Latest Post

Kebersamaan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo/Ist 

 

JAKARTA — Upaya memisahkan keharmonisan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo alias Jokowi dinilai pengamat politik Adi Prayitno belum membuahkan hasil.

 

Menurut Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), hubungan politik keduanya masih dalam fase bulan madu yang hangat.

 

“Sehebat apa pun upaya untuk membenturkan Prabowo dan Jokowi, itu pastilah tidak akan berhasil," ujar Adi Prayitno lewat kanal YouTube miliknya, Kamis 13 Februari 2025.

 

Adi melihat Prabowo selalu menunjukkan rasa hormat kepada Jokowi, bahkan menganggap presiden dua periode itu sebagai mentor dalam banyak hal.

 

Ia menambahkan bahwa kontribusi Jokowi dalam perjalanan politik Prabowo menuju kursi presiden tidak bisa dihilangkan begitu saja.

 

Hal inilah yang membuat Prabowo tetap menjaga hubungan baik dengan Jokowi sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa yang telah diberikan.

 

Selain faktor kedekatan personal, Adi juga menyoroti pendekatan politik Prabowo yang mengedepankan stabilitas di atas segala-galanya.

 

Menurutnya, membangun ekosistem politik yang kondusif sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi, termasuk mencapai target pertumbuhan hingga 8 persen.

 

“Sulit bagi ekonomi untuk berkembang jika masih ada konflik politik yang berlarut-larut di antara para elite. Investor juga akan berpikir dua kali sebelum menanamkan modal jika stabilitas politik terganggu,” tambahnya.

 

Adi juga menekankan bahwa Prabowo selama ini menunjukkan sikap inklusif dalam politik dengan menjaga hubungan baik, tidak hanya dengan Jokowi, tetapi juga dengan mantan presiden lainnya seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri.

 

“Prabowo sangat kelihatan menganut mazhab zero enemy. Ini menunjukkan bahwa Prabowo ingin merangkul semua pihak demi menjaga stabilitas politik nasional,” tutup Adi. (rmol)

 


Aparat kepolisian saat eksekusi lahan di Jalan AP Pettarani, Makassar/Istimewa) 


MAKASSAR — Sekitar 1.000 polisi dikerahkan untuk mengamankan eksekusi di Jalan AP Pettarani, Makassar. Pengerahan aparat yang dinilai berlebihan itu menjadi sorotan di tengah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.

 

Iyan Hidayat Anwar dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBH-LBH) Makassar menilai pengerahan petugas dalam eksekusi lahan di Jl AP Pettarani itu berlebihan. Apalagi di tengah efisiensi anggaran saat ini.

 

“Pengamanan ini terlalu berlebihan, mengingat kondisi keuangan negara yang tidak stabil,” kata Iyan kepada fajar.co.id, Kamis (13/2/2025).

 

Objek lahan gedung Hamrawati dan ruko di Jalan AP Pettarani, yang berada di Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang berada di atas tanah seluas 2.000 meter persegi. Di atas lahan tersebut berdiri bangunan gedung serbaguna dan 9 ruko.

 

Ketegangan terjadi sejak pagi hari. Massa yang hendak menghalau petugas eksekusi, dihadapkan dengan aparat kepolisian yang berasal dari Polrestabes Makassar dan Polda Sulsel.

 

Massa melempar batu ke aparat kepolisian. Di saat yang sama, aparat yang membawa pentungan dan tameng terus mendesak warga untuk mundur, sembari menembakkan air.

 

Iyan menilai, belakangan ini, penggusuran makin kerap terjadi di Makassar. Polanya sama, polisi mengerahkan kekuatan secara berlebihan.

 

“Belakangan, penggusuran semakin masif di Makassar. Negara menggunakan instansi keamanan secara berlebihan, membuang anggaran untuk menghancurkan rumah warga,” terangnya.

 

“Mereka menggusur dengan mengabaikan hak hidup warganya,” tandas Iyan.

 

Di sisi lain, pemerintah diketahui melakukan efisiensi anggaran besar-besaran. Ada total Rp256,1 triliun efisiensi anggaran pada tahun 2025.

 

Efisiensi itu, sebelumnya menuai kritik dari berbagai pihak. Termasuk dari YLBHI, yang mengaggap melanggar konstitusi.

