Latest Post

Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin/Ist 

 

JAKARTA — Wacana penggunaan dana zakat untuk mendanai program Makanan Bergizi Gratis (MBG) dikritik mantan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin.

 

Menurut Lukman yang menjabat di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), pengalokasian dana zakat untuk program tersebut tidak sesuai dengan prinsip etika pengelolaan zakat.

 

“Penggunaan dana zakat untuk biaya program makan bergizi gratis adalah tidak etis,” tegas Lukman lewat akun X miliknya, Kamis 16 Januari 2025.

 

Ia menegaskan bahwa dana zakat seharusnya dimanfaatkan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat yang berhak secara lebih terencana, terstruktur, dan berjangka panjang.

 

Lukman juga mendorong pemerintah dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk lebih kreatif dalam mencari solusi meningkatkan gizi masyarakat tanpa mengandalkan dana zakat.

 

“Alih-alih gunakan dana zakat, akan lebih bijak bila Pemerintah bersama Baznas lebih kreatif kembangkan suatu program filantropi secara nasional guna tingkatkan keterlibatan publik menaikkan gizi masyarakat," jelasnya.

 

Pernyataan ini mencerminkan pentingnya pengelolaan dana zakat yang sesuai dengan ketentuan agama dan prioritas kebutuhan umat. Zakat memiliki tujuan utama membantu delapan golongan yang telah ditetapkan syariat, seperti fakir, miskin, Amil, mualaf, dan hamba sahaya.

 

Usulan penggunaan dana zakat untuk pembiayaan program MBG disampaikan Sultan B. Najamudin setelah Sidang Paripurna Ke-10 DPD RI Masa Sidang III Tahun 2024–2025. Alasannya, masyarakat Indonesia dianggap suka gotong royong. (rmol)



 

Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan

 

KAPOLRI pilihan Jokowi ini melesat jenjangnya melangkahi banyak perwira tinggi. Masa bodoh kata Jokowi yang penting Kapolri itu harus orangnya. Ia berguna untuk banyak hal termasuk memilih-milih target demi kepentingan Presiden yang tak punya rasa malu dan salah itu. Sebelumnya Listyo menjabat sebagai Kabareskrim Mabes Polri.

 

Mantan Kapolresta Surakarta dan ajudan Presiden Jokowi ini masuk dalam jajaran "gang Solo" yang menggambarkan hubungan dekat dengan Jokowi. Kini saat Presiden berpindah tangan kepada Prabowo Subianto, maka Listyo dianggap sebagai Kapolri titipan Jokowi. Prabowo masih menjadi pengekor. Akibatnya penegakan hukum tetap terseok-seok, hanya omon-omon, dan tidak mandiri.

 

Saat peristiwa pembunuhan 6 pengawal HRS yang dikenal dengan kasus KM 50 Listyo Sigit menjabat sebagai Kabareskrim. Adapun Kapolri nya adalah Idham Aziz. Sementara Kapolda Metro Jaya Fadil Imran berperan aktif dalam memojokkan dan memfitnah 6 korban penganiayaan dan pembunuhan tersebut. KM 50 tidak bisa lepas dari peran Fadil Imran yang diduga kuat juga melibatkan Kabareskrim Listyo Sigit.

 

Awalnya ada tanda Listyo Sigit akan berakhir dengan baik.  Saat di depan anggota  DPR RI ia berjanji untuk membuka kembali kasus KM 50 jika ditemukan bukti baru (novum), akan tetapi janji itu ternyata diingkari padahal telah ditemukan bukti baru (novum) di antaranya "kesaksian sopir derek di KM 51,2", "pengakuan AKBP Acay soal perusakan CCTV KM 50", dan  "kesaksian di sidang Pengadilan Bahar Smith atas luka penganiayaan 6 syuhada".

