Latest Post

Joko Widodo, Megawati Soekarnoputri dan Ganjar Pranowo dalam Rakernas PDIP di JICC Kemayoran beberapa waktu lalu/Ist 

 

JAKARTA — Pemecatan Joko Widodo (Jokowi) dari kader Banteng bukan sekadar masalah kode etik partai, tetapi sesuatu yang jauh lebih besar bagi masa depan demokrasi di Indonesia.

 

Peneliti politik senior Profesor Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, Jokowi telah merusak tatanan demokrasi di Indonesia. Karena itu, sebagai parpol yang mengakomodir Jokowi, PDIP tak ingin namanya tercoreng gara-gara kesalahan kader banteng tersebut.

 

“Kalau kita lihat dari sisi PDIP, itu kerusakan dalam demokrasi Indonesia di era terakhir Jokowi, yang saya katakan misalnya bagaimana merekayasa hukum untuk anaknya, merekayasa juga undang-undang putusan MA untuk Kaesang, itu macam-macam,” kata Prof. Ikrar kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Selasa, 17 Desember 2024.

 

Ia menuturkan pada poin ke tujuh dalam surat keputusan pemecatan Jokowi disebutkan bahwa telah melanggar AD/ART partai tahun 2019 serta kode etik dan disiplin partai dengan melawan secara terang-terangan terhadap keputusan DPP Partai terkait dukungan capres dan cawapres yang diusung PDIP.

 

“Anda tahu lah bagaimana kemudian dia, masak seorang anggota partai, saya beri contoh dia menghancurkan konstitusi kita dengan menggunakan MK, dan dia memajukan orang yang tidak didukung PDIP, kemudian dia mendukung Prabowo-GIbran sementara yang dimajukan PDIP itu Ganjar,” jelasnya.

 

Terlebih, lanjut Prof Ikrar, pada saat Rakernas PDIP, Jokowi seolah mendukung Ganjar, tapi kenyataannya Jokowi malah mendukung Prabowo-Gibran. Tentunya hal itu dianggap sebagai pelanggaran berat oleh partai.

 

“Kalau dilihat dari sisi Rakernas, dia bilang saya sudah bisik-bisik ke Pak Ganjar, kalau terpilih menjadi Presiden akan langsung tugas untuk menjadikan Indonesia swasembada pangan, padahal Ganjar tahu dia tidak mendukung Ganjar, tapi mendukung Prabowo,” tutupnya. (*)


Warga sekitar di Kedai Kopi Matin yang kerap dikunjungi saat mudik, lokasinya tak jauh dari kediaman orang tua Andra Soni. (foto: sanca)


PAYAKUMBUH — Kediaman orang tua Andra Soni Gubernur Banten terpilih yang berasal dari Jorong Pincuran Gadang, Nagari Andaleh, Luak, Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, berjarak 120 KM dari Kota Padang, ibu kota Provinsi Sumatera Barat.

 

Inspirasi bagi masyarakat sekitar

Berbagai cerita menarik mengiringi masa kecil Andra Soni hingga ia menjadi orang nomor satu di tanah jawara, Banten.


Dari sejumlah sahabat masa kecil Andra Soni serta adik bungsunya Purwaningsih beserta suami kini dipercaya mengelola sebuah heller atau penggilingan padi dan peternakan kambing di kampung halamannya.

 

Wawancara Jurnalis Indopos.co.id Yasril Chaniago (kiri) di Kedai Kopi Matin (kanan), sahabat masa kecil Andra Soni (foto: sanca)


Bermula saat Matin bercerita tentang Andra Soni yang dibawa orang tuanya ke luar negeri menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal ke Malaysia saat berusia 5 tahun, berjualan es bonbon keliling negeri jiran, hingga menjadi kurir pengantar surat dan mendirikan perusahaan ekspedisi di Tangerang.

 

“Ketika di Malaysia, pulang sekolah Andra mengajak saya ikut berkeliling berjualan es bonbon yang diambil dulu dari seorang warga Melayu di sana,” kata Matin.

 

Menurut Matin, kisah Andra seperti Barack Obama yang menghabiskan masa kecilnya di Menteng, dan saat ia menjadi Presiden Amerika, tempat itu masih menjadi kebanggaan warga Menteng. Begitu pula dengan Andra.

