Latest Post

Anies Baswedan - Tom Lembong 

 

JAKARTA — Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan keyakinannya bahwa mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong tidak bersalah dalam kasus dugaan korupsi impor gula. Pernyataan itu disampaikannya dalam acara podcast bersama Akbar Faizal yang ditayangkan di YouTube pada Senin (10/3/2025).

 

Sebagai bentuk dukungan, Anies pun menghadiri sidang perdana kasus ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada 6 Maret 2025.

 

Dalam diskusi tersebut, Anies mengungkapkan keheranannya atas proses hukum yang menjerat Tom Lembong. Ia menegaskan dugaan tindak pidana itu terjadi hampir satu dekade lalu, sebelum Tom menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 2015-2016.

 

"Kita semua terkejut ketika Tom diproses untuk perkara yang kejadiannya sudah 10 tahun yang lalu. Bahkan sebelum dia jadi Menteri Perdagangan," ujar Anies dikutip dari YouTube Akbar Faizal Uncensored, dikutip (12/3/2025).

 

Ia juga mempertanyakan lamanya proses hukum yang dijalani Tom, mulai dari penetapan tersangka pada Oktober 2024 hingga sidang perdana yang baru berlangsung pada Maret 2025.

 

"Dia jadi tersangka itu bulan Oktober, dan baru sidang perdana Maret. Kalau memang lengkap, kenapa harus selama itu?" tambahnya.

 

Meskipun demikian, Anies mengapresiasi langkah majelis hakim yang memberikan kesempatan bagi jaksa untuk membacakan dakwaan dan eksepsi terdakwa dalam satu hari yang sama.

 

Menurutnya, hal ini merupakan awal yang baik untuk memastikan keadilan dalam kasus ini.

 

Anies juga menegaskan keyakinannya bahwa Tom Lembong akan terbebas jika proses hukum berjalan dengan adil.

 

"Saya yakin apabila ini pure hukum, insyaallah Tom akan terbebas," tegasnya.

 

Menurutnya, kebijakan yang diambil Tom Lembong telah melalui prosedur yang benar, sehingga ia berharap proses hukum dapat menilai secara objektif.

 

"Dia membuat kebijakan dengan prosedur yang dilewati, tapi dikemudian hari dipermasalahkan. Nah, biarlah nanti proses hukum yang akan lihat," imbuh Anies.

 

Selain itu, ia juga menyoroti perhatian besar dari komunitas bisnis internasional terhadap kasus ini, yang menurutnya merupakan fenomena langka dalam proses hukum di Indonesia.

 

"Peristiwa ini jarang terjadi, ada penangkapan seperti ini yang mendapat perhatian dari pelaku bisnis internasional," ujarnya.

 

"Mereka memperhatikan. Kenapa? karena bagi mereka ini soal kepastian hukum," pungkasnya. (fajar)


Massa dari Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian BUMN, Jakarta/Ist 

 

JAKARTA — Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) menggelar aksi unjuk rasa di Kejaksaan Agung dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk mengusut tuntas kasus korupsi pengelolaan minyak mentah atau skandal BBM oplosan.

 

Mereka menuntut pengusutan tuntas dugaan korupsi yang merugikan negara hingga Rp193 triliun per tahun dalam kurun waktu 2018-2023. Massa mendesak Kejaksaan Agung memeriksa sejumlah pihak, termasuk Menteri BUMN Erick Thohir dan mantan Komisaris Utama PT.Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

 

Dalam pertemuan dengan Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Harli Siregar, perwakilan ARM menyampaikan sejumlah tuntutan utama, antara lain memberikan sanksi berat kepada pelaku, dan rencana class action terhadap penjualan BBM di bawah standar.

 

"Jika terjadi intervensi, maka ARM akan menurunkan puluhan ribu anggotanya untuk kembali berunjuk rasa ke Kejagung untuk meminta pertanggungjawaban Jaksa Agung, Jampidsus, dan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung," demikian pernyataan tertulis yang dikutip redaksi, Rabu 12 Maret 2025.

 

Menanggapi tuntutan tersebut, Kejagung membantah adanya kerugian Pertamina sebesar Rp1 kuadriliun akibat korupsi. Kejagung tetap terbuka menerima bukti tambahan dari masyarakat untuk memperjelas kasus ini.

 

Kejagung juga berjanji akan menangani kasus ini secara transparan serta memberikan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang membantu proses penyidikan. (rmol)


Tom lembong saat menjalani persidangan. (Tangkapan layar video) 

 

JAKARTA — Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong menyampaikan keberatannya dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025).

 

Dalam persidangan, Tom menegaskan dakwaan terhadap dirinya tidak sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang dikeluarkan sebelumnya.

 

"Saya menekankan kembali keberatan yang disampaikan oleh penasihat hukum saya. Tempos dakwaan tidak klop dengan tempos daripada Sprindik," ujarnya di hadapan majelis hakim.

