Latest Post

Pagar laut membentang 30,16 km di 6 kecamatan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten 

 

JAKARTA — Raja Juli Antoni mengaku tidak mengetahui perihal terbitnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di perairan Tangerang, Banten.

 

“Haqqul yaqin penerbitan sertifikat-sertifikat tersebut di luar pengetahuan menteri, wakil menteri dan para pejabat di Kementerian (ATR/BPN),” kata Raja Juli, seperti dilansir FAJAR.co.idSabtu, (25/1/2025).

 

Pasalnya kata dia, berdasarkan Pasal 12 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2022 penerbitan sertifikat dilakukan oleh Kakantah Kabupaten Tangerang.

 

Diketahui, Raja Juli menjabat sebagai Wamen ATR/BPN mendampingi Hadi Tjahjanto pada saat itu.

 

Merespon hal itu, pemerhati sosial dan politik, Jhon Sitorus menyebut pengakuan Raja Juli sebuah ketololan.

 

“Sebuah ketololan lagi! Wakil Menteri itu punya hak penuh atas akses terhadap aktivitas lembaga yang dipimpinnya dimanapun dan kapanpun,” kata Jhon.

 

“Lalu seorang Raja Juli Antoni ngaku-ngaku tak tahu atas ratusan sertifikat yang berdiri diatas ratusan HGB dan SHM sepanjang 30 Km? Ngibul!,” lanjutnya.

 

Menurutnya, pengakuan Wakil Menteri menandakan bahwa selama menjabat, tidak melakukan pengawasan.

 

“Pekerjaannya hanya jalan-jalan lalu posting di media sosial. Kawasan Laut utara Tangerang itu bahkan hanya 45 Km dari Istana, hanya 1,5 jam untuk sampai kesana tapi seolah-olah jaraknya 1.000 tahun cahaya,” ujarnya.

 

“Kalian sekaligus mengakui begitu bobroknya institusi ATR/BPN. Bagaimana bisa sertifikat diberikan dikawasan ilegal? Mustahil rasanya ada sertifikat berdiri di kawasan yang dilarang oleh hukum. Menteri sama Wakil Menteri sama-sama ga guna,” tandas pegiat media sosial ini.

 

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid telah mencabut 50 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM).

 

Terdapat 263 bidang yang memiliki sertifikat hak guna bangunan (HGB). Rinciannya, milik PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, milik PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang. Lalu 9 bidang atas nama perorangan dan 17 bidang yang memiliki surat hak milik (SHM).

 

PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa merupakan anak perusahaan Agung Sedayu Group. (*)


Presiden ke-7 Joko Widodo/Net 


JAKARTA — Pengakuan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono terkait ratusan kasus pagar laut seperti di Tangerang, Banten, menunjukkan lemahnya pengawasan publik terhadap pemerintah.

 

Sebab, dengan maraknya 169 kasus pagar laut di berbagai daerah, semakin menunjukkan bahwa praktik curang ini sudah berlangsung sejak era Presiden ke-7 Joko Widodo.

 

Praktik tidak jujur ​​ini kemudian mencuat menjadi polemik dan diselesaikan secara tegas di awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, dengan langsung memerintahkan TNI AL membongkar pagar laut di Tangerang.

 

“Sepertinya ada efek pengawasan yang luput dari glorifikasi tingkat kepuasan yang mencapai 70 persen, atau 80 persen di era Pak Jokowi. Akibatnya, banyak hal dalam tata kelola pemerintahan tidak dilakukan semestinya," kata Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ray Rangkuti kepada RMOL, Sabtu 25 Januari 2025.

 

"Contohnya, banyak kasus yang berhubungan dengan pemberian HGB, seperti yang terjadi di Laut Tangerang dan lainnya,"imbuhnya.

 

Menurut Ray, klaim atas tingginya tingkat kepuasan sebagaimana dikampanyekan lembaga survei terhadap Jokowi kala itu, justru membuat publik luput untuk mengawasi tata kelola pemerintahan.

 

“Begitu pemerintahan berganti berbagai macam pengelolaan pemerintahan yang tidak tepat itu satu per satu mulai bermunculan dan ini tentu saja sangat merepotkan,” kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia ini.

 

Tak hanya soal pagar laut, Ray juga menyoroti lambannya reformasi birokrasi khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan pertanahan di Indonesia saat era Jokowi.

 

Faktanya, diungkap Aktivis 98 ini, di lapangan selain tingkat korupsi yang makin meningkat, ternyata tata kelola pemerintahannya juga penuh dengan ketertutupan akibatnya banyak pungli, banyak surat-surat palsu dan sebagainya beredar di tengah masyarakat.