 

“Meski hanya 5 tahun sejak lahir tinggal di sini, namun saat beliau menjadi ketua DPRD Banten dan kini terpilih sebagai Gubernur Banten, tetap menjadi kebanggan bagi kami di sini,” ucap Matin, teman masa kecil Andra Soni yang juga merantau ke Malaysia.

 

Matin yang kini membuka usaha warung kopi tak jauh dari kediaman orang tua Andra Soni itu menceritakan, sejak kecil Andra sudah memperlihatkan jiwa seorang pemimpin, penolong dan tidak mau merepotkan orang lain.

 

”Dulu kalau ada teman-temannya yang disakiti oleh orang lain, dia yang paling depan untuk membela,” tuturnya.

 

Matin mengaku pernah diberi modal usaha oleh Andra Soni untuk berjualan kaki lima di Jakarta, dan sempat akan dibukakan usaha barbershop di sebuah ruko di Tangerang.

 

”Karena saya mungkin kurang hoki dalam berdagang, sehingga saya memilih untuk pulang kampung,” kata Matin.

 

Ia mengaku tidak mengetahui di mana Andra Soni melanjutkan pendidikan hingga menjadi sarjana, kerena sejak Andra memutuskan pulang ke Indonesia dari Malaysia saat berusia 12 tahun untuk melanjutkan pendidikan ke SMP sempat lost contact.

 

“Saya kontakan lagi dengan Andra itu, setelah dia menjadi seorang manajer di sebuah perusahaan dan sukses membuka perusahaan ekpedisi sendiri,” kata Matin.


Baca juga : 


Meski hanya 5 tahun menetap di kampung halamannya saat masih kecil, namun Andra tak pernah melupakan kampung halamannya.


Setiap ada kegiatan hari besar keagamaan dan peringatan hari besar nasional, Andra Soni selalu ikut berpartisipasi membantu kegiatan tersebut.

 

Tak hanya itu, sesekali Anda Soni pulang kampung menengok orang tuanya. Andra selalu membaur dengan warga dan suka nongkrong di warung kopi milik Matin bersama warga.

 

“Kalau Andra pulang kampung, dia suka nongkrong di sini dan malamnya kami ‘begadang’ bakar itik bersama warga,” cerita Matin yang diamini oleh sejumlah warga setempat.

 

Lain lagi cerita Purwaningsih, adik bontot Andra Soni, anak dari pasangan Zainal Abidin dan Yasni (almarhumah) dari suku Piliang ini.


Purwaningsih yang bersuamikan orang Betawi ini menceritkan, sejak kecil orang tuanya suka berpindah-pindah tempat tinggal untuk menghidupi keluarga.

 

“Menurut orang tua, kerena tidak ada biaya persalinan saya ini lahir di kandang sapi, saat orang tua saya berjualan gorengan di Nagari Limbanang, Sulika, Limapuluh Kota,” kenang Purwaningsih.

 

Karena sulitnya kehidupan di kampung halaman, memaksa orang tua Andra Soni mengikuti jejak temannya merantau ke Malaysia sebagai buruh perkebunan sawit dengan mengajak serta Andra Soni.

 

”Jadi yang pertama pergi merantau ke Malaysia itu adalah bapak saya dan bang Andra. Setelah mereka dapat rumah kontrakan di sana baru kami bersama ibu menyusul,” kata Purwaningsih.

 

Meski Purwaningsih adalah adik kandung dari Andra Soni, namun Ningsih tidak mengetahui di mana Andra Soni melanjutkan pendidikan di Jakarta.

 

”Ketika bang Andra pulang ke Indonesia, dia tinggal bersama kakak perempuan kami di Ciledug,Tangerang, dan bersekolah di Jakarta Selatan,” ungkap Ningsih.

 Wawancara Jurnalis Indopos.co.id Yasril Chaniago (kanan) di penggilingan padi (huller) bersama suaminya Purwaningsih (kiri), warga Betawi di kampung Andra Soni (foto: sanca)


Kini Ningsih dan suaminya dipercaya oleh Andra Soni untuk menetap di kampung halamann sekaligus merawat orang tua mereka yang sudah sepuh, karena 5 saudara lainnya hidup di rantau termasuk dua kakak Andra Soni yang hingga kini masih menetap di Malaysia.

 

“Untuk usaha di kampung ini, saya dibelikan kambing 20 ekor oleh bang Andra, dan meneruskan usaha heller ibu yang juga dibelikan oleh bang Andra,” ungkap Ningsih.