 

Tom juga mempertanyakan alasan dirinya menjadi satu-satunya pihak yang dijadikan tersangka dan terdakwa dalam kasus tersebut.

 

"Kenapa hanya saya yang menjadi terdakwa dan bahkan tersangka?" katanya.

 

Selain itu, ia mengkritik tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang menurutnya belum menunjukkan keterkaitan antara pasal-pasal yang dituduhkan dengan dugaan tindak pidana korupsi yang disangkakan kepadanya.

 

"Saya juga merasa bahwa dalam tanggapannya, Jaksa Penuntut belum memperlihatkan sama sekali hubungan antara Undang-Undang yang dituduhkan dengan tindak korupsi yang dituduhkan," tegasnya.

 

Sebelumnya, Tom Lembong menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula yang dilakukan saat ia masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan.

 

Pada Selasa malam (29/10/2024), Tom yang mengenakan rompi merah muda khas tahanan Kejaksaan Agung (Kejagung), digiring dengan tangan terborgol menuju mobil tahanan.

 

Kasus korupsi impor gula ini diduga merugikan negara hingga Rp 400 miliar.

 

Kejaksaan Agung menilai Tom terlibat dalam praktik penunjukan perusahaan importir non-BUMN untuk mengimpor gula, yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh BUMN sesuai peraturan Kementerian Perdagangan.

 

“Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, yang diperbolehkan impor gula kristal putih adalah BUMN,” ungkap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan.

 

Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati, menilai tidak ada pelanggaran atau unsur perbuatan yang melawan hukum dalam kasus yang menjerat mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi impor gula.

 

Hal ini diungkapkan Sari Yuliati dalam Rapat Kerja dengan Jaksa Agung RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11/2024).

 

Sari Yuliati bahkan memberikan penjelasan panjang lebar terkait proses penerbitan izin impor gula yang diterbitkan pada 2015 dan 2016.

 

"Tadi disebutkan pak Hinca, kasus ini menimbulkan spekulasi masyarakat, kasus ini sarat dengan kepentingan politik," ujar Sari Yuliati di hadapan Jaksa Agung, ST Burhanuddin.

 

Menurutnya, izin tersebut dikeluarkan berdasarkan peraturan yang berlaku pada waktu itu. Sari menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran hukum yang dapat dibuktikan dalam penerbitan izin impor gula oleh Tom Lembong.

 

"Jika dilihat dari waktu penerbitan izin oleh Tom Lembong yaitu 2015 dan 2016, maka tentu ada dua peraturan yang berlaku," lanjutnya.

 

Pertama, kata Sari Yuliati, untuk izin impor gula diterbitkan pada 2015, yang berlaku adalah Kepmen Perindag nomor 527/2004 Pasal 2 ayat 2.

 

"Diatur bahwa gula kristal mentah dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai importir produsen gula," tukasnya.

 

Lanjut Sari Yuliati, pada Pasal 4 ayat 1, untuk izin impor yang menerbitkan adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

 

Adapun Pasal 2 ayat 4, menyebutkan gula kristal mentah yang diimpor tersebut setelah diolah hasilnya dapat dijual atau didistribusikan kepada industri.

 

"Kalau memang berhenti di sini, bisa dibilang Tom Lembong melanggar peraturan. Tetapi di Pasal 23 menyatakan bahwa pengecualian terhadap ketentuan dalam keputusan ini hanya dapat ditetapkan oleh Menteri," sebutnya.

 

Sari Yuliati juga memberikan gambaran mengenai alasan pemerintah menerbitkan izin impor gula.

 

Dikatakannya, harga gula yang tinggi membebani masyarakat, khususnya yang kurang mampu.

 

"Saya memberikan ilustrasi, dikarenakan harga gula cukup tinggi dan membebani masyarakat, khususnya yang kurang mampu," ucapnya.

 

Sebagai tindak lanjut dari MoU antara KASAD dan Menteri Perdagangan pada 2013, kata Sari Yuliati, induk koperasi Angkatan Darat (Inkopkar) meminta izin kepada Menteri Perdagangan untuk melaksanakan operasi pasar dengan tujuan menstabilkan harga gula.

 

"Kemudian disetujui dalam pelaksanaannya Inkopkar dapat bekerjasama dengan produsen dalam negeri atau beberapa perusahaan dalam negeri," Sari Yuliati menuturkan.

 

Tambahnya, beberapa perusahaan tersebut kemudian mengajukan permohonan kepada Menteri Perdagangan agar diberikan izin mengimpor gula kristal mentah yang diolah menjadi gula kristal putih.

 

"Lalu didistribusikan kepada masyarakat di bawah harga pasar. Karena tujuannya memang untuk menstabilkan harga," imbuhnya.

