Latest Post

Pengamat Kebijakan Publik, Gigin Praginanto 

 

JAKARTA — Pengamat Kebijakan Publik, Gigin Praginanto, mengkritik keras meningkatnya kampanye anti-mahasiswa yang dilakukan oleh militer. Gigin mengatakan, tindakan ini sebenarnya merusak citra tentara sebagai penjaga kedaulatan negara dan memiliki potensi untuk menjadikan mereka sebagai alat politik bersenjata yang dibiayai oleh rakyat.

 

"Semakin sering tentara melancarkan kampanye anti-mahasiswa demonstran, keberadaannya sebagai penjaga kedaulatan negara akan semakin tenggelam. Citranya pun berubah menjadi kelompok politik bersenjata," ujar Gigin di X @giginpraginanto (29/3/2025).

 

Ia juga memperingatkan bahwa jika Presiden terpilih Prabowo Subianto bersikeras melanjutkan militerisasi dan polisinisasi pemerintahan, Indonesia akan menghadapi konsekuensi serius di kancah internasional.

 

“Bila Prabowo ngotot melanjutkan militerisasi dan polisinisasi pemerintahan, Indonesia akan terkucil dari pergaulan dunia,” tegasnya.

 

Lebih lanjut, Gigin mengkhawatirkan bahwa kebijakan tersebut dapat membuka pintu bagi kelompok-kelompok ilegal untuk semakin menguasai Indonesia.

 

Ia menyinggung kemungkinan dominasi mafia judi, perdagangan manusia, dan perampokan kekayaan alam di tanah air, mirip dengan kondisi yang terjadi di Kamboja.

 

“Jika ini terus dibiarkan, maka mafia judi, perdagangan manusia, penjual organ tubuh, dan perampok kekayaan alam akan mendominasi investasi di Indonesia, seperti yang terjadi di Kamboja,” tambahnya.

 

Gigin menyamakan kondisi Indonesia saat ini dengan Myanmar, di mana militer memiliki kendali yang kuat atas kehidupan sipil dan demokrasi terus mengalami kemunduran.

 

"Indonesia sekarang setara dengan Myanmar, di mana militer menguasai ruang sipil," kuncinya.

 

Terpisah, Sutradara film dokumenter Dirty Vote, Dandhy Laksono, menyoroti serangan buzzer terhadap mahasiswa yang aktif menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang TNI.

 

Dikatakan, serangan ini merupakan bentuk upaya membungkam kritik yang disuarakan mahasiswa.

 

“Maksud buzzer ini mau membalas seruan kembalikan TNI ke Barak (menolak Dwifungsi),” ujar Dandhy di X @Dandhy_Laksono (26/3/2025).

 

Namun, Dandhy menegaskan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam advokasi di luar kampus merupakan bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam aspek Pengabdian Masyarakat.

 

Ia pun membandingkan situasi ini dengan kebijakan masa Orde Baru di bawah Soeharto.

 

“Ide mengisolasi kampus dilakukan Soeharto lewat program NKK/BKK, 1978,” tandasnya.

 

Hal ini merujuk pada Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan yang kala itu digunakan untuk membatasi aktivitas politik mahasiswa.

 

Dandhy menilai bahwa upaya menekan mahasiswa dengan narasi isolasi kampus adalah langkah mundur bagi demokrasi.

 

Ia mengingatkan bahwa sejarah telah mencatat perlawanan mahasiswa sebagai elemen penting dalam perubahan sosial dan politik di Indonesia.

 

Sebelumnya, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Makassar menolak RUU TNI menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Kamis (20/3/2025) siang.

 

Aksi ini dilakukan karena mereka menganggap RUU tersebut sarat kepentingan dan berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.

 

Pantauan di lokasi, para demonstran membawa berbagai spanduk bertuliskan kritik terhadap RUU tersebut. Beberapa di antaranya berbunyi:

 

"Melawan lupa tragedi 97, Tolak RUU TNI."

 

"RUU TNI bikin khawatir dwifungsi ABRI hidup lagi."

 

"Militer tidak pernah demokratis."

 

"Kembalikan militer ke barak."

 

"Militerisasi kehidupan sipil adalah bentuk pengendalian sosial."

 

"Gantian aja gimana? TNI jadi ASN, sipil yang angkat senjata."

 

Dalam orasinya, salah satu orator menegaskan bahwa keberadaan RUU TNI ini dapat mengancam prinsip demokrasi yang telah diperjuangkan sejak reformasi 1998.

