Latest Post

Habib Rizieq Shihab menyampaikan sambutan saat mengikuti reuni 212 di Silang Monas, Jakarta, Senin (2/12/2024) 


JAKARTA – Reuni Akbar 212 kembali digelar di kawasan Monas, Jakarta Pusat, pada Senin pagi (2/12/2024). Ribuan jamaah hadir dalam aksi yang dimulai sejak pukul 03.00 WIB itu, diawali dengan salat tahajud bersama. Momentum ini menjadi salah satu pertemuan akbar yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat dan tokoh Islam di Indonesia.

 

Acara tersebut dipimpin langsung oleh Habib Rizieq Shihab, acara ini selain menjadi sarana sosialisasi kepada umat, juga menjadi wadah penyampaian aspirasi keagamaan dan kebangsaan.

 

Reuni tersebut juga dihadiri oleh berbagai tokoh nasional dan ulama terkemuka. Di antaranya Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu, tokoh Muhammadiyah Wahidin, dan Ketua MUI Pusat KH Muhyidin Djunaidi. Serta para guru besar dari berbagai majelis di seluruh Indonesia juga turut hadir untuk mempererat kebersamaan dalam aksi ini.

 

Dalam kesempatan itu, Habib Rizieq Shihab (HRS) meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menindak tegas pihak-pihak yang telah merusak Indonesia selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama 10 tahun terakhir. Termasuk Presiden ke-7 Jokowi sendiri.

 

"Tidak peduli siapa pun dia saudara, tidak peduli apakah itu Jokowi ataupun Fufufafa dan semua kroni-kroninya yang terlibat seret ke pengadilan. Takbir! Takbir! Takbir!," ujar Habib Rizieq saat menghadiri reuni akbar aksi 212 di Silang Monas, Jakarta Pusat, pagi ini, Senin (2/12/2024).

 

Habib Rizieq mengungkapkan, dalam 10 tahun terakhir, demokrasi Indonesia sudah dirusak, hukum ditabrak, korupsi merajalela dan judi di mana-mana. Untuk itu, orang-orang yang membuat kerusakan haruslah dimintai pertanggung jawaban saat ini. Orang-orang yang memiliki rekam jejak dalam merusak demokrasi Indonesia haruslah diberi hukuman seberat-beratnya.

 

"Maka itu saya minta dengan tulus, dengan sangat hormat, kepada yang kami hormati, Bapak Presiden H. Prabowo Subianto, tolong Pak, bersihkan pemerintahan Bapak dari orang-orang yang bermasalah," ucapnya.

 

"Baik bermasalah dengan korupsi, bermasalah dengan judi, bermasalah dengan pelanggaran HAM, bermasalah dengan segala kemungkaran dan kerusakan negeri, jangan mereka dibiarkan, proses hukum tegakkan keadilan bagi bangsa Indonesia. takbir! Setuju tidak? Setuju tidak?," tambahnya.

 

Habib Rizieq sebelumnya juga meminta agar tidak mengganggu pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

 

"Jadi sekali lagi, pemerintahan baru ini jangan kita ganggu, kita beri kesempatan, kita dorong, tapi tetap kita kritisi," ujar Habib Rizieq.

 

 

Namun, kata Habib Rizieq, mendukung bukan berati menjilat atau memuji yang tidak berhak di puji. Dirinya akan tetap mengkritisi jika nantinya ada kebijakan yang tidak sejalan.

 

"Jadi bukan mendukung dalam arti kata menjilat, memuji yang gak berhak dipuji saudara, jangan, kita tetap ikhlaskan niat, hanya mencari Ridha Allah subhanahu wa ta'ala," terangnya.

 

Ia juga mendoakan Presiden Prabowo Subianto agar tetap sehat dan mampu memimpin Indonesia. Sehingga, mampu menyejahterakan masyarakat Indonesia.