 

Diketahui, Andra Soni adalah seorang anak dari keluarga petani yang kurang beruntung secara ekonomi. Pria kelahiran 12 Agustus 1976 ini berasal dari sebuah desa kecil di Indonesia yang mana masyarakat di desa asalnya itu rata-rata bekerja sebagai petani.

 

“Jadi orang tua saya, ibu dan bapak saya, kami tinggal di desa kecil atau dusun kecil di suatu daerah dan orang tua saya bertani atau petani, karena memang di kampung kami rara-rata mengandalkan hidup dari bertani,” kata Andra Soni.

 

Andra Soni menjelaskan, kondisi perekonomian membuat sebagian masyarakat desa memilih untuk merantau, termasuk dirinya yang ikut bersama orang tuanya.


Saat berusia lima tahun, Andra ikut pergi bersama orang tuanya merantau ke Malaysia menjadi buruh kelapa sawit yang berangkat secara ilegal.


Perjalanan ke Negeri Jiran pun menjadi sebuah perjalanan yang dikenang sepanjang hidup pria berkulit sawo matang itu.


Meski berstatus ilegal di Malaysia, Andra Soni tetap diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan oleh pemerintah setempat.

 

“Saya sempat sekolah di sana sebagai anak dari pekerja tanpa dokumen, kalau dulu kasar sekali disebutnya ‘pendatang haram’Jadi kecil saya sering berkelahi sama teman-teman seusia saya karena sering di-bully sebagai ‘pendatang haram’Saya sekolah sampai kelas 5 SD, di hari libur biasanya saya bantu orang tua saya untuk memungut biji kelapa sawit,” ucapnya.

 

Setelah selesai menamatkan pendidikan di bangku SD, Andra Soni tak bisa melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena terbentur kelengkapan dokumen.


Karena itu, Andra Soni terpaksa harus pulang ke Indonesia ikut bersama sang kakak di Ciledug, Tangerang, Banten.

 Rumah sederhana orang tua Andra Soni, di Jorong Pincuran Gadang, Desa Andaleh, Luak, Kabupaten Limapuluh, Kota Sumatera Barat (foto: Ryan Dake)


Perubahan drastis terjadi saat memasuki bangku kelas dua SMP, Andra Soni diangkat sebagai anak oleh orang tua angkatnya yakni Raden Muhidin Wiranata Kusuma.


Sebagai anak angkat, Andra Soni dididik dan diperlakukan dengan sangat baik, termasuk memenuhi kebutuhan pendidikannya hingga lulus SMA.

 

Singkat cerita, Andra Soni pun terpaksa tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi karena alasan biaya.


Ia pun bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta, yang mana gaji yang diterima itu dikumpulkan untuk mendaftar kuliah di STIE Bakti Pembangunan program Diploma III.

 

Perjalanan di masa kuliah Andra Soni pun tidak mulus, proyek yang tengah digarap perusahaan tempat dirinya bekerja harus terhenti akibat krisis moneter. Alhasil, terpaksa ia harus cuti dari kuliah di semester tiga.

 

Setelah itu, Andra Soni pindah bekerja di perusahaan lain sebagai kurir surat atau tukang antar surat. Di tengah kesibukannya sebagai kurir surat, Andra Soni kembali melanjutkan kuliahnya meskipun beberapa kali terpaksa cuti kembali.

 

“Saya kerja sambil kuliah dan beberapa kali saya harus cuti, sehingga Diploma III saya selesai baru tahun 2001, saya kuliah 1996,” imbuhnya.

 

Sementara itu, karier Andra Soni di tempat kerjanya terus meningkat mulai dari posisi sales, kepala cabang, marketing manajer, hingga kemudian dipromosikan menjadi manajer.

 

Di tengah perjalanannya, Andra pun berniat untuk membangun perusahaannya sendiri.


Bermodalkan niat dan dukungan serta motivasi dari sang istri, ia pun membangun perusahaan ekspedisi sendiri bernama PT Antaran Sukses Express (AS Express), yang mana kata “AS” merupakan inisial namanya Andra Soni.


Secara perlahan dengan jerih payahnya, perusahaannya pun memiliki perwakilan di sejumlah negara.

 

Seiring berkembangnya usaha dan lingkungan, Andra Soni pun memutuskan untuk terjun ke dunia politik untuk menjadi calon anggota legislatif dari Partai Gerindra pada Pemilu 2014, dan berhasil lolos dengan perolehan suara yang cukup memuaskan.