 

"Kita semua harus sadar bahwa RUU ini bisa membuka jalan bagi militer kembali menguasai ruang-ruang sipil. Kita menolak pengulangan sejarah kelam di mana militer memiliki peran ganda dalam pemerintahan!," seru salah seorang orator.

 

Mahasiswa juga menyoroti keterlibatan militer dalam kehidupan sipil sebagai bentuk pengendalian sosial yang berbahaya.

 

"Jangan biarkan tentara kembali masuk ke ranah sipil! Demokrasi yang kita bangun dengan darah dan air mata akan runtuh jika kita diam!" lanjutnya dengan suara lantang.

 

Demonstrasi ini berlangsung dengan orasi secara bergantian dari berbagai perwakilan mahasiswa.

 

Mereka menuntut agar DPRD Sulsel menyampaikan aspirasi mereka ke pemerintah pusat dan menolak segala bentuk regulasi yang dianggap merugikan demokrasi.

 

Hingga siang hari, situasi aksi masih berlangsung kondusif dengan pengamanan dari aparat kepolisian.

 

Sekitar satu jam menduduki DPRD Sulsel, massa aksi bergeser ke bawah flyover dan melanjutkan orasinya.

 

Para mahasiswa menyatakan akan terus mengawal isu ini dan berjanji melakukan aksi lanjutan jika tuntutan mereka tidak didengar. (fajar)


Pemudik sepeda motor melintasi Bekasi 

 

JAKARTA — Masyarakat diingatkan lebih bijak dalam mengelola keuangan sebelum dan sesudah Idul Fitri 1446 Hijri. Analis komunikasi politik Hendri Satrio Alias ​​Hensat menyoroti berbagai tantangan ekonomi yang saat ini dihadapi oleh masyarakat, mulai dari penghentian pekerjaan (PHK), keterlambatan pembayaran gaji dan tunjangan liburan (THR), hingga kondisi pasar yang masih tidak stabil.

 

“Di saat kita mudik, banyak terjadi hal-hal yang tidak sama mungkin dengan kita yang dirasa oleh saudara-saudara kita," kata Hensat lewat kanal YouTube miliknya dikutip, Minggu 30 Maret 2025.

 

Hensat juga menyinggung nilai tukar rupiah yang melemah hingga Rp16.600 per dolar AS, angka ini terendah sejak era reformasi serta lonjakan harga emas yang mencapai Rp1,74 juta per gram, rekor tertinggi sepanjang sejarah.

 

Melihat situasi ini, Hensat mengimbau masyarakat untuk tidak berfoya-foya selama Lebaran dan tetap berpikir rasional dalam mengatur pengeluaran.

 

“Saran saya memang jangan terlalu jor-joran nanti di lebaran. Bersukacita perlu, tetapi kita tetap berpikir waras, berakal sehat, bahwa hidup itu tidak hanya sampai lebaran," ungkapnya.

 

Ia menekankan pentingnya menabung dan berhemat agar masyarakat tetap memiliki kekuatan finansial setelah kembali bekerja usai Idulfitri. Menurutnya, berbagi dengan sesama memang baik, tetapi harus dilakukan dengan perhitungan matang.

 

“Bukan saya mengajak untuk tidak beramal, tapi saya justru mengajak kita untuk berhati-hati,” tegas founder Lembaga Survei Kedai KOPI tersebut.

 

Hensat juga mencontohkan bagaimana pemerintah yang memiliki anggaran besar tetap melakukan efisiensi dalam pengeluaran.

 

Hal ini, menurutnya, bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan pribadi dan keluarga.

 

"Kita seharusnya juga melakukan efisiensi demi keluarga kita nanti selepas lebaran dan demi anak kita," pungkas Hensat. (rmol)


Tom Lembong saat dihalangi berbicara ke wartawan  

 

JAKARTA — Persidangan dugaan penyimpangan dalam impor gula yang menyeret mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas "Tom" Lembong, memasuki tahap mendengarkan keterangan saksi.

 

Namun, secara mengejutkan, para saksi yang disajikan oleh Kantor Kejaksaan Agung (lalu) sebenarnya memberikan kesaksian yang membenarkan kebijakan yang diambil oleh Tom Lembong.

 

Anehnya, para saksi yang disajikan oleh Kantor Kejaksaan Agung (lalu) tampaknya membenarkan kebijakan Tom Lembong.

 

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budaawan, menilai bahwa fakta -fakta persidangan sebenarnya memperkuat dugaan kriminalisasi Tom Lembong.

