Presiden Prabowo Perlu Selamatkan Polri Dari Cengkraman Ferdy Sambo (Bagian-2)
Oleh : Joharuddin Firdaus/Pemerhati Politik Sosial dan Budaya
“Kasus pembunuhan Brigadir Polisi Yosua Hutabarat ini terlalu
mudah dan gampang untuk diungkap siapa pelaku dalam waktu secepatnya. Tidak
butuh waktu lama berhari-hari untuk mengungkapkan pelakunya. Locus dan tempus
delicti sangat jelas. Paling butuh waktu tiga sampai lima jam saja sudah
menemukan pelaku sebenarnya. Masalahnya ada kemauan tidak dari penyidik dan
atasan penyeidik, “ujar Komisaris Jendral Polisi (Purn.) Dharma Pongrekun dalam
suatu kesempatan sambil bercanda.
PAK Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit yang hebat dan baik
hati. Sekedar mengingatkan kalau masih banyak anggota Polisi yang baik, bagus
dan hebat yang belum mendapat promosi jabatan dan kenaikan pangkat sampai
sekarang. Mungkin saja jumlah mereka itu ada puluhan ribu, bahkan ratusan ribu
anggota polisi baik, bagus dan hebat itu masih di posisi dan jabatan yang sama
selama bertahun-tahun.
Para polisi baik, bagus dan hebat itu sudah bertugas di
pedalaman Kalimantan, Maluku, Papua, Aceh dan daerah lain. Mungkin mereka sudah
bertugas selama tiga tahun, lima tahun atau tujuh tahun. Namun sampai sekarang
polisi-polisi baik, bagus dan hebat itu belum dipromosikan oleh Pak Kapolri
Jendral Sigit. Mereka tetap setia untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab
yang diberikan dengan ikhlas dan sabar.
Pak Kapolri Jendral Sigit, kasus pembunuhan berencana
terhadap Brigadir Polisi Yosua Hutabarat ini kejadiannya belum terlalu lama.
Pasti masih segar dalam ingatan seluruh anggota polisi baik, bagus, hebat dan
publik Indonesia. Apalagi kasus ini juga menyeret polisi berdarah biru yang
menjadi Kepala Devisi Provesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Polisi Ferdy
Sambo sebagai aktor utama.
Kasus ini jelas menghebokan seluruh jagat Indonesia Pak
Kapolri Jendral Sigit. Pastinya Kapolri Pak Jendral Sigit tidak anggap remeh
dan merasa kasus ini biasa-biasa saja. Kejadian ini membuat masyarakat dunia
ikut terheran-heran dan terkaget-kaget. Bisa ya di Polisi Indonesia ada
kejadian yang seperti ini? Mudah-mudahan saja ini bukan dikenang sebagai
kegagalan Pak Jendral Sigit ketika memimpin institusi Polri?
Sekedar mengingatkan Pak Kapolri Jendral Sigit bahwa
pembunuhan berencana kepada Brigadir Polisi Yosua Hutabarat itu tidak mudah
dilupakan publik begitu saja. Apalagi waktu kejadiannya itu belum terlalu lama
dari sekarang. Kalau tidak salah ingat Brigadir Polisi Yosua Hutabarat itu
ditembak mati dua tahun, lima bulan dan tujuh hari silam. Tepatnya terjadi pada
hari Jum’at tanggal 8 Juli dan tahun 2024.
Namun yang paling mengagetkan publik Indonesia karena puluhan
anggota polisi yang diperiksa secara etika dan profesi diguga terlibat
melakukan rekayasa, mempengaruhi, berusaha menghalangi proses hukum dari
sebenarnya. Mereka memberikan keterangan palsu. Juga berusaha menyembunyikan
bukti-bukti dari kepolisian dan kejaksaan (Obstruction of Justice) terkait
pembunuhan Brigadir Polisi Yisua Hutabarat itu, kini diberikan karpet merat di
institusi Polri oleh Pak Kapolri Jendral Sigit.
Sejak tahun 2023 sampai sekarang, tercatat ada enam anggota
Polisi yang terlibat skandal Obstruction of Justice pembunuhan terhadap
Brigadir Polisi Yosua Hutabat telah diberikan kenaikan pangkat dan promosi
jabatan oleh Kapolri (TEMPO.Co Senin 10/12/2024). Diduga Kapolri telah dengan
sengaja mengusik dan menciderai rasa keadilan publik. Luar biasa hebatnya Pak
Kapolri Jendral Sigit ini.
Memberikan karpet merah kepada anggota polisi mantan anak
buah Irjen Polisi Ferdy Sambo yang terlibat skandal Obstruction of Justice
pembunuhan Brigadir Polisi Yosua Hutabarat itu memang kewenangan Pak Kapolri
Sigit. Cuma kurang baik dan kurang bijak saja Pak Kapolri. Tidak adil kepada
puluhan ribu atau ratusan ribu anggota polisi baik, bagus dan hebat yang belum
dipromosikan dan dinaikan jabatan serta pangkat mereka. Mungkin saja mereka
tidak berani protes Pak Kapolri karena takut kepada atasan.