 

Dalam perjalanan karier di dunia politik, Andra Soni diangkat sebagai Sekretaris DPD Gerindra Banten mendampingi Desmond J Mahesa. 


Kemudian, Andra Soni ditunjuk sebagai Ketua DPD Gerindra Banten menggantikan Desmond J Mahesa, yang wafat pada 24 Juni 2023.

 

Keberuntungan pun kembali terjadi saat Pemilu 2019, Andra Soni terpilih kembali. Ia pun direkomendasikan menjadi Ketua DPRD Provinsi Banten periode 2019-2024.

 

Saat ikut dalam kontestan Pilkada Banten berpasangan dengan Dimyati Natakusumah suami dari Bupati Pandeglang Irna Narulita,Andra Soni terpilih sebagai Gubernur Banten mengalahkan pasangan Airin Rachmi Diany dan Ade Sumardi. (ys/sanca)


Instagram @jokowi 

 

JAKARTA — Pengamat politik dari Universitas Nasional (UNAS) Selamat Ginting menilai pamor Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) akan meredup seiring berjalannya waktu. Apalagi, ia telah dipecat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Serta tidak memiliki jejak rekam yang baik dalam dunia politik.

 

“Perlahan-lahan dan itu pasti akan surut (pengaruh Jokowi). Dia tidak punya kekuasaan. Dia tidak punya warisan yang bagus untuk bangsa ini,” kata Ginting melalui keterangan video, Jakarta, Senin (16/12/2024).

 

Menurutnya, sosok Jokowi tidak berpegang teguh terhadap partai politik yang telah membesarkan sejak masih menjadi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga Presiden Indonesia dua periode pada tahun 2014-2024. Publik sangat mudah menilainya bahwa yang bersangkutan tak konsisten. 

 

“Tidak ada warisan soliditas, warisan bagaimana dia akan setia, loyal,” ujar Ginting.

 

Bahkan sebagian pihak menganggap, sikap politik Jokowi yang berbeda pilihan dengan PDIP pada Pilpres 2024 merupakan tindakan yang memalukan. Hal tersebut membuat sejumlah partai politik lebih berhati-hati menampung Jokowi.

 

Saat ini, tidak ada partai politik nasional yang secara gamblang menerima dan mengakui Jokowi sebagai kadernya setelah bukan berstatus sebagai kader PDIP. “Jokowi menghasilkan pengkhianatan. Ketika di PDIP berkhianat, maka partai lain akan memperkirakan hal yang sama,” ucap Ginting.

 

“Saya kira di 2029 nanti Jokowi tamat, karena tidak berada di dalam partai politik yang mumpuni,” tambahnya. 

 

PDIP mengeluarkan surat keputusan terkait pemecatan Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka, Bobby Nasution, dan 27 kader lainnya dari partai. Kini, mereka bukan kader partai berlambang kepala banteng itu.

 

Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP Komarudin Watubun mengatakan, pemecatan Jokowi berdasarkan Surat Keputusan nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024. Serta merupakan instruksi dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

 

“Saya mendapat perintah langsung dari Ketua Umum PDIP untuk mengumumkan, secara resmi sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai di depan seluruh jajaran Ketua DPD Partai se-Indonesia,” ucap Komarudin terpisah dalam keterangan video, siang tadi.

 

“DPP Partai akan mengumumkan surat keputusan pemecatan terhadap saudara Joko Widodo, Saudara Gibran Rakabuming Raka, dan Saudara Bobby Nasution serta 27 anggota lain yang kena pemecatan,” tambahnya. (indopos)



 

Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan 

Beredar viral video Said Didu dan rekan-rekannya di PIK 2 dengan latar belakang laut yang dipagar. Menurut Didu panjang pagar itu 23,3 KM dan jarak dari bibir pantai 1 hingga 2 KM. Konon 9 lembaga termasuk TNI bungkam dengan pemagaran laut ini. Sinyalemen bahwa ada Negara dalam Negara semakin terbukti. Inikah benteng yang merujuk pada Great Wall of China?

 

Di dalam Kota Beijing ada Forbidden City atau Kota Terlarang. Area tertutup Kekaisaran China. Benteng raksasa itu dibuat untuk melindungi serangan kaum barbar, fungsi imigrasi dan perdagangan. Benteng Changcheng menjadi simbol dari kedaulatan China yang tidak bisa diganggu.