 

"Dan akhirnya mari kita baca suratul fatihah, kita mohon kepada Allah agar Bapak Presiden Prabowo Subianto bisa diberikan kekuatan melalui Allah, diberikan sehat walafiat, agar mampu untuk memimpin negara Indonesia, agar mampu menyejahterakan rakyat, agar mampu terus menjaga keharmonisan hubungan antara Umarot dengan Ulama," katanya. (fajar)


Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro di Mapolres, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 

 

BOGOR – Seorang anggota Polri berinisial NJP (41) tega menganiaya ibu kandungnya sendiri hingga tewas di Desa Dayeuh, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

 

Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro mengungkapkan, penyerangan itu terjadi saat NJP yang merupakan bintara tinggi pada salah satu kepolisian daerah di wilayah Polda Metro Jaya pulang ke rumah orang tuanya pada Minggu (1/12) malam.

 

"Dia pulang karena tinggal sama orang tuanya, sehingga ada sedikit cekcok, sehingga orang tuanya dianiaya," ujar dia dikutip dari Antara.

 

Rio menyebut dari hasil pemeriksaan sementara, NJP menghantam sang ibu berinisial HS (61) menggunakan tabung gas elpiji berukuran 3 kilogram. Saat ini kepolisian pun masih mendalami motif dari tindakan keji itu.

 

"Kami tangani tindak kriminalnya. Sementara etiknya ditangani Propam Polda Metro Jaya. Ini adalah tindakan yang keterlaluan. Kami cari pasal yang terberat. Karena ibu adalah yang melahirkan kita," ujar Rio.

 

Sementara, Kapolsek Cileungsi Kompol Wahyu Maduransyah Putra mengungkapkan peristiwa itu terjadi sekitar pukul 22.30 WIB.

 

Saat itu, Polsek Cileungsi menerima laporan dari warga mengenai penganiayaan yang menyebabkan orang meninggal dunia.

 

Dia menerangkan, dari keterangan saksi, penganiayaan itu bermula saat saksi berbelanja di warung milik korban yang merupakan ibu pelaku sekitar pukul 21.30 WIB.

 

Ketika korban melayani saksi, tiba-tiba dari belakang pelaku mendorong ibunya hingga terjatuh ke lantai.

 

Kemudian, pelaku mengambil tabung gas elpiji 3 kilogram yang ada di warung dan memukulkannya ke arah kepala sang ibu sebanyak tiga kali.

 

“Mengetahui hal tersebut kemudian saksi langsung melarikan diri karena takut, kemudian saksi memberitahukan kepada temannya dan menelpon temannya lagi, setelah itu ambulans dari kirab meluncur ke tempat kejadian dan membawa korban ke RS Kenari,” ungkap Wahyu.

 

Setelah sampai di RS Kenari, korban dinyatakan telah meninggal dunia dan untuk pelaku melarikan diri menggunakan kendaraan Suzuki.

 

“Proses hukum masih didalami melalui penyelidikan oleh Polsek Cileungsi. Di mana saat ini pelaku di kenakan Pasal 351 ayat 3 KHUP atau Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman penjara 15 tahun penjara,” kata Wahyu. (jpnn)



 

Oleh : Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih

 

BATALKAN Perpres No. 54 thn. 2022 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, kembali ke UU. No. 34 tahun 2004 tentang Tugas TNI.

 

Kerusakan Institusi POLRI akibat kebijakan Presiden yang salah. Sadar atau tidak berawal dari  positioning  POLRI langsung di bawah Presiden, Polisi dipersenjatai melebihi kekuatan senjata TNI oleh Presiden, dengan imbalan loyalitas buta Polisi pada Presiden, petaka awal  terjadi kerusakan di tubuh POLRI.

 

Perselingkuhan Presiden dengan POLRI penyebab kewenangan dan kekuasaan POLRI bukan terkendali justru menjadi liar bahkan menjadi kepentingan politik Presiden.

 

Terjadi “Abuse of Power” oleh Polisi, menjadi kekuatan super body, menabrak siapapun yang berseberangan dengan kekuasaan , akibat Presiden telah memanjakan polri melampaui peran , fungsi dan tupoksinya.