Pak Kapolri Sigit terkesan mengabaikan merit system di polisi
terkait promosi jabatan. PRESISI yang Kapolri Sigit pidatokan di depan Pak
Presiden Prabowo Subianto saat Apel Kasatwil Polri tahun 2024 di Akpol Semarang
itu seperti basa-basi saja. Berkaitan dengan skandal Obstractio of Justice
pembubuhan Brigadir Polisi Yosua Hutabarat itu, PRESISI dimana Pak Kapolri
Sigit umpetin ya?
PRESISI mungkin bukan lagi tagline istimewa karena Pak
Kapolri Sigit berikan karpet merah kepada anggota Palisi yang terlibat skandal
Obstraction of Justice pembunuhan Brigadir Polisi Yosua Hutabarat. Bagaimana
dengan nasibnya puluhan ribu, bahkan mungkin juga ratusan ribu anggota polisi
baik, bagus dan hebat yang belum dapat promosi jabatan dan kenaikan pangkat itu
Pak Kapolri Jendral Sigit?
Pak Kapolri Jendral Sigit itu hebat, low prifile, pekerja
keras dan sangat disiplin. Masih segar dalam ingatan kita skandal pembunuhan
Brigadir Poplisi Yosua Hutabarat itu. Mungkin bukan begitu kerja-kerjanya
PRESISI. Kasus ini hampir saja membuat institusi Polri tergenlinncir jatuh ke
titik nadir.
Kasus ini dibumbui dengan keterlibatan gerombolan anggota
polisi yang sengaja merekayasa perkara seakan-akan Irjen Ferdy Sambo yang
dipersiapakan menjadi Kapolri masa depan itu tidak terlibat. Hanya berselang
beberapa bulan, mereka mendapat promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Seperti
inikah kerja-kerja PRESISI yang Pak Kapolri Sigit banggakan itu?
Publik Indonesia dan civil society berprasangka baik kalau
Pak Kapolri Sigit tidak punya beban hutang budi atau perasaan tidak enak kepada
Ferdy Sambo karena sesuatu hal. Walaupun demikian, lamanya pengungkapan kasus
ini hampir satu bulan itu, diduga penuh tarik-manerik kepentingan tingkat
tinggi di Polri. Awalnya diduga ada upaya Mabes Polri selamatkan Ferdy Sambo
yang dipersiapkan menjadi calon Kapolri kelak.
Akibatnya publik menduga telah terjadi saling
sandra-menyandra antara Mebes Polri di satu pihak dengan Fardy Sambo di pihak
lain. Dampaknya, Kapolri Sigit tidak bisa melapor kepada Presiden Joko Widodo
ketika itu sejak hari pertama kejadian. Diduga Kapolri Sigit baru malapor
Presiden Joko Widodo pada hari ketiga setelah kejadian. Masalah ruwet, sehingga
lambat mengungkapkan.
Padahal untuk kawasan ASEAN dan Asia, Polisi negaraku
Indonesia itu terkenal sangat hebat, cepat, tepat dan sangat teliti dalam
mengungkapkan perkara kriminal seperti pembunuhan. Lihat itu hebatnya kerja
Densus 88 Antiteror Polri. Densus 88 Antiteror Polri tidak butuh waktu lama
untuk mengungkap dan menangkap pelaku teroris yang merencanakan dan meledakan
bom dimanapun wilayah Indonesia.
Anehnya untuk kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir
Polisi Yasua Hutabarat, polisi Indonesia yang terkenal hebat itu, mendadak
menjadi tidak hebat. Seperti lemah syahwat. Padahal locul delicti dan tempus
delicti sanagat jelas. Locul delicti dan tempus delicti terang-bernderang di
depan mata polisi. Waktu dan tempat kejadiannya itu pasti di rumah dinas Kepala
Devisi Propam Polri Irjen Polisi Ferdy Sambo.
Sayangnya, butuh waktu tiga hari, dari tanggal 8 - 10 Juli
sejak kejadian pembunuhan terhadap Brigadir Polisi Yosua Hutabarat, baru ada
keterangan resmi dari Karo Penmas Devisi Humas Polri Brigjen Ahamd Ramadhan. Humas
Polri secara official adalah organ pelaksana dari Kapolri. Jadi, keterangan
Humas Polri itu official atas nama Kapolri.
Sudah terlambat, namun keterangan resmi yang disampaikan Brigjen Ahmad Ramadhan masih berisi informasi bohong kepada publik. Isinya masih sesuai skenaria awal, yaitu tembak-menembak antara Brigadir Yosua Hutabarat dengan Bharada Polisi Richard Eliezer. Tangan Ferdy Sambo diduga sedang mengacak-acak institusi Polri. Untuk itu diperlukan tangan Presiden Prabowo untuk menyelamatkan Polri dari cengkaraman Fersy Sambo. (bersambung).