Latest Post

Polisi Pastikan Tak Ada Mahasiswa yang Ditangkap dalam Demonstrasi Rusuh, Massa Bubar 

 

SURABAYA — Polisi memastikan tidak ada mahasiswa yang ditangkap saat demo ricuh di depan Gedung DPRD Jatim. Kepastian itu untuk menjawab pernyataan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unair Aulia Thaariq Akbar yang menyatakan adanya lima mahasiswa ditangkap saat kericuhan terjadi, Senin (17/2)

 

“Saya tegaskan tidak ada yang ditangkap, semuanya dari mahasiswa boleh dikonfirmasi apa yang tadi disampaikan isu-isu yang menurut mereka diamankan dan sebagainya. Saya pastikan enggak ada,” kata Kabag Ops Polrestabes Surabaya AKBP Wibowo.

 

Wibowo mengatakan setelah kondisi ricuh, pihaknya mencoba mengkomunikasikan kepada mahasiswa agar segera kembali.

 

“Semua berjalan aman, anggota kami aman, mahasiswa juga aman semuanya. Semua sudah kami komunikasikan dan untuk mahasiswa pulang,” jelasnya.

 

Menurutnya, sampai massa aksi bubar, tidak ada provokator yang ditangkap. Namun, diakuinya sempat ada aksi dorong-dorongan.

 

“Sampai saat ini saya belum menerima laporan itu, tetapi tadi ada sedikit dorong-dorongan karena mungkin mahasiswa terlalu maju ke depan. Kami berusaha tetap kondusif supaya tidak masuk batas parameter yang disepakati, tadi ada sedikit dorong-dorongan seperti itu kondisinya,” jelasnya.

 

Diberitakan sebelumnya, Aulia mengaku akibat kericuhan saat demo, sebanyak lima mahasiswa ditangkap oleh polisi.

 

Polisi membantah melakukan penangkapan kepada lima mahasiswa saat demo ricuh di depan Gedung DPRD Jatim.

 

“Tadi sekitar lima orang. Kami melihat sendiri, teman kami dibawa sama anggota ke dalam dan mereka bilang tidak akan dikeluarkan,” katanya.

 

Kondisi ricuh itu, kata dia, membuat beberapa mahasiswa mengalami luka-luka di bagian siku dan lutut.

 

“Banyak mahasiswa yang kena kawat berduri dan ditangkap tadi. Saya enggak tahu, kami minta tolong teman kami dikembalikan, tetapi mereka (pihak polisi) hanya diam,” jelasnya. (jpnn)


Mahasiswa menggelar Seruan Aksi Indonesia Gelap di depan Gedung DPRD Jatim, Senin (17/2) 


SURABAYA — Aksi massa bertajuk "Indonesia Gelap" itu tidak hanya terjadi di Ibu Kota Jakarta, tetapi juga di daerah-daerah. Salah satunya yang dilakukan massa di Surabaya, Jawa Timur, Senin (17/2).


Di Surabaya, pengunjuk rasa menggelar unjuk rasa di DPRD Jawa Timur. Para pengunjuk rasa menunggu selama tiga jam sebelum akhirnya bertemu dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur, Muhammad Musyafak Rouf.

 

Musyafak menjelaskan, kedatangannya terlambat, sebab sebelumnya ia sempat mengikuti kegiatan pengawasan dan pemeriksaan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kabupaten Jombang.

 

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu pun naik ke mobil komando dan membacakan sejumlah tuntutan demonstran.

 

"Akan saya tandatangani dan kita kirim ke Jakarta," tuturnya di atas mobil komando, Senin (17/2).

 

Namun, kehadiran pimpinan dewan ini belum membuat massa aksi puas. Mereka menuntut ketua DPRD Jatim untuk menyampaikan sepuluh tuntutan kepada pemerintah pusat di hadapan massa aksi.

 

"Saya yakin Bapak punya nomor (Presiden) Pak Prabowo maupun Ibu Puan Maharani (Ketua DPR RI), bisa sekaligus dibacakan sekaligus membacakan tuntutan ini," tutur Presiden BEM Unair, Aulia Thaariq Akbar.

 

Namun, Ketua DPRD Jatim mengaku tidak memiliki nomor handphone keduanya. "Saya tidak punya nomor mbak Puan, saya tidak punya nomor Pak Prabowo. Jadi dengan mohon maaf, saya tidak punya," ucap Musyafak.

 

Kecewa dengan jawaban tersebut, massa aksi menawarkan alternatif lain untuk menelpon Sekretaris Kabinet Merah Putih Mayor Teddy Indra Wijaya. Namun ketika di telfon di hadapan massa, Mayor Teddy menolak panggilan itu.

