Latest Post

Presiden Prabowo dan IKN/Ist 

 

JAKARTA — Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim) masih menjadi salah satu topik hangat dalam perbincangan politik Indonesia. Rencana pemindahan ibu kota yang sebelumnya digagas Presiden Joko Widodo kini melibatkan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan akan mulai berkantor di IKN pada 2028.

 

Meski pemindahan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk melanjutkan proyek besar ini, kejelasan kapan ibu kota akan dipindahkan sepenuhnya masih bergantung pada kesiapan infrastruktur yang memadai.

 

Komitmen Presiden Prabowo dan Peran Infrastruktur

Analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa) pada Sabtu (14/12/2024) lalu menilai, pernyataan Presiden Prabowo untuk berkantor di IKN menegaskan komitmennya dalam melanjutkan pembangunan yang telah dimulai oleh Presiden Jokowi.

 

Namun, Hensa juga menekankan bahwa keberadaan kantor presiden di IKN tidak secara otomatis berarti bahwa ibu kota Indonesia akan segera pindah ke sana.

 

“Berkantor di sana bisa, istana ada di Bali, Bogor, Jakarta, dan Puncak. Sekarang ditambah di Kalimantan. Tapi, apakah serta-merta ibu kota akan pindah? Belum tentu,” ujar Hensa, dikutip dari ANTARA, Rabu (15/01/2025).

 

Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun IKN akan menjadi pusat administrasi baru, keputusan untuk memindahkan seluruh fungsi pemerintahan, seperti kantor legislatif dan yudikatif, masih bergantung pada kesiapan infrastruktur yang dibutuhkan.

 

Pemerintahan Akan Pindah Setelah IKN Siap Berfungsi

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengungkapkan bahwa pemerintah akan memindahkan kantor pusat pemerintahan ke IKN hanya setelah kota tersebut bisa menjalankan fungsi sebagai ibu kota politik.

 

Fungsi ini mencakup tersedianya infrastruktur yang memadai, seperti kantor eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Hasan menjelaskan bahwa perkiraan waktu bagi IKN untuk memerankan fungsi tersebut adalah pada tahun 2028.

 

“Presiden mengatakan bahwa kepindahan pemerintahan ke IKN akan terjadi setelah IKN dapat memerankan fungsi sebagai ibu kota politik. Artinya, ada kantor-kantor eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang sudah siap di sana,” jelas Hasan.

 

Kesiapan infrastruktur di IKN menjadi kunci utama yang akan menentukan apakah pemindahan ibu kota dapat dilaksanakan sesuai rencana.

 

Kesiapan Infrastruktur sebagai Katalisator Pemindahan Ibu Kota

Pembangunan IKN bukan hanya soal fisik kota, tetapi juga terkait dengan kesiapan fasilitas dan layanan yang mendukung jalannya pemerintahan. Infrastruktur yang lengkap dan fungsional, mulai dari perkantoran pemerintahan hingga konektivitas transportasi dan utilitas dasar, harus disiapkan dengan matang agar IKN bisa berfungsi secara efektif.

 

Salah satu tantangan terbesar dalam pemindahan ibu kota adalah pembangunan infrastruktur yang dapat menampung seluruh aparat pemerintahan dan pelayanan publik.

 

Tidak hanya itu, pemerintahan harus memastikan bahwa IKN dapat menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas pemerintahan, termasuk fasilitas perkantoran yang sesuai dengan standar nasional dan internasional.

 

Polemik dan Proyeksi Ke Depan

Walaupun pembangunan IKN terus berjalan, polemik terkait pemindahan ibu kota masih mewarnai diskursus publik. Banyak yang mempertanyakan apakah pemindahan ibu kota benar-benar akan memperbaiki pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa, ataukah justru akan menambah beban baru bagi anggaran negara.

 

Namun, dengan komitmen yang ditunjukkan oleh Presiden Prabowo untuk melanjutkan proyek IKN dan berkantor di sana pada 2028, harapan untuk melihat IKN berfungsi penuh sebagai ibu kota politik semakin nyata.

 

Meskipun demikian, keputusan untuk memindahkan ibu kota secara keseluruhan masih sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur yang harus dibangun dalam beberapa tahun ke depan. (suara)


Jumpa pers Wakil Ketua Komnas HAM, Pramono Ubaid Tanthowi bersama dua Komisioner Komnas HAM lainnya, yaitu Saurlin Siagian dan Anis HIdayah, di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, (15 Januari 2025) 

 

JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menerbitkan kertas kebijakan tentang pemilihan umum (pemilu). Isinya termasuk rekomendasi untuk sistem pemilu mendatang karena terdapat unsur pelanggaran hak asasi manusia pada pemilu sebelumnya.

 

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi bersama dua Komisioner Komnas HAM lainnya yakni Saurlin Siagian dan Anis HIdayah dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 15 Januari 2025 .

 

"Jadi, untuk menyusun kertas Kebijakan ini, Komnas HAM memang bekerja sama dengan temen-temen UGM itu melibatkan tiga disiplin ilmu. Jadi ilmu sosial politik, ilmu kesehatan dan yang ketiga psikologi," ujar Pramono.