 

“Terlihat hendak berhemat, namun kebijakan ini berimplikasi pada melemahnya lembaga-lembaga negara yang penting dalam urusan hak asasi manusia dan pengawasan penegakan hukum,” kata Ketua YLBHI muhammad Isnur dikutip dari keterangan resmi.

 

Pemotongan anggaran itu dinilai tebang pilih. Karena menguatkan peran militer di ranah sipil, serta penggelembungan anggaran POLRI.

 

“Kami melihat bahwa Pemerintahan Prabowo mencoba untuk semakin membunuh demokrasi. Ciri khas otoritarianisme menghancurkan hak asasi manusia,” pungkasnya. (fajar)


Kasat Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat, AKBP Arfan Zulkan Sipayung/Istimewa 

 

JAKARTA — Seorang bocah berinisial M (6) menjadi korban peluru nyasar saat tertidur di rumahnya yang juga merupakan bengkel sepeda di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, pada Selasa, 11 Februari 2025, sekitar pukul 22.15 WIB.

 

Kejadian tersebut dibenarkan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat, AKBP Arfan Zulkan Sipayung yang langsung mengumpulkan bukti-bukti dan keterangan saksi untuk mengungkap asal peluru yang melukai korban.

 

"Ya benar, kejadian tersebut terjadi di sebuah bengkel sepeda di Cengkareng. Korban seorang bocah laki-laki berinisial M. Terhadap kasus ini, kami masih melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan bukti dan keterangan saksi," ujar AKBP Arfan saat dikonfirmasi pada Kamis, 13 Februari 2025.

 

Lanjut Arfan, insiden ini terjadi ketika korban sedang tidur bersama kedua orang tuanya di dalam rumah yang sekaligus bengkel sepeda. Sekitar pukul 22.15 WIB, terdengar suara keras yang diikuti dengan suara benda jatuh. 

 

Tak lama setelah itu, M menangis histeris dan membuat seisi rumah panik. Saat selimutnya dibuka, orang tua korban terkejut melihat darah bercucuran dari paha kiri anak mereka, tepat di atas lutut. 

 

Melihat kondisi anaknya, kedua orang tua korban langsung membawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan medis.

 

Saat ini, penyidik telah mengamankan proyektil peluru yang diduga menjadi penyebab luka korban. Peluru tersebut kini sedang menjalani uji balistik di Laboratorium Forensik (Labfor) Bareskrim Polri guna mengetahui jenis senjata serta asal tembakan. 

 

"Kami sudah mengamankan proyektil peluru dan saat ini sedang dilakukan uji balistik di Labfor Bareskrim Polri untuk mengetahui dari mana asal peluru tersebut," jelas AKBP Arfan. (rmol



 

Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan

 

MEMANDANG manusia termasuk pemimpin harus proporsional, ada kelebihan adapula kekurangan. Membuat mitos adalah kebodohan dan dapat terjebak pada penglihatan yang kabur. Tidak ada yang sempurna kecuali Nabi. Imam dalam kegiatan ritual saja bisa khilaf atau lupa bahkan salah. Jadi standardnya pada aspek ketuhanan, moral, amanah, dan keahlian.

 

Konsep yang dinarasikan tertulis atau dipidatokan harus dilaksanakan semaksimal mungkin. Upayanya harus nyata. Jika dia muslim maka tentu mengetahui bahwa Tuhan benci dan marah pada orang yang cuma bisa bicara tapi tidak ada bukti kerja (QS Ash Shaff 3) dan nanti akan dikabarkan bukan yang direncanakan tetapi dikerjakan atau diamalkan  (QS Al Hasyr 18).

 

Mitos adalah pendewaan atas penilaian kapasitas berlebihan pada seseorang atau benda. Kadang tidak terjangkau oleh cerapan indera. Dianggap benar padahal tidak berbukti. Bukan hanya di dunia supranatural mitos itu muncul, yang berbau sains pun ada misal tangan berkeringat tanda sakit jantung, makan biji jambu menyebabkan usus buntu, atau apel jatuh ke kepala karena gravitasi.

 

Pada diri Presiden Prabowo juga melekat myth atau mitos. Misalnya tidak berpisah dengan Jokowi adalah strategi, semua yang tidak dimengerti masyarakat termasuk tidak memasalahkan kecacatan Gibran juga strategi. Mitos Prabowo itu ahli strategi membuat semua tindakan Prabowo menjadi benar. Kepercayaan dibangun atas dasar bahwa kita belum memahami strategi Prabowo.

