum yang ada, penggunaan seragam bergaya militer oleh ormas di Indonesia menjadi isu yang perlu ditangani dengan serius.

 

Kejelasan regulasi dan penegakan hukum yang konsisten sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan dan menjaga stabilitas sosial. (*)


Pempred Beritaeditorial.com, Afridon di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Padang melayangkan surat resmi ke Kakanwil Ditjen Pemasyarakatan Sumatera Barat, Rabu, 9 April 2025/Ist


PADANG — Dugaan praktik bisnis makanan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Padang mencuat ke publik setelah wartawan media Beritaeditorial.com, Afridon, melayangkan surat resmi kepada Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Ditjen Pemasyarakatan Sumatera Barat, Marselina Budinengsih. Rabu, 9 April 2025.

 

Dalam surat tersebut, Afridon menyampaikan rasa prihatinnya atas tidak adanya respons dari Kepala Lapas maupun Kepala Pengamanan Lapas, Gologo Sakti terhadap upaya konfirmasi yang dilakukannya sebelumnya, baik melalui pesan singkat maupun panggilan telepon.

 

Afridon mengungkapkan, berdasarkan hasil pantauannya pada Selasa, 8 April 2025, ada dugaan petugas tengah menjalankan bisnis makanan di dalam lapas. Ia menyebut, harga seporsi ayam yang diberikan kepada narapidana mencapai Rp35 ribu, angka yang dinilai sangat memberatkan narapidana dan keluarganya.

 

“Banyak keluhan dari narapidana soal harga makanan yang tinggi dan seolah ‘wajib’ diambil. Dugaan kami, ada praktik bisnis yang berjalan tanpa pengawasan ketat,” ungkap Afridon dalam keterangannya.

 

Afridon pun menanyakan langsung kepada Kakanwil Dirjenpas Sumbar, apakah benar ada petugas yang diperbolehkan menjalankan bisnis makanan di lingkungan rutan, serta bagaimana mekanisme pengadaan makanan tambahan bagi para narapidana.

 

Dalam surat tersebut, Afridon juga menembuskan laporan ke beberapa instansi terkait, termasuk Direktorat Jenderal Imigrasi dan Pemasyarakatan RI, yang saat ini berada di bawah koordinasi Komjen Pol Drs. Agus Andrianto, SH, MH, serta kepada Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat, sebagai bentuk pengawasan terhadap pelayanan publik.

 

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Lapas Kelas IIB Padang maupun Kakanwil Dirjenpas Sumatera Barat kepada redaksi Beritaeditorial.com akan terus menelusuri dan mengawal isu ini  demi terwujudnya transparansi dan keadilan dalam sistem pemasyarakatan. (**)


Fotokopi ijazah S1 Kehutanan Presiden ke-7 RI Joko Widodo/Ist 


JAKARTA — Polemik yang sedang berlangsung terkait keaslian ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo alias Jokowi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali disoroti oleh Rismon Hasiholan Sianipar.

 

Menurutnya, publik berhak mengetahui keabsahan ijazah presiden yang telah menjabat dua periode tersebut. Keengganan Jokowi memperlihatkan ijazah asli dinilai sebagai sikap pengecut.

 

Rismon pun menantang UGM untuk membuktikan Jokowi benar-benar telah mengikuti rangkaian perkuliahan, termasuk pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan ujian skripsi.

 

"Mohon UGM spill (memberikan informasi) data akademik di mana desa, kecamatan dan kabupaten bapak Joko Widodo melaksanakan KKN agar saya tinjau langsung ke lokasi saat saya ke UGM tanggal 15 April ini," katanya lewat akun X, Rabu, 9 April 2025.

 

Rencananya sekelompok aktivis akan mendatangi UGM pada 15 April mendatang. Mereka akan menghadiri halal bihalal sekaligus melakukan aksi sebagai bentuk desakan kepada UGM agar membuka secara terang-benderang data keaslian ijazah Jokowi.

 

Aktivis menantang Rektor UGM dan jajaran fakultas kehutanan untuk membuka dokumen asli ijazah dan menghadirkan saksi ahli guna menguji keabsahannya secara terbuka.

 

"Sejak 1979, mustahil seorang mahasiswa UGM lulus tanpa melaksanakan KKN," tegas Rismon yang juga Mantan dosen Universitas Mataram itu. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.