 

Saksi menjelaskan bahwa kebijakan impor gula yang dilakukan oleh Tom Lembong bersifat terbuka, transparan, dan telah diketahui oleh berbagai lembaga, termasuk Menteri Koordinator Perekonomian, Kapolri, KSAD, hingga Presiden.

 

"Berdasarkan fakta ini, dugaan Tom Lembong dikriminalisasi semakin menguat. Tom Lembong tidak bersalah tetapi dicari-cari kesalahannya," ujar Anthony kepada fajar.co.id, Minggu (30/3/2025).

 

Masalah besarnya, kata Anthony, selama satu dekade terakhir, hukum di Indonesia sudah dirusak oleh mereka yang haus kekuasaan.

 

"Indonesia kini mengalami krisis penegakan hukum yang berkeadilan," ucapnya.

 

Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa dalam satu dekade terakhir, sistem hukum di Indonesia mengalami kerusakan serius.

 

"Hukum saat ini tajam ke bawah, tumpul ke atas," sebutnya.

 

Hukum tidak lagi tegak lurus, tetapi digunakan sebagai alat politik untuk menekan lawan-lawan kekuasaan.

 

"Hukum digunakan sebagai alat politik, sebagai alat kriminalisasi lawan politik," Anthony menuturkan.

 

Kata Anthony, tidak sedikit pihak yang diduga kuat melakukan perbuatan melawan hukum, termasuk korupsi, tetap aman-aman sejauh ini.

 

"Tidak tersentuh hukum, karena dekat dengan kekuasaan," tambahnya.

 

Lanjut Anthony, pada sisi lain terdapat pihak yang tidak melakukan kesalahan tetapi dicari-cari kesalahannya, dikriminalisasi, agar bisa ditangkap dan dipenjara.

 

"Salah satunya adalah kasus Tom Lembong yang diduga kuat penuh intrik politik, bukan murni penegakan hukum," tukasnya.

 

Dibeberkan Anthony, sejak awal kasus Tom Lembong sangat janggal hingga dipaksakan. Meskipun begitu, ia menegaskan banyaknya bukti kuat bahwa Tom Lembong tidak bersalah dalam kasus pemberian persetujuan impor gula.

 

"Tetapi tidak berarti Tom Lembong bisa serta merta mendapat keadilan, bisa mendapat putusan bebas dari persidangan ini," imbuhnya.

 

Lebih jauh, Anthony menuturkan bahwa para saksi yang diajukan oleh jaksa penuntut, menguatkan pendapat tidak adanya penyimpangan atas kebijakan impor gula yang dilakukan Tom Lembong.

 

"Tetapi kasus Tom Lembong bukan murni kasus hukum, tetapi lebih kental untuk kepentingan politik tertentu," tandasnya.

 

"Buktinya, meskipun beberapa menteri melakukan kebijakan impor gula yang sama, tetapi hanya Tom Lembong yang dijadikan tersangka," sambung dia.

 

Padahal, kebijakan impor gula tidak hanya dilakukan oleh Tom Lembong, melainkan juga oleh sejumlah menteri lain dalam periode 2015-2023.

 

"Yang lebih menyolok lagi, penyidikan dugaan penyimpangan kebijakan impor gula yang seharusnya dilakukan untuk periode 2015-2023," terangnya.

 

Namun, anehnya, hanya kebijakan impor gula yang dilakukan Tom Lembong pada 2015-2016 yang disidik dan dijadikan perkara hukum.

 

"Semua itu membuktikan, Tom Lembong sedang dibidik, sedang dikriminalisasi," jelasnya.

 

Anthony bilang, di tengah krisis hukum, peran masyarakat, khususnya media, menjadi sangat penting untuk mengawal proses persidangan.

 

"Agar Majelis Hakim dapat dan berani mengambil keputusan hasil sidang sesuai dengan hukum yang berlaku, seadil-adilnya," kuncinya. (fajar)


Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) menggelar pertemuan sekaligus berbuka puasa bersama Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, pada Rabu, 26 Maret 2025/Net 

 

JAKARTA — Intensitas pertemuan antara Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dinilai tak lazim. Sebab, hal itu tak terjadi pada presiden-presiden sebelumnya, seperti Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri, hingga Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

 

“Sehingga ini bisa ditafsir sebagai anomali, entah utang apa pada Jokowi sehingga Prabowo begitu mengistimewakan,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah kepada RMOL, Sabtu 29 Maret 2025.

 

Teranyar, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) menggelar pertemuan sekaligus berbuka puasa bersama Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, pada Rabu, 26 Maret 2025.

 

Menurut Dedi, Jokowi sendiri secara umum telah melampaui batas dengan masih menjaga rutinitas bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto.