 

Sosok yang kerap disapa Pram itu menegaskan, salah satu aspek yang disorot Komnas HAM dalam kertas kebijakan itu adalah soal keselamatan petugas adhoc dalam penyelenggaraan pemilu.

 

Dia mengungkapkan, jumlah petugas adhoc yang bertugas di tempat pemungutan suara (TPS), yaitu Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), yang tercatat meninggal dunia pada Pemilu Serentak 2024 masih mencapai ratusan orang.

 

"Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Pemilu 2024 kemarin masih ada cukup besar, jumlah petugas Pemilu yang meninggal dunia meskipun angkanya sudah cukup jauh turun dari angka kematian dari Pemilu 2019, karena ada sejumlah langkah yang memang sudah diambil oleh KPU, dari perbaikan secara teknis," urainya.

 

"Tetapi, angka kematian itu masih cukup tinggi. Padahal kita tahu, hak hidup itu adalah hak HAM paling dasar bagi semua manusia. Tanpa hak hidup maka semua hak yang lain nggak ada gunanya," sambungnya.

 

Dijelaskan lebih lanjut oleh Saurlin Siagian, bahwa pihaknya dalam kertas kebijakan terkait pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 menyatakan, aturan keserentakan pemilu dalam UU 7/2017 tentang Pemilu telah melanggar HAM.

 

"Sistem pemilu serentak yang terdiri dari lima jenis pemilihan, memberikan kesempatan kepada banyak kontestan untuk beraktivitas pada ruang dan waktu yang sama, sehingga menuntut kesiapan dan kesiagaan tinggi dari petugas pemilu baik secara fisik maupun mental,” jelas Saurlin.

 

Oleh karena itu, Komnas HAM merekomendasikan agar adanya perbaikan sistem pemilu ke depan oleh DPR dan juga pemerintah.

 

"Mendorong adanya desain ulang keserentakan pemilu dan pilkada, untuk meminimalisir potensi pelanggaran hak asasi manusia yang selama ini terus terjadi, baik berdasarkan pengalaman Pemilu 2019 maupun Pemilu 2024," tambah Anis Hidayah membacakan poin rekomendasi. (rmol)


Pagar laut di Tengarang/Ist 

 

JAKARTA — Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Muhammadiyah berencana membawa persoalan pemasangan pagar laut sepanjang 30 kilometer di pantai utara Tangerang ke Mabes Polri.

 

Langkah ini diambil setelah somasi terbuka yang mereka kirimkan kepada pemasang pagar tidak mendapat respons.

 

Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP Muhammadiyah, Gufroni menyatakan, apabila pagar tersebut tidak dibongkar hingga batas akhir pemanggilan yang berakhir hari ini, Selasa (14/1/2025), maka pihaknya akan segera membuat laporan.

 

“Apabila dalam tenggat waktu ini tidak ada yang membongkar bambu yang telah dipasang, kami akan membuat laporan ke Mabes Polri,” jelas Gufroni kepada awak media.

 

Namun, hingga kini, Gufroni belum menyebutkan secara pasti siapa pihak yang akan dilaporkan. Ia memperkirakan laporan akan diajukan pada Kamis atau Jumat mendatang.

 

Gufroni menambahkan bahwa Jaringan Rakyat Pantura (JRP), yang diduga sebagai pihak yang memasang pagar laut, belum memberikan tanggapan atau melakukan komunikasi dengan pihak LBH Muhammadiyah.

 

Pemasangan pagar laut tersebut sebelumnya menuai protes karena dianggap menghalangi akses masyarakat pesisir, khususnya nelayan, dalam mencari penghidupan.

 

LBH Muhammadiyah menilai tindakan ini melanggar aturan hukum serta hak masyarakat umum.

 

Sebelumnya, Pengamat Kebijakan Publik, Gigin Praginanto, semakin intens mengkritik keberadaan pagar laut ilegal sepanjang puluhan kilometer di perairan Tangerang.

 

Ia menilai kasus ini menjadi bukti lemahnya sistem pengawasan dan pertahanan laut Indonesia, meskipun negara memiliki armada kapal perang dan patroli pantai yang besar.

 

"Percuma punya banyak kapal perang dan patroli pantai kalau pembangunan pagar laut sampai puluhan km di mulut Jakarta secara ilegal saja tidak terdeteksi," ujar Gigin dalam keterangannya di X @giginpraginanto (13/1/2025).

 

Gigin blak-blakan menyayangkan sebab dari sekian banyak patroli pantai yang dilakukan, tidak ada satupun yang berani bertindak tegas.

 

"Bahkan tidak ada yang berani bertindak tegas padahal bisa saja pagar tersebut ditumpangi berbagai peralatan intelijen asing," sebutnya.

 

Gigin juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa pagar tersebut berpotensi menjadi alat untuk kepentingan asing.

 

"Pagar laut ilegal sampai puluhan km membuktikan, ketika berhadapan dengan uang sistem pertahanan laut Indonesia lumpuh total," tukasnya.