 

Dalam UU nomor 2 thn 2002 tentang Kepolisian, tugas polisi itu hanya tiga : penegak hukum, menjaga kamtibmas, dan melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat.

 

Telah masuk keranah politik sebagai pengaman presiden mengatasi / menindak siapapun yang berseberangan dan melawan kebijakan dan kekuasaan Presiden.

 

Konon peran politis ini sudah dirancang jarak jauh sejak Tito Karnavian sebagai Kapolri, bukan hanya sebagai kekuatan mengamankan suara hasil Pilpres tetapi memenangkan suara untuk kemenangan Presiden. Imbalan politisnya Presiden menempatkan Polisi hampir di semua urusan  negara.

 

Terus berkembang ke ranah di luar tupoksinya memenangkan kepala daerah kandidat Presiden bahkan lebih jauh munculnya oknum kepolisian menjadi herder menganankan proyek Taipan Oligarki

 

"Lebih liar lagi  tugas TNI seperti penanganan terorisme, saparatisme, pengamanan objek vital, pengamanan wilayah perbatasan juga di ambil alih Polisi. Padahal itu jelas dan tegas tugas TNI sesuai UU no 34 Tahun 2004."

 

Presiden tidak tanggung tanggung mengeluarkan Perpres No. 54 tahun 22 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia. Untuk menambah kekuasaan Polri agar lebih luas karena tidak ada dalam UU Polisi. Padahal secara hirarki perundangan, Perpres itu di bawah Undang/Undang.

 

Yang muncul di kemudian hari kekuasan Polisi merambah kemana mana : Polisi bertindak cepat mengkriminalisasi tokoh tokoh siapapun yang menentang dan berbeda pandangan dengan sang penguasa. Kriminalisasi ulama,  begitu sadis cara menangani demo dengan kekerasan diluar perikemanusiaan. Bahkan dimana mana  berperan sebagai body guard Oligarki, sebagai penjaga   rampasan tanah  jarahannya dari gangguan.

 

Diduga kuat ikut mengamankan TKA asing khususnya dari China masuk berbondong bondong ke Indonesia.

 

TNI dianaktirikan bahkan terkesan dilemahkan. TNI melalui binternya di amputasi, TNI masuk desa sebagaian kemanunggalan TNI dan rakyat tidak terdengar lagi. Kewenangannya juga banyak di cabut atas nama kekuasaan Presiden untuk mengamankan kekuasaan Presiden menempatkan POLRI sebagai body guard nya.

 

Kesombongan POLRI membesar ketika merasa bahwa  Polri langsung di bawah Presiden dan TNI di bawah kordinasi Kementrian Pertahanan.

 

Presiden berdalih menambah kekuasaan POLRI adalah  untuk memerankan POLRI perang melawan perang asymetris. Perang yg tidak tampak seperti ; perang ideologi, perang ekonomi, perang dagang, perang pemikiran, sosial-budaya. Melebar mengamankan perjudian dan perdagangan narkoba dan perdagangan terlarang lainnya.

 

Dampak ikutan akibatnya bukan keamanan yang tercipta justru kegaduhan , perpecahan dan kekacauan di masyarakat makin parah. Apa yang terjadi saat ini  oknum kekuatan polisi yang menyalah gunakan kekuasaanya.

 

Muncullah partai cokelat bahkan mulai terdengar seperti era pra kebangkitan G 30 S - PKI ada indikasi lahirnya angkatan ke 5 (lima).

 

Awal kejadian jelas akibat salah kelola kepolisian oleh presiden sendiri menempatkan polisi sebagai alat kekuasaan politik. Menempatkan dan memfungsikan Polisi dengan kekuasan yang sangat besar sebagai alat kekuasaan politik.

 

Kebijakan Presiden memakan tuan Presiden sendiri. Perintah untuk secepatnya mengatasi kasus judi online berlarut larut karena ternyata kasusnya memah sangat berat , karena penyakitnya sudah acut melebar kemana mana.