 

Hutang kasus Jokowi menjadi beban Prabowo akibat ingkar janji Listyo Sigit tersebut. Cepat atau lambat Prabowo yang akan menjadi sasaran. Dosa Sigit terus menempel seperti parasit. Prabowo harus mengobati penyakit.

 

Listyo Sigit tanpa prosedur penyelidikan dan penyidikan telah memerintahkan tangkap mantan Polisi Aiptu Ismail Bolong karena sebagai penambang ilegal ia telah mengaku menyetor uang hingga 6 milyar kepada Kabareskrim Agus Andrianto, lalu menerangkan adanya tekanan dari Karo Paminal Div Propam Hendra Kurniawan. Semestinya informasi setoran kepada petinggi Polri atau suap tersebut yang ditindaklanjuti bukan menangkapnya.

 

Kasus Tragedi Kanjuruhan menewaskan 135 penonton akibat kelalaian aparat Kepolisian menembakkan gas air mata ke arah tribun. Kasus ini tidak terselesaikan dengan konsisten dan berkeadilan. Listyo Sigit tentu bertanggungjawab atas tragedi dan penanganan aparat serta proses penyelidikan dan penyidikannya.

 

Penyidik KPK Brotoseno terbukti korupsi, namun setelah selesai penahanannya justru diterima kembali sebagai Polisi aktif. Semangat pemberantasan korupsi Kepolisian di bawah kepemimpinan Listyo Sigit tidak nampak. Semestinya Brotoseno dipecat dari keanggotaan Kepolisian. Menurut survey LSI Kepolisian Indonesia menempati peringkat teratas korupsi se-Asia Tenggara.

 

Pasca pengarahan Presiden tentang pembenahan Kepolisian, maka saat Konperensi Pers terlihat tangan Kapolri Listyo Sigit gemetar. Ada beban atau dosa apa dari pelaksanaan tugas kepemimpinannya ? Kasus laporan/pengaduan ijazah palsu mengendap, demikian juga dengan aduan nepotisme Jokowi yang melanggar Pasal 22 UU No 28 tahun 1999 tentang KKN. Dokumen atau berkas kasus ditumpuk hanya sebagai arsip.

 

Perpanjangan masa kepemimpinan Kapolri Listyo Sigit hingga periode Presiden Prabowo dirasakan kurang pas dan terkesan dipaksakan. Publik membaca hal ini sebagai mengikuti kemauan Jokowi. Prabowo dalam kendali.

 

Baik dari reputasi buruk Jenderal Listyo Sigit maupun kelaziman untuk kemandirian serta konsistensi penegakan hukum, maka Prabowo dituntut untuk segera mengganti Kapolri Listyo Sigit. Penyegaran dan perbaikan kinerja di tubuh kepolisian adalah prioritas dan harapan rakyat kepada Presiden Prabowo.

 

Listyo adalah Kapolri Jokowi, Kapolri Prabowo harus lain lagi. Wajar jika diganti. Itu baru namanya sehat, kuat, dan bermartabat. (*)

 

Pagar laut diduga milik pengembang PSN PIK 2, Agung Sedayu Group/Ist 

 

JAKARTA — Mantan Staf Khusus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Said Didu menanggapi perintah Presiden Prabowo Subianto untuk mencopot pagar laut yang diduga milik Agung Sedayu di pesisir Tangerang.

 

Dikatakan Said Didu, instruksi dari Prabowo sudah sangat jelas.

 

"Arahannya jelas," ujar Said Didu dalam keterangannya di X @msaid_didu (16/1/2025).

 

Hanya saja, ia menilai langkah tersebut tidak dijalankan sepenuhnya karena adanya campur tangan dari Menteri titipan Jokowi.

 

"Tapi ditelikung oleh Menteri Jokowi yang ada dalam Kabinet Prabowo," cetusnya.

 

Said Didu menuturkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh pihak terkait hanya sebatas menyegel pagar laut tersebut, dengan alasan akan memeriksa izin terlebih dahulu.