 

Dengan alasan tersebut, Sari Yuliati berpendapat bahwa penerbitan izin impor oleh Menteri Perdagangan saat itu sah dan sesuai dengan peraturan yang ada.

 

"Jadi di sini bisa juga kita lihat bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak sekadar mencari untung tapi ada juga rasa nasionalisme mereka untuk membuat stabilitas nasional," cetusnya.

 

"Izin impor yang biasanya diterbitkan Dirjen dalam hal ini diterbitkan oleh Menteri sebagai wujud pelaksanaan pasal 23 tadi," sambung dia.

 

Sari Yuliati bilang, perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pengimporan gula tidak melanggar ketentuan yang ada, meskipun penerbitan izin impor tersebut melibatkan pihak yang memiliki hubungan dengan sektor militer.

 

"Di sini menimbulkan pertanyaan buat saya, penerbitan izin impor tersebut melanggar ketentuan atau peraturan yang berlaku atau tidak? Kalau melanggar, di mana letak pelanggarannya? Menurut Pasal 23 membolehkan pak Menteri melakukan hal itu," tegasnya. (fajar)


  

Pertemuan Jokowi dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto 

 

JAKARTA — DPR saat ini tengah menggodok Rancangan Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden (RUU Wantimpres). Penyusunan RUU tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi dan peran strategis Wantimpres sebagai lembaga pemberi masukan dan pertimbangan kepada Presiden.

 

Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens mengatakan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dinilai layak menduduki jabatan Ketua Wantimpres. Penilaian itu disampaikan usai pihaknya menggelar survei bertajuk 'Pandangan Publik terhadap Peran Wantimpres dalam Kinerja Pemerintah'.

 

"Berdasarkan temuan survei rekan-rekan di LPI, ternyata 80 persen responden meyakini Pak Jokowi sangat tepat memimpin Wantimpres, sebagai dewan strategis yang berpengaruh signifikan terhadap gagasan dan kebijakan presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan," kata Boni di Jakarta, Senin (10/3).

 

"Menurut saya, penilaian itu dikarenakan Pak Jokowi sukses dalam menjalankan pemerintahan selama dua periode dari 2014 sampai 2024. Publik meyakini Pak Jokowi memliki pengalaman yang kaya dan teruji handal dalam mengelola pemerintahan," sambungnya.

 

Ia menjelaskan, kedekatan Jokowi dengan  Presiden Prabowo tidak hanya terkait Pilpres 2024, namun terutama karena adanya kesamaan visi dan misi dalam membangun Indonesia menuju momen Emas 2045.

 

"Tentu saja Presiden Prabowo membutuhkan konsistensi laju pembangunan, trayektori kemajuan multisektoral, dan penguatan fondasi ekonomi dalam rangka meraih target pertumbuhan 8 persen. Pak Jokowi adalah sosok yang tepat dan andal untuk menjadi semacam penasihat agung bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran," ujar Boni.

 

Boni menambahkan, dalam temuan survei LPI pada Februari 2025 lalu, masyarakat meyakini pemerintahan Prabowo-Gibran solid.

 

"Dengan menjadi penasihat agung, potensi Pak Jokowi bisa dibergunakan untuk membantu akselerasi dan penguatan kinerja pemerintah saat ini," tegasnya.

 

Survei ini dlakukan pada 1–7 Maret 2025 di 25 provinsi di Indonesia. Metode survei yang digunakan adalah face to face interview dan online interview.

 

Sedangkan, jumlah responden sebanyak 1200 responden dengan pengambilan sampel menggunakan metode multistage sampling (kombinasi dari simple random sampling dan cluster sampling). Error sampling dalam survei ini kurang lebih 2,83 persen pada tingkar kepercayaan 95 persen. (jawapos)


Mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil 

 

JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah mantan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil di Bandung pada Senin, 10 Maret 2025. Penggeledahan itu terkait pengusutan kasus dugaan korupsi dana iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB).

 

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Fitroh Rohcahyanto membenarkan adanya penggeledahan di rumah Ridwan Kamil di Bandung, Jawa Barat.

 

"Iya benar (KPK geledah rumah Ridwan Kamil di Bandung)," kata Fitroh seperti dikutip dari RMOL.

 

Fitroh membenarkan, penggeledahan ini terkait dengan perkara di BJB. Di mana, KPK sudah menetapkan 5 orang tersangka. Namun, KPK belum mengumumkan identitas para pihak tersebut.

 

Sebelumnya, Ketua KPK, Setyo Budiyanto mengatakan, pihaknya sudah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terkait dugaan korupsi di BJB.

 

Berdasarkan informasi yang diperoleh, nilai penempatan dana iklan oleh BJB sekira Rp100 miliar. Diduga dalam proses penempatan dana iklan oleh BJB telah terjadi markup atau penggelembungan sehingga menyebabkan kerugian keuangan Negara. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.