 

Di zaman pemerintahan Hindia Belanda dibuat benteng di Tangerang Banten untuk menahan serangan dari pasukan Sultan Banten. Warga etnis Cina mendapat perlindungan dan berada di dalam benteng tersebut. Di kemudian hari mereka dikenal sebagai Cina Benteng. Sisa-sisa keturunan dan situsnya kini masih terlihat. Setelah bentrok dan kerusuhan, etnis Cina banyak yang kabur.

 

Kenangan tentang kebijakan pemerintahan kolonial itu kini terbayang kembali. Sulit membantah bahwa  pemerintahan Jokowi sangat memanjakan etnis Cina.  "Negara" PIK 1 dan sekarang PIK 2 adalah karya Jokowi. Di masa sebelum Jokowi etnis Cina hanya menguasai ekonomi, namun kini ekonomi dan politik. Rakyat khawatir TNI dan Polisi juga telah berada dalam pengaruhnya. 

 

Mendaur ulang Cina Benteng merupakan pabrik monster yang membahayakan.


PIK 2 faktanya telah dibentengi di darat dan di laut. Gerbangnya patung Naga Raksasa. Pengusaha besar Cina dipelihara dan dilindungi oleh penguasa penjajah Oligarki. Indonesia tergadai oleh berbagai kebijakan Jokowi. Jokowi yang pro Cina sesungguhnya adalah penghianat Negara.

 

Secara sadar makar telah dilakukan oleh seorang Presiden yang pandai berpura-pura. Pura-pura bersih, sederhana, pro rakyat bahkan spiritualis. Pejabat dan lingkarannya seperti terkena sihir hingga mendewakan. Presiden yang ini menjadi musuh dalam selimut bagi Negara Pancasila. Makar merupakan perbuatan yang diancam dengan hukuman mati.

 

Bukan mengada-ada jika muncul seruan tangkap dan adili Jokowi. Bahkan ada desakan agar Jokowi  dihukum mati. Bersandar pada Pasal 11 KUHP maka hukuman mati itu dengan cara digantung.

 

"Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri"

 

Prabowo tidak boleh melindungi pengkhianat negara. Prabowo harus tunduk pada ketentuan hukum. Biarlah hukum berbuat secara independen dan berdaulat. Era politik yang merekayasa hukum di zaman Jokowi telah usai. Prabowo jangan diam saja atau membuat Indonesia paradoks. PIK 2 karya Jokowi harus dibatalkan.

 

Status PSN atas PIK 2 segera cabut. Aguan telah memanipulasi PSN di depan hidung Jokowi, di depan mata Prabowo, serta di hadapan  seluruh rakyat Indonesia. Rakyat wajar untuk tidak dapat menerima dan  marah besar.

 

Bongkar pagar laut PIK 2 dan beri sanksi pembuatnya. Pagar pembunuh nelayan. Begitu juga dengan pejabat yang telah membiarkan penyerobotan wilayah Negara ini. Mereka terang-terangan berbuat jahat untuk menciptakan Negara dalam Negara. Menipu rakyat dengan berbagai narasi palsu termasuk bunga-bunga pariwisata.

 

Bersihkan dan basmi para penghianat negara yang masih merajalela di bumi persada. Gantung Jokowi dan bongkar pagar laut. Banten bukan Propinsi Republik Rakyat China. Sekali merdeka, tetap merdeka. (*)



 

Oleh : Joharuddin Firdaus/Pemerhati Politik Sosial dan Budaya 

“Kasus pembunuhan Brigadir Polisi Yosua Hutabarat ini terlalu mudah dan gampang untuk diungkap siapa pelaku dalam waktu secepatnya. Tidak butuh waktu lama berhari-hari untuk mengungkapkan pelakunya. Locus dan tempus delicti sangat jelas. Paling butuh waktu tiga sampai lima jam saja sudah menemukan pelaku sebenarnya. Masalahnya ada kemauan tidak dari penyidik dan atasan penyeidik, “ujar Komisaris Jendral Polisi (Purn.) Dharma Pongrekun dalam suatu kesempatan sambil bercanda.