 

"Sehingga hanya disegel dan katanya akan periksa izin dulu," tandasnya.

 

Sebelumnya diketahui, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, memastikan Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan pencabutan proyek pagar laut yang diduga milik pengembang PSN PIK 2, Agung Sedayu Group.

 

Prabowo juga meminta agar permasalahan pagar laut tersebut diusut tuntas.

 

"Sudah. Beliau sudah setuju pagar laut. Pertama, itu disegel. Kemudian yang kedua beliau perintahkan untuk dicabutkan, gitu. Usut, begitu," kata Muzani kepada wartawan di Jakarta.

 

Instruksi ini dikeluarkan di tengah sorotan publik terhadap keberadaan pagar laut yang dianggap membatasi akses masyarakat ke pantai di pesisir Tangerang.

 

 

Keberadaan proyek tersebut memicu pertanyaan tentang izin dan dampaknya terhadap lingkungan serta masyarakat sekitar.

 

Namun, saat ditanya lebih lanjut mengenai kemungkinan keterkaitan proyek pagar laut dengan pengembangan PIK 2, Muzani enggan berkomentar.

 

"Saya tidak sampai di situ, pengetahuan saya. Saya ketua MPR," tegasnya.

 

Hingga kini, langkah untuk mencabut pagar laut yang telah disegel tersebut menjadi perhatian publik, terutama terkait komitmen pemerintah dalam menjaga keadilan akses terhadap wilayah pesisir. (fajar)


Kebersamaan Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto/Istimewa 

 

JAKARTA — Mendekati 100 hari masa jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto dihadapkan pada tantangan besar. Prabowo harus membuktikan bahwa pemerintahannya bukan sekadar meneruskan era Presiden Republik Indonesia ke-7 Joko Widodo alias Jokowi.

 

Jika Prabowo tidak mampu menyajikan arah kebijakan yang berbeda, ia berisiko kehilangan kepercayaan publik yang mengharapkan perubahan signifikan.

 

Karena itu, pengamat politik Rocky Gerung, melihat langkah strategis yang harus dilakukan Prabowo adalah melepaskan diri dari "jeratan" kebijakan dan gaya pemerintahan Jokowi.

 

“Kalau arahnya sama dengan Presiden Jokowi, itu artinya Pak Prabowo tidak punya element of surprise di dalam upaya menghasilkan harapan," kata Rocky lewat kanal YouTube Rocky Gerung Official, Kamis 16 Januari 2025.

 

Dosen Ilmu Filsafat itu menegaskan bahwa persepsi terhadap keburukan era Jokowi telah menjadi opini global.

 

Sehingga, jika Prabowo tidak mampu menawarkan perbedaan nyata, ia khawatir persepsi negatif itu akan berlanjut dan membayangi pemerintahannya.

 

“Persepsi ini sudah terbentuk. Kalau ini ditempelkan di dalam pemerintahan yang ada sekarang maka pemburukan persepsi ini akan menghasilkan negatif campaign Indonesia di luar negeri," jelasnya.

 

Evaluasi 100 hari kerja akan menjadi tolok ukur keseriusan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

 

Masyarakat kini menantikan apakah Presiden Prabowo mampu keluar dari bayang-bayang pendahulunya dan membangun era baru yang lebih progresif dan transparan. (rmol)


 

Oleh : M Rizal Fadillah | Koordinator Kajian Politik Merah Putih

 

KOMNASHAM baru pimpinan Dr. Atnike Nova Sigiro, M.Sc didesak melalui aksi-aksi Front Persaudaraan Islam (FPI) untuk melakukan penyelidikan ulang peristiwa pembantaian 6 anggota Front Pembela Islam (FPI) pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) yang dikenal dengan kasus KM 50. Komnas HAM lama yang diketuai Ahmad Taufan Damanik dinilai tidak maksimal dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya.