 

Republik ini adalah negara hukum dilihat dari kinerja POLRI sebagai penegak hukum, menjaga kamtibmas, dan melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat, yang setia pada janjinya sebagai Bhayangkara Negara terasa telah dikhianati.

 

Back to zero. Tata ulang institusi POLRi, saatnya POLRI direformasi total. Tiba saatnya negara harus secepatnya melakukan Reformasi Polisi sekarang . (Police Reform Now). (*)

 

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (©Dokumen PDIP)

 

JAKARTA – Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto bicara soal sulitnya memperbaiki nasib demokrasi Indonesia jika sistem ketatanegaraan dirusak pihak-pihak tak bertanggung jawab.

 

Hasto awalnya memperlihatkan video seorang influencer di akun Nas Daily di YouTube. Di sana, dijelaskan bahwa demokrasi ibarat pesawat terbang yang semua elemennya harus utuh agar pesawat dapat tiba dengan selamat di tempat tujuan.

 

Hasto kemudian mengaitkan fenomena demokrasi di ambang kehancuran dengan menilik Pilkada Serentak 2024 yang praktiknya dirusak oleh Partai Cokelat (Parcok) dengan merujuk pada seragam anggota Polri.

 

"PDI Perjuangan, di dalam Pilkada Serentak ini, ketika kami mempersoalkan tentang fenomena Partai Coklat, fenomena bagaimana Jokowi harus digerakan oleh ambisi-ambisi kekuasaan demi kepentingan keluarga dan pribadi." Hal itu disampaikan Hasto dalam konferensi pers di Gedung PDIP, Menteng, Jakarta, Minggu (1/12).

 

"Dan kemudian membuat suatu norma-norma baru sehingga Kepolisian Republik Indonesia yang seharusnya mengabdi kepada Merah Putih, loyal kepada Presiden Prabowo Subianto, di dalam praktik banyak disalahgunakan untuk kepentingan politik praktis," sambungnya.

 

Karena itu, Hasto mengajak Polri menjaga spirit Merah Putih dan memberikan keteladanan bagi rakyat.

 

"Karena itulah kami mengajak seluruh aparatur Kepolisian Republik Indonesia, mari kita jaga spirit Polri Merah Putih, kita jaga seluruh keteladanan yang diberikan, seluruh kepercayaan rakyat-rakyat, mandat rakyat di dalam menegakkan keadilan dan ketertiban hukum," jelas Hasto.

 

Hasto menambahkan polisi sudah punya role model yang sangat jujur dan dicintai rakyat.

 

"Ada tampilan bagaimana Jenderal Hoegeng yang menjadi panutan, beliau bukan politisi, beliau polisi. Polisi Merah Putih, bukan Parcok," kata Hasto.

 

Dia menambahkan, di beberapa wilayah fenomena Parcok itu digerakkan secara masif. Karena itu, Hasto mengimbau seluruh rakyat Indonesia agar menjaga kapal Republik Indonesia tidak hancur.

 

"Mari kita jaga kemerdekaan kita, kedaulatan kita, keberanian kita untuk berbicara, sehingga Republik Indonesia yang dipertaruhkan dengan susah payah oleh pendiri Republik dapat tegak kokoh berdiri," kata Hasto. (merdeka)


Ilustrasi atribut kepolisian. (Istimewa) 

 

JAKARTA – Markas Besar (Mabes) TNI menyatakan TNI mengapresiasi setiap wacana yang berkembang, termasuk terkait perubahan struktur lembaga negara, yakni Polri dikembalikan ke TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Namun, TNI menyerahkan wacana terkait perubahan struktur lembaga negara tersebut kepada otoritas, yakni pemerintah dan DPR.

 

"Segala perubahan terkait struktur atau koordinasi antarlembaga merupakan kewenangan pemerintah dan DPR, dan TNI akan mengikuti kebijakan sesuai keputusan resmi negara," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen TNI Hariyanto kepada wartawan, Minggu (1/12/2024).

 

Hariyanto menegaskan bahwa TNI