 

PAK Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit yang hebat dan baik hati. Sekedar mengingatkan kalau masih banyak anggota Polisi yang baik, bagus dan hebat yang belum mendapat promosi jabatan dan kenaikan pangkat sampai sekarang. Mungkin saja jumlah mereka itu ada puluhan ribu, bahkan ratusan ribu anggota polisi baik, bagus dan hebat itu masih di posisi dan jabatan yang sama selama bertahun-tahun.

 

Para polisi baik, bagus dan hebat itu sudah bertugas di pedalaman Kalimantan, Maluku, Papua, Aceh dan daerah lain. Mungkin mereka sudah bertugas selama tiga tahun, lima tahun atau tujuh tahun. Namun sampai sekarang polisi-polisi baik, bagus dan hebat itu belum dipromosikan oleh Pak Kapolri Jendral Sigit. Mereka tetap setia untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan dengan ikhlas dan sabar.    

 

Pak Kapolri Jendral Sigit, kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Polisi Yosua Hutabarat ini kejadiannya belum terlalu lama. Pasti masih segar dalam ingatan seluruh anggota polisi baik, bagus, hebat dan publik Indonesia. Apalagi kasus ini juga menyeret polisi berdarah biru yang menjadi Kepala Devisi Provesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Polisi Ferdy Sambo sebagai aktor utama.

 

Kasus ini jelas menghebokan seluruh jagat Indonesia Pak Kapolri Jendral Sigit. Pastinya Kapolri Pak Jendral Sigit tidak anggap remeh dan merasa kasus ini biasa-biasa saja. Kejadian ini membuat masyarakat dunia ikut terheran-heran dan terkaget-kaget. Bisa ya di Polisi Indonesia ada kejadian yang seperti ini? Mudah-mudahan saja ini bukan dikenang sebagai kegagalan Pak Jendral Sigit ketika memimpin institusi Polri?

 

Sekedar mengingatkan Pak Kapolri Jendral Sigit bahwa pembunuhan berencana kepada Brigadir Polisi Yosua Hutabarat itu tidak mudah dilupakan publik begitu saja. Apalagi waktu kejadiannya itu belum terlalu lama dari sekarang. Kalau tidak salah ingat Brigadir Polisi Yosua Hutabarat itu ditembak mati dua tahun, lima bulan dan tujuh hari silam. Tepatnya terjadi pada hari Jum’at tanggal 8 Juli dan tahun 2024.

 

Namun yang paling mengagetkan publik Indonesia karena puluhan anggota polisi yang diperiksa secara etika dan profesi diguga terlibat melakukan rekayasa, mempengaruhi, berusaha menghalangi proses hukum dari sebenarnya. Mereka memberikan keterangan palsu. Juga berusaha menyembunyikan bukti-bukti dari kepolisian dan kejaksaan (Obstruction of Justice) terkait pembunuhan Brigadir Polisi Yisua Hutabarat itu, kini diberikan karpet merat di institusi Polri oleh Pak Kapolri Jendral Sigit.

 

Sejak tahun 2023 sampai sekarang, tercatat ada enam anggota Polisi yang terlibat skandal Obstruction of Justice pembunuhan terhadap Brigadir Polisi Yosua Hutabat telah diberikan kenaikan pangkat dan promosi jabatan oleh Kapolri (TEMPO.Co Senin 10/12/2024). Diduga Kapolri telah dengan sengaja mengusik dan menciderai rasa keadilan publik. Luar biasa hebatnya Pak Kapolri Jendral Sigit ini.

 

Memberikan karpet merah kepada anggota polisi mantan anak buah Irjen Polisi Ferdy Sambo yang terlibat skandal Obstruction of Justice pembunuhan Brigadir Polisi Yosua Hutabarat itu memang kewenangan Pak Kapolri Sigit. Cuma kurang baik dan kurang bijak saja Pak Kapolri. Tidak adil kepada puluhan ribu atau ratusan ribu anggota polisi baik, bagus dan hebat yang belum dipromosikan dan dinaikan jabatan serta pangkat mereka. Mungkin saja mereka tidak berani protes Pak Kapolri karena takut kepada atasan.

 

Pak Kapolri Sigit terkesan mengabaikan merit system di polisi terkait promosi jabatan. PRESISI yang Kapolri Sigit pidatokan di depan Pak Presiden Prabowo Subianto saat Apel Kasatwil Polri tahun 2024 di Akpol Semarang itu seperti basa-basi saja. Berkaitan dengan skandal Obstractio of Justice pembubuhan Brigadir Polisi Yosua Hutabarat itu, PRESISI dimana Pak Kapolri Sigit umpetin ya?