 

Penyelidikan dahulu jelas keliru dasar hukum yang digunakan yaitu UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM semestinya mendasari pada UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa telah terjadi pembunuhan sistematis yang dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran HAM berat. Penyelidikan berdasarkan UU No 26 tahun 2000 dapat melibatkan unsur masyarakat.

 

Akibat pemeriksaan pelanggaran HAM biasa maka terdakwa "ecek-ecek" dua orang anggota Kepolisian yaitu Briptu Fikri Ramadhan dan Iptu Yusmin Ohorella divonis bersalah tapi dibebaskan. Peradilan sesat "dagelan" itu tentu tidak memenuhi rasa keadilan. Bahkan lucunya, sejak awal para terdakwa itu berkeliaran bebas, tidak ditahan.

 

Diduga dibebaskannya kedua terdakwa terkait dengan operasi Satgassus pimpinan Ferdy Sambo yang saat itu merangkap sebagai Kadiv Propam Mabes Polri. Ada keterlibatan "orang-orang Sambo" dalam operasi pembantaian sistematis KM 50 tersebut. Hal ini penting untuk digali oleh Komnas HAM periode 2022-2027 pimpinan Dr. Atnike Nova.

 

Desakan kepada Komnas HAM untuk bekerja adalah satu di antara 3 opsi kelanjutan proses membongkar kembali kasus KM 50. Dua lainnya adalah mendesak Kepolisian untuk memeriksa ulang berdasarkan novum yang sudah ditemukan atau mendesak Kepolisian untuk menuntaskan Rekomendasi Komnas HAM terdahulu yang hingga kini masih menggantung.

 

Sebagai extra ordinary crime atau sering disebut unlawful killing, maka kejahatan kemanusiaan ini akan menjadi hutang yang terus ditagih, khususnya oleh umat Islam. Dikejar dan diperiksa berbagai figur yang diduga terlibat seperti Fadil Imran, Dudung Abdurahman, Budi Gunawan, Listyo Sigit, bahkan Tito Karnavian dan Jokowi. Mantan Menkopolhukam Mahfud MD pun harus berbicara jujur.

 

Melalui Komnas HAM baru yang bekerja berdasarkan UU No 26 tahun 2000 maka diharapkan kabut kasus KM 50 dapat tersingkap, keadilan harus ditegakkan. HRS sudah bertekad untuk mengejar para pelaku dan pihak terlibat agar segera diseret ke meja hijau. Dagelan peradilan kemarin harus dikoreksi dan diluruskan kembali. Kebetulan Jokowi sang Ketua Umum rezim sudah tiada.

 

Pertanyaan seriusnya adalah apakah Jokowi mengetahui dan membiarkan pembantaian 6 anggota Laskar FPI itu atau Jokowi yang memang telah  memerintahkan operasi pengejaran HRS dan keluarganya yang berujung pada penyiksaan dan pembunuhan tersebut? Kasus KM 50 adalah kasus serius di masa pemerintahan Jokowi yang dicoba diselesaikan dengan pementasan drama yang sangat menistakan nilai-nilai kemanusiaan.

 

Jika Jokowi, Fadil Imran, Budi Gunawan, Dudung Abdurahman dan lainnya benar terlibat dalam kejahatan ini maka wajar seluruhnya untuk dapat dihukum Mati.

 

Prabowo Subianto yang kini menjadi Presiden dan dahulu Menteri Pertahanan tidak boleh diam saja. Harus berbuat dan bertindak tegas demi tegaknya kebenaran, keadilan, dan kejujuran.

 

Jangan sampai muncul pertanyaan yang lebih serius yaitu apakah Prabowo Subianto juga terlibat? Sikap dan kebijakan Prabowo dalam penuntasan kasus KM 50 ini akan menjadi indikator.

 

Pernah ada acara menarik yang dipandu oleh Dr. Refly Harun bertema : "Pak Prabowo, Ada KM 50".

 

Nah, remember and get it done--ingat dan selesaikan! (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.