 

Sebelumnya peserta aksi mulai memadati depan Gedung DPRD Jatim pukul 13.00 WIB. Mereka kompak mengenakan kemeja serba hitam dan dibalut dengan almamater kampus masing-masing.

 

Para peserta aksi bergantian berorasi sambil memegang kertas bertuliskan kekecewaan mereka, terhadap kinerja dan kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

 

Ada yang bertuliskan "Anggaran Dipangkas Rakyat Tertindas". Yang lain bertuliskan "Pemerintah Bablas, Anggaran Dipangkas, Konstitusi Dilibas". Paling satir, "Makan Gratis Dibayar Krisis".

 

Kericuhan mulai terjadi setelah kurang lebih satu jam massa aksi berorasi, Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, Muhammad Musyafak Rouf, tidak kunjung menemuinya. Massa kemudian membakar ban dan banner-banner.

 

Asap hitam pekat membimbing tinggi di sekitar aksi. Aparat kepolisian lantas berupaya untuk memadamkan kobaran api dengan APAR (Alat Pemadam Api Ringan). Cekcok antara aparat kepolisian dan mahasiswa pun tak terhindarkan.

 

Hingga kini, ribuan mahasiswa yang turun ke jalan, mengikuti Seruan Aksi Indonesia Gelap #JatimMenggugat masih berkumpul di sekitar Jalan Indrapura, Surabaya. (fajar)

Massa aksi demonstrasi dari BEM SI membakar ban di sekitar patung kuda, kawasan Monas, Jakarta Pusat (17/2) 

 

JAKARTA — Aksi massa yang mengusung tema Indonesia Gelap di Jakarta berlangsung hingga pukul 18.00 WIB, massa aksi belum juga membubarkan diri.

 

Aksi tersebut merupakan aksi massa dari aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Mereka memadati area patung kuda Monas, Senin (17/2).

 

Para pengunjuk rasa menyatakan penolakannya terhadap efisiensi anggaran pendidikan dan mereka masih berkumpul untuk menyampaikan orasinya.

 

Massa aksi juga membakar ban dan sejumlah berusaha menerobos masuk ke dalam istana.

 

Aparat kepolisian pun telah memberikan peringatan agar massa aksi agar segera membubarkan diri.

 

"Sekarang sudah pukul 18.00 WIB, kami berikan toleransi agar rekan-rekan kembali membubarkan diri dengan tertib," ujar petugas polisi memberikan himbauan.

 

Petugas kepolisian pun terus memberikan himbauan agar kembali ke rumah dan melanjutkan aksi kembali esok hari.

 

"Kami mengimbau masa aksi membubarkan diri dan meninggalkan area aksi. Kami ingin aksi ini selesai dengan damai. Besok kami akan melayani kalau rekan-rekan mahasiswa aksi kembali," ucapnya.

 

Koordinator aksi yang berada di atas mobil komando pun meminta agar para pimpinan aliansi mahasiswa segera merapat ke mobil komando untuk konsolidasi.

 

"Tolong para ketua merapat ke mobil komando untuk melakukan konsolidasi," ucap mahasiswa di atas mobil komando. (fajar)


Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo/Ist 

 

JAKARTA — Pidato Presiden Prabowo Subianto yang secara gamblang menyebutkan keberhasilannya memenangi Pilpres 2024 berkat dukungan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo alias Jokowi, dinilai tak tepat.

 

Ketua Umum Ikatan Rakyat Indonesia (Hasrat) Sugiyanto mengatakan, selama proses kampanye Pilpres 2024 sejak 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, masa tenang 11-13 Februari 2024, dan pencoblosan pada 14 Februari 2024, belum ada pernyataan resmi dari Jokowi yang menyatakan dukungannya terhadap pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

 

Jokowi juga tidak pernah mengambil cuti untuk berkampanye atau mengeluarkan pernyataan resmi yang mendukung Prabowo dan Gibran.

 

"Namun publik tetap beranggapan Presiden Jokowi mendukung Prabowo-Gibran," kata Sugiyanto dalam keterangannya, Senin 17 Februari 2025.

 

Dengan begitu, menurut Sugiyanto, seharusnya Presiden Prabowo Subianto tidak perlu secara eksplisit menyatakan bahwa keberhasilannya menjadi presiden terpilih karena dukungan Jokowi.

 

"Tanpa pernyataan tersebut pun, publik telah menduga adanya dukungan dari Jokowi. Ucapan tersebut justru dapat memicu pertanyaan publik mengenai netralitas Jokowi dalam Pemilu 2024," kata Sugiyanto.

 

Selain itu, Sugiyanto mengkritik pidato Prabowo yang disampaikan saat perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-17 Partai Gerindra di Sentul International Convention Center (SICC), Kab Bogor, Jawa Barat, 15 Februari 2025.