 

PRESISI mungkin bukan lagi tagline istimewa karena Pak Kapolri Sigit berikan karpet merah kepada anggota Palisi yang terlibat skandal Obstraction of Justice pembunuhan Brigadir Polisi Yosua Hutabarat. Bagaimana dengan nasibnya puluhan ribu, bahkan mungkin juga ratusan ribu anggota polisi baik, bagus dan hebat yang belum dapat promosi jabatan dan kenaikan pangkat itu Pak Kapolri Jendral Sigit?    

 

Pak Kapolri Jendral Sigit itu hebat, low prifile, pekerja keras dan sangat disiplin. Masih segar dalam ingatan kita skandal pembunuhan Brigadir Poplisi Yosua Hutabarat itu. Mungkin bukan begitu kerja-kerjanya PRESISI. Kasus ini hampir saja membuat institusi Polri tergenlinncir jatuh ke titik nadir.

 

Kasus ini dibumbui dengan keterlibatan gerombolan anggota polisi yang sengaja merekayasa perkara seakan-akan Irjen Ferdy Sambo yang dipersiapakan menjadi Kapolri masa depan itu tidak terlibat. Hanya berselang beberapa bulan, mereka mendapat promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Seperti inikah kerja-kerja PRESISI yang Pak Kapolri Sigit banggakan itu?

 

Publik Indonesia dan civil society berprasangka baik kalau Pak Kapolri Sigit tidak punya beban hutang budi atau perasaan tidak enak kepada Ferdy Sambo karena sesuatu hal. Walaupun demikian, lamanya pengungkapan kasus ini hampir satu bulan itu, diduga penuh tarik-manerik kepentingan tingkat tinggi di Polri. Awalnya diduga ada upaya Mabes Polri selamatkan Ferdy Sambo yang dipersiapkan menjadi calon Kapolri kelak.

 

Akibatnya publik menduga telah terjadi saling sandra-menyandra antara Mebes Polri di satu pihak dengan Fardy Sambo di pihak lain. Dampaknya, Kapolri Sigit tidak bisa melapor kepada Presiden Joko Widodo ketika itu sejak hari pertama kejadian. Diduga Kapolri Sigit baru malapor Presiden Joko Widodo pada hari ketiga setelah kejadian. Masalah ruwet, sehingga lambat mengungkapkan.

 

Padahal untuk kawasan ASEAN dan Asia, Polisi negaraku Indonesia itu terkenal sangat hebat, cepat, tepat dan sangat teliti dalam mengungkapkan perkara kriminal seperti pembunuhan. Lihat itu hebatnya kerja Densus 88 Antiteror Polri. Densus 88 Antiteror Polri tidak butuh waktu lama untuk mengungkap dan menangkap pelaku teroris yang merencanakan dan meledakan bom dimanapun wilayah Indonesia.

 

Anehnya untuk kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Polisi Yasua Hutabarat, polisi Indonesia yang terkenal hebat itu, mendadak menjadi tidak hebat. Seperti lemah syahwat. Padahal locul delicti dan tempus delicti sanagat jelas. Locul delicti dan tempus delicti terang-bernderang di depan mata polisi. Waktu dan tempat kejadiannya itu pasti di rumah dinas Kepala Devisi Propam Polri Irjen Polisi Ferdy Sambo.

 

Sayangnya, butuh waktu tiga hari, dari tanggal 8 - 10 Juli sejak kejadian pembunuhan terhadap Brigadir Polisi Yosua Hutabarat, baru ada keterangan resmi dari Karo Penmas Devisi Humas Polri Brigjen Ahamd Ramadhan. Humas Polri secara official adalah organ pelaksana dari Kapolri. Jadi, keterangan Humas Polri itu official atas nama Kapolri.

 

Sudah terlambat, namun keterangan resmi yang disampaikan Brigjen Ahmad Ramadhan masih berisi informasi bohong kepada publik. Isinya masih sesuai skenaria awal, yaitu tembak-menembak antara Brigadir Yosua Hutabarat dengan Bharada Polisi Richard Eliezer. Tangan Ferdy Sambo diduga sedang mengacak-acak institusi Polri. Untuk itu diperlukan tangan Presiden Prabowo untuk menyelamatkan Polri dari cengkaraman Fersy Sambo. (bersambung).

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.