 

Atas dasar itu, Ray menyarankan Presiden Prabowo untuk melakukan pembenahan atas situasi yang terjadi di berbagai sektor.

 

“Prabowo harus merevisi dan mengubah semua hal ini. Jika tidak, jangan bermimpi, kita akan sampai ke indonesia emas 2030,” pungkasnya. (rmol)



 

Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan

 

SETELAH membongkar pagar laut PIK 2 oleh Marinir, KKP,  Nelayan, dan Masyarakat, maka  masalah berikut menanti. Di samping antisipasi dampak ikutan dari pembongkaran, maka membongkar apa yang ada di dalam laut  jauh lebih penting. Laut kolusi dan korupsi bahkan subversi. Sumber masalah PIK 2 yakni Aguan dan Jokowi harus didalami.

 

Persiapan reklamasi dengan HGB dini adalah bukti kolusi. Menteri ATR/BPN saat itu berada di bawah komando Presiden Jokowi. Semua berjalan diam-diam. PIK 2 "negara dalam negara" dengan pagar lautnya merupakan disain jahat penguasaan negara yang dimulai dari pantai utara. Aguan Naga yang sukses atas PIK-1 adalah agen penggerus kedaulatan negara. Benar bahwa Naga mulai menggigit Garuda.

 

PSN PIK-2 yang diberikan oleh Jokowi melalui Menko Airlangga bukanlah hal yang kebetulan. Ada upaya sistematis untuk itu. Bau operasi China mulai menyengat. Ini yang mesti diwaspadai dan dilawan oleh pemerintahan Prabowo. Program OBOR atau BRI telah menempatkan Kepala Naga berada di Pantai Utara Indonesia.

 

KOLUSI 

Perintah Jokowi kepada Menko Airlangga untuk mengeluarkan Permenko No 6 tahun 2024 yang menguntungkan Aguan dengan mendapatkan status PSN. PSN PIK-2 adalah produk kolusi penguasa dengan pengusaha. Jokowi dan Aguam itu satu. Investasi IKN menjadi bukti hubungan keduanya.

 

KORUPSI 

Kasus dugaan suap Aguan yang ditangani KPK untuk Raperda DKI tentang Reklamasi Pantai Jakarta Utara adalah gambaran perilaku. Sayang tidak berlanjut. OCCRP merilis figur korup Jokowi yang semestinya ditindaklanjuti Kejagung atau KPK. Ada kasus Bansos, Covid, Tax Amnesty, Kereta Cepat, IKN, rumah hadiah negara, PSN dan lainnya.

 

SUBVERSI 

Kedaulatan negara yang "dijual" ke China di Rempang, kerjasama dengan PKC, program OBOR atau BRI, bahkan terakhir soal PIK-2 dengan sertifikasi laut bukan saja menggerus kedaulatan negara (negara dalam negara) juga bertentangan dengan Hukum Laut Internasional (UNCLOS). Jokowi telah menghancurkan atau melemahkan sistem politik dan pemerintahan.

 

Pembongkaran pagar laut PIK 2 bukan final tetapi awal dari pembuktian. Perlu langkah lanjut pendalaman. Ada kejahatan ekonomi, politik, hukum, dan hankam di dalamnya. Semua tidak bisa dibiarkan.

 

PIK-2 adalah sarang kolusi, korupsi dan subversi. Oleh karenanya sudah sangat tepat jika Kepolisilian, Kejaksaan atau KPK bergerak dengan mulai melalukan penyidikan atau pemeriksaan hukum. Badan Intelijen Negara (BIN) menjadi lembaga strategis untuk turut mendalami. PIK 2 bukan proyek biasa. (*)


Presiden Prabowo Subianto saat memimpin rapat kabinet/Ist 

 

JAKARTA — Publik menanti langkah Presiden Prabowo Subianto terkait kemungkinan perombakan kabinet dalam kurun waktu 100 hari kerja. Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio mengatakan, pertanyaan soal perombakan kabinet sudah mengemuka sejak pelantikan menteri pada 21 Oktober lalu.

 

"Jam 10 pagi mereka dilantik. Jam 12 siang sudah banyak yang bertanya, kapan reshuffle akan dilakukan," ujarnya kepada RMOL, Jumat 24 Januari 2025.

 

Founder Lembaga Survei Kedai KOPI yang akrab disapa Hensat itu menilai reshuffle layak ditunggu, terutama mengingat beberapa isu kontroversial yang melibatkan pejabat kabinet.