 

"Catatan kritis saya adalah mengenai penggunaan kata "ndasmu" dalam pidato politiknya," kata Sugiyanto.

 

Sebagai pendukung Prabowo dalam Pilpres 2019 dan 2024, Sugiyanto berharap ketua umum Partai Gerindra itu  tidak lagi menggunakan kata "ndasmu" dalam acara apa pun.

 

"Karena sebagai Presiden RI, Prabowo Subianto kini adalah pemimpin bagi seluruh rakyat Indonesia dan memiliki tanggung jawab untuk mengayomi serta melindungi semua warga tanpa kecuali," pungkas Sugiyanto. (rmol)



 

Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

 

KEJUTAN memang terjadi mungkin seperti yang dijanjikan. Sayangnya itu hanya pengakuan dosa di forum Internasional. Adalah di depan World Government Summit 2025 Dubai 13 Februari 2025 Prabowo mengakui bahwa Indonesia menghadapi persoalan korupsi yang mengkhawatirkan. Bertekad untuk mengatasi meski menghadapi perlawanan dari birokrasi dalam pemberantasannya.

 

Tidak jelas urgensi pidato pengakuan, tekad, dan curhat korupsi Indonesia di depan forum tersebut. Apa kontribusi bagi negara-negara dunia dengan keluh kesah tersebut, sekedar harapan ingin dianggap bahwa Prabowo sebagai figur omong hebat?

 

Bagi rakyat Indonesia yang dibutuhkan adalah tindakan nyata bukan omon-omon.

 

Menurut Prabowo korupsi telah merusak berbagai sektor dan telah mengakar di Indonesia. Dalam 100 hari kekuasaannya "saya belum mulai berperang". Lucu juga. Tahukah atau butakah Prabowo bahwa salah satu penyebab korupsi itu mengakar adalah rezim Jokowi? Prabowo sendiri selama 5 tahun ikut andil di dalamnya. Prabowo juga bukan figur bersih.

 

Paradoks Indonesia adalah keluhan bahwa korupsi telah mengkhawatirkan tetapi Prabowo justru melindungi, memuja, dan menganggap Jokowi itu berjasa. Rezim Jokowi jelas-jelas korup. Bahkan dunia tahu akan hal tersebut sebagaimana rilis OCCRP yang menempatkan Jokowi sebagai finalis tokoh korup kelas dunia.

 

Prabowo sesungguhnya buta atau dibutakan sehingga "gajah di pelupuk mata tidak terlihat". Jokowi yang maling bahkan perampok dilihat sebagai orang suci dan pahlawan. Rakyat yang menuntut agar Jokowi diadili itu justru dalam rangka upaya  memberantas korupsi.

 

Teriak-teriak Prabowo sampai ke ujung dunia tentang  memberantas korupsi, hanya pertunjukan drama dari kebodohan diri sendiri. Mempermalukan bangsa di mata dunia tanpa agenda dan langkah nyata. Sementara soal pemangkasan yang dipamerkan di forum tersebut justru unjuk kemiskinan.

 

Jokowi sumber korupsi malah dianggap mitra, sahabat, guru bahkan teman hidup kebahagiannya. Ironi Prabowo ini, tanpa tekad untuk mendorong pengadilan Jokowi, maka isu memberantas korupsi hanya jadi main-mainan saja.

Prabowo nampaknya ingin menjadi tontonan sebagai Presiden terlucu di dunia fantasi.

 

Pidato menggebu memuja, melindungi, dan mengecam pengkritik Jokowi di acara Muslimat NU Surabaya telah memupus harapan bahwa Prabowo akan mampu menjadi singa yang menakutkan para koruptor, mafia, dan perusak demokrasi. Pada HUT Partai Gerindra Prabowo memekik "Hidup Jokowi". Sesungguhnya Prabowo bukan saja bermental budak, juga sedang mengejek aspirasi rakyat.

 

Pidato di World Government Summit tentang pemberantasan korupsi menjadi bukti dan saksi bahwa Prabowo sukses meningkatkan diri dari "tukang omon-omon Nasional" menjadi "tukang omon-omon Internasional".

 

Dulu Jokowi juga meningkat dari tukang bohong nasional menjadi Internasional. Putin dibohongi Jokowi soal pesan Zelensky.

 

Tanpa mendorong adili Jokowi, bukan mustahil esok akan muncul isu baru, yaitu adili Prabowo. Prabowo dan Jokowi dikhawatirkan akan  menjadi satu paket sebagai musuh rakyat. "Wo and Wi as a public enemy".

 

Dan tentu rakyat mampu untuk menumbangkan. Suara rakyat suara Tuhan--vox populi vox dei.

 

Bravo Prabowo, tokoh Paradoks Indonesia 2025. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.