 

Mitos lain adalah Prabowo itu timbul tenggelam bersama rakyat, siap mati demi rakyat, artinya kebijakan yang diambil selalu berorientasi pada kepentingan rakyat, sehingga pemihakan pada oligarki pun dimaklumi demi rakyat juga. Tidak konsisten dalam penegakan hukum difahami sebagai tahapan untuk menjaga kondusivitas rakyat. Dibangun mitos bahwa Prabowo adalah Presiden cinta rakyat.

 

Mitos ketiga adalah Prabowo itu figur yang ulet atau gigih. Berkali-kali maju sebagai kandidat Presiden dan gagal, tidak menyurutkan tekad untuk terus menjadi Presiden. Dengan bantuan dan merapat pada Jokowi akhirnya jadilah Prabowo sebagai Presiden. Tentu Jokowi harus dilindungi tidak boleh dikuyu-kuyu. Gigih pula dalam  melawan peng-kuyu kuyu Jokowi.

 

Namanya mitos dipercaya tanpa kajian kritis atau pengujian. Tidak peduli bahwa membela Jokowi habis-habisan itu jahat dan melawan kehendak rakyat. Strategi, kilahnya. Berkongsi dengan RRC atau naga juga disebut demi rakyat, padahal rakyat menderita akibat tergusur dan terjajah oleh naga kuning itu. Sesungguhnya bukan gigih atau ulet dalam menangnya Prabowo, tetapi frustrasi berkompetisi dengan cara jujur dan elegan. Curang pun oke bersama sang guru politik yang bernama Jokowi.

 

The myth bukan demit, tetapi membangun politik mitos adalah pembodohan nyata bagi rakyat. Pencerahan atau pencerdasan menjadi tuntutan agar Indonesia memiliki sumber daya manusia yang maju dan unggul. The myth of Prabowo harus dieliminasi dan diganti dengan politik yang lebih rasional. Prabowo jangan mengeksploiasi kepalsuan strategi, kerakyatan dan kegigihan.

 

Kita butuh pemimpin yang transparan, jujur, adil, berperasaan, dan menggembirakan rakyat semesta. Bukan pemimpin yang gemar memanipulasi narasi untuk kepentingan pribadi dan kroni.

 

Cukuplah politik mitos itu hanya pada Jokowi dan tidak pada Prabowo. Bila sama saja, maka the myth of Prabowo akan bergeser menjadi  dedemit Prabowo.

 

Murid Jokowi sang raja dedemit dari Solo. (*).


Pengamat Politik Rocky Gerung/Istimewa 

 

JAKARTA — Kekhawatiran Gen Z tentang masa depan mereka di Indonesia, yang akhir-akhir ini marak disuarakan di media sosial, turut disoroti oleh pengamat politik Rocky Gerung.

 

Menurutnya, banyak anak muda yang merasa negara ini tidak lagi memberikan harapan sehingga mereka diam-diam mempertimbangkan pilihan untuk pindah kewarganegaraan.

 

"Bukan karena mereka tidak patriotik. Tapi bagi mereka, masa depan lebih penting daripada sekadar nasionalisme," ujar Rocky lewat kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu 12 Februari 2025.

 

Fenomena ini semakin diperparah dengan kondisi para milenial yang dahulu diproyeksikan menjadi bonus demografi oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), namun kini justru terjebak dalam situasi sulit.

 

"(Mereka) Ada dalam kondisi tidak bekerja, tidak sekolah, tidak ada harapan," sambung Rocky.

 

Dosen Ilmu Filsafat itu menilai bahwa apa yang terjadi saat ini merupakan dampak dari kebijakan sebelum kepemimpinan Presiden Prabowo.

 

"Yang di luar negeri pun melihat kondisi ini dan berpikir, kalau begitu, untuk apa pulang?" ujarnya.

 

Rocky lantas mengingatkan, jika negara tidak segera menangani fenomena ini, Indonesia berisiko kehilangan generasi mudanya yang potensial.

 

Pemerintah pun diharapkan segera merancang kebijakan yang konkret untuk mengembalikan kepercayaan anak muda terhadap masa depan mereka di tanah air. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.