 

Reshuffle kabinet diharapkan dapat meningkatkan kinerja pemerintahan dan memastikan tercapainya target-target pembangunan nasional.

 

Pemerintah pun dihadapkan pada tantangan besar untuk merespons ekspektasi publik dengan keputusan yang strategis dan tepat waktu.

 

"Apakah Pak Prabowo akan lakukan reshuffle sebelum lebaran atau setelah lebaran, ya nanti kita tunggu," kata Hensat. **


Pembongkaran Pagar Laut di Tangerang/Ist 

 

JAKARTA — Agung Sedayu Group mengklaim memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di laut Tangerang. Hal ini pun menjadi sorotan pegiat media sosial Stefan Antonio yang menjadi salah satu yang menyoroti hal tersebut.

 

Menurutnya, pengakuan tersebut dapat dijadikan dasar gugatan pembongkaran pagar laut terhadap mereka.

 

“Kalau sudah ngaku begini. Mestinya biaya bongkar itu Pagar Laut dibebanin ke Mereka ya,” kata Stefan dikutip dari unggahannya di X, Jumat (23/1/2025).

 

Namun di sisi lain, ia menyoal pengakuan pihak Agung Sedayu Grup. Menurutnya, mereka ngeles seolah bukan mereka yang bangun pagar laut di Tangerang.

 

‘Terus ais ini juga ga usah ngeles lagi bilang kalau Pagar Laut itu bukan Klean yang bikin!” ujarnya.

 

Padahal menurutnya, pagar bambu itu dibikin tak serampangan. Namun sesuai lahan yang telah disertifikatkan.

 

“Lah wong itu Pagar Bambu dibikin sesuai sekat-sekat bidang lahan yang disertifikatkan koq,” imbuhnya.

 

Soal narasi yang beredar bahwa nelayan lah yang membuat pagar laut. Stefan skeptis.

 

“Emangnya Nelayan bisa bikin sekat pagar bambu sesuai Koordinat Sertifikat yang ada di BPN ??!!! Canggih bener Nelayannya,” terangnya.

 

Adapun pengakuan dari pihak Agung Sedayu Group disampaikan kuasa hukumnya, Muannas Alaidid.

 

”Dari 30 kilometer pagar laut itu, kepemilikan SHGB anak perusahaan PIK PANI dan PIK Non PANI hanya ada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji saja. Di tempat lain dipastikan tidak ada,” kata dia menegaskan.

 

Muannas menyampaikan hal itu untuk meluruskan opini yang dia nilai bisa menjadi liar. Dia menyampaikan bahwa pagar laut puluhan kilometer itu melewati enam kecamatan di pesisir Kabupaten Tangerang. Anak perusahaan PIK PANI dan PIK Non PANI yakni PT IAM dan PT CIS hanya punya SHGB di satu kecamatan, persisnya di Desa Kohod.

 

”Jadi, bukan sepanjang 30 kilometer itu ada lahan SHGB milik kami,” imbuhnya.

 

Lebih lanjut, Muannas menyampaikan bahwa ada pengakuan dari mantan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar berkaitan dengan pagar laut di pesisir Kabupaten Tangerang. Menurut dia, pagar laut itu sudah ada sejak 2014. Karena itu, dia menyebut pagar laut tersebut ada sebelum PIK Dua hadir. Bahkan sebelum Joko Widodo (Jokowi) terpilih menjadi presiden ke-7 Indonesia.

 

”Beliau (Zaki) melakukan kunjungan di tahun 2014 dengan menyewa tiga boat bersama sejumlah awak media, memantau langsung kondisi pesisir pantura Kabupaten Tangerang. Sudah ada pagar-pagar laut itu sebelum PIK Dua ada, bahkan sebelum Pak Jokowi menjabat presiden,” terang dia.

 

Muannas menyebut, bidang-bidang yang sudah memiliki SHGB itu dulunya adalah daratan. Namun, daratan tersebut lama kelamaan terdampak abrasi sehingga menjadi lautan.

 

Menurut dia, dulunya di sana ada sawah dan tambak. Bahkan, sawah dan tambak itu memiliki girik. Para pemilik sawah dan tambak itu lantas menyelamatkan harta benda mereka dengan memasang pagar-pagar bambu.

 

”Dan itu yang kami beli, daripada musnah dari SHM menjadi SHGB karena ada alas hak dan lahannya masih bisa teridentifikasi. BPN menjamin bisa diterbitkan sertifikat HGB, makanya kami beli,” terang dia. (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.