 

Ia menambahkan bahwa lemahnya pengawasan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai keamanan nasional secara keseluruhan, tidak hanya di laut, tetapi juga di udara dan darat.

 

"Jangan-jangan di udara dan darat sama saja sehingga kalau terjadi perang yang diselamatkan dulu adalah uang para pejabat," cetusnya.

 

Gigin juga menduga pagar laut ilegal di Tangerang hanyalah satu dari sekian banyak bangunan ilegal yang ada di perairan Indonesia dan kemungkinan dibangun untuk kepentingan bisnis maupun intelijen asing.

 

Ia menekankan bahwa tindakan tegas harus dimulai dengan menindak para pejabat yang bertanggung jawab atas keamanan laut.

 

"Dalam kasus pagar laut ilegal di Tangerang, yang harus ditindak lebih dahulu adalah para pejabat yang bertanggungjawab terhadap keamanan laut Indonesia," Gigin menuturkan.

 

Selain itu, Gigin mempertanyakan kinerja para pejabat tinggi negara yang berasal dari latar belakang militer.

 

"Presidennya jendral. Menhankam, Mendagri, Menkopolkam, ketua badan Sandi dan Siber, kepala BIN semuanya jendral," tandasnya.

 

Gigin pun tidak habis pikir melihat para Jenderal yang mengisi jabatan strategis namun tidak mampu berbuat banyak bagi kemaslahatan bangsa.

 

"Tapi gak berkutik menghadapi pagar laut ilegal di mulut Jakarta," kuncinya. (fajar)


Ketua MPR RI Ahmad Muzani 

 

JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menyetujui penyegelan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang, Banten, yang diduga dibangun tanpa izin.

 

Demikian disampaikan Ketua MPR RI Ahmad Muzani kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 15 Januari 2025.

 

“Sudah. Beliau (Presiden Prabowo) sudah setuju pagar laut. Pertama, itu disegel,” ungkap Muzani.

 

Tak hanya itu, Muzani juga menyebut bahwa Presiden Prabowo juga sudah menginstruksikan agar pagar laut tersebut segera dicabut. Bahkan, Presiden juga meminta kasus tersebut diusut tuntas.

 

“Beliau perintahkan untuk dicabutkan. Usut,” kata Sekjen Partai Gerindra ini.

 

Namun saat ditanya lebih jauh mengenai kemungkinan adanya evaluasi Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2, Muzani enggan mengomentari hal tersebut.

 

“Saya tidak sampai di situ, pengetahuan saya. Saya Ketua MPR,” pungkasnya. (rmol)


Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara), Petrus Selestinus 

 

JAKARTA — Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara), Petrus Selestinus angkat bicara fakta menarik terkait pagar laut sepanjang 30 KM di Tangerang.

 

Dalam podcast "Speak Up" di Channel YouTube Abraham Samad, Petrus mengungkap sejumlah nama yang diduga merupakan orang yang mengenal pemilik pagar laut tersebut.

 

Di antaranya adalah pendiri sekaligus pemilik Agung Sedayu Group (ASG), Sugianto Kusuma atau yang akrab disapa Aguan dan eks Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

 

Petrus menegaskan perlunya mencari tahu lebih banyak fakta terkait pagar laut ini, seperti pendanaan dan siapa yang memasangnya.

 

"Jadi, menurut saya untuk bisa memastikan siapa pemilik, siapa yang menyuruh memasang, dan siapa yang membiayai ini saya kira orang pertama perlu didengar untuk memastikannya mulai dari Jokowi, Aguan, Ali Hanafi, Denny Wongso, Ahmad Ghozali dan beberapa nama lainnya,” kata Petrus.

 

“Selama ini sering kita dengar sebagai pelaku lapangan di wilayah Teluk Naga dan sekitarnya," ujarnya.

 

Petrus menyarankan agar lembaga hukum melakukan pemeriksaan terhadap para nama yang telah dibeberkannya itu.

 

Ada dugaan kuat, sosok-sosok yang sebelumnya disebutkan menjadi pembuat dan yang mendanai pembangunan pagar tersebut. 

 

"Dengan mendengar orang-orang ini, oleh entah Mabes Polri, entah Kejaksaan atau KPK, kita pastikan mereka akan bisa memberikan informasi siapa sesungguhnya pemilik pagar 30 KM yang membentang di pesisir Pantai Indah Kapuk (PIK) dan Kabupaten Tangerang," tuturnya.

 

Dalam penjelasan lainnya, Petrus mengindikasi adanya pembagunan pagar laut ini untuk menutupi suatu hal.

 

Diantaranya yang paling ia curigai adalah sikap menutup-nutupi kejahatan yang dilakukan oleh pengembang properti-properti besar.

 

"Kemudian muncul bambu (pagar laut) ini menjadi sesuatu yang luar biasa membuka tabir. Semua pihak baik pejabatnya tutup mata, perusahaan yang membiayai pemagaran ini pasti tidak berani membuka informasi bahwa dia lah pemiliknya atau dia yang menyuruh," pungkasnya. (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.