 

Tak hanya itu, dengan anggota kabinet merah putih Jokowi juga masih sering bertemu.

 

“Kondisi semacam ini bisa mengurangi kepercayaan publik pada Prabowo, ia bisa dianggap tidak berdiri sendiri dan masih dalam intervensi Jokowi,” pungkasnya. (*)


Dua Pria Berciuman 

 

JAKARTA — Aksi unjuk rasa mahasiswa yang menolak UU TNI dan RUU Polri mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk aktivis dan masyarakat sipil. Dalam aksi unjuk rasa yang berlangsung di sejumlah titik strategis itu, mahasiswa menyuarakan kekhawatirannya terhadap potensi militerisasi dalam pemerintahan sipil.

 

Dukungan terhadap demonstrasi ini datang dari pemilik akun Thread, Ruhul Maani, yang mengapresiasi keberanian para mahasiswa dalam menyuarakan aspirasinya.

 

"Berani sekali adik-adik mahasiswa ini ya," ujar Ruhul dalam unggahan di media sosial Threads.

 

Ruhul juga membagikan foto coretan dinding berisi pesan protes yang dibuat oleh para demonstran.

 

Dinding yang disemprot cat merah bertuliskan “Prabowo (cinta) Teddy”.


Pada gambar pertama, terlihat sebuah tembok yang telah dicoret dengan cat semprot berwarna merah bertuliskan "Prabowo (love) Teddy".

 

Sementara di bagian atasnya, ada coretan lain berwarna hitam yang sebagian tertutup tanaman hijau, dengan kata-kata "POLISI" dan "TNI."

 

Coretan ini diduga sebagai bentuk sindiran terhadap pemerintah dan dugaan kedekatan militer dengan kekuasaan.

 

Gambar kedua menampilkan pagar besi dengan tembok putih yang juga menjadi sasaran aksi vandalisme.

 

Pada tembok tersebut, terdapat mural berwarna hitam yang menggambarkan dua sosok pria yang diduga Jokowi dan Prabowo sedang berciuman.

 

Sementara itu, Kader PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean dan Kader PKB Umar Hasibuan ikut mengomentari. “Oh My God,” tulis Ferdinand.

 

Aktivis lain, Ahyar Stone turut menyampaikan apresiasi kepada mahasiswa yang turun ke jalan.

 

Ia menilai aksi ini sebagai perjuangan melawan pemerintahan yang dianggap semakin otoriter.

 

"Untuk mahasiswa peserta demo, terima kasih telah mewakili kami yang tak bisa ikut demo melawan rezim orba jilid 2. Doa terbaikku untuk mahasiswa. Bukan untuk penguasa," kata Ahyar.

 

Demonstrasi ini sendiri berlangsung di tengah meningkatnya polemik terkait revisi UU TNI dan RUU Polri, yang dinilai oleh banyak pihak berpotensi memperbesar peran militer dalam ranah sipil.

 

Sejumlah mahasiswa melakukan aksi vandalisme dengan mencoret tembok dan pagar menggunakan berbagai pesan sindiran, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah.

 

Diketahui, aksi unjuk rasa menolak pengesahan revisi Undang-Undang TNI di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, berujung ricuh pada Kamis (27/3/2025) malam.

 

Aparat kepolisian terpaksa membubarkan massa menggunakan water cannon sekitar pukul 18.30 WIB setelah peringatan agar demonstran membubarkan diri tak diindahkan.

 

Semprotan air bertekanan tinggi membuat ratusan peserta aksi berhamburan. Sebagian melarikan diri ke kawasan Senayan Park (Spark) dan Gelora Bung Karno (GBK) untuk menghindari kejaran petugas.

 

Sebelum dibubarkan, demonstran sempat menutup arus lalu lintas di Jalan Gatot Subroto arah Palmerah. Massa juga melakukan aksi provokasi dengan melempar petasan, kembang api, hingga batu ke arah petugas keamanan yang berjaga di sekitar lokasi.

 

Untuk mengantisipasi gangguan keamanan, sebanyak 1.824 personel gabungan dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, TNI, serta Pemprov DKI Jakarta dikerahkan di sekitar Gedung DPR RI.

 

Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Polisi Susatyo Purnomo Condro, menegaskan bahwa langkah tegas dilakukan demi menjaga ketertiban umum.

 

"Dalam rangka pengamanan aksi penyampaian pendapat dari mahasiswa dan beberapa aliansi, kami melibatkan 1.824 personel gabungan," kata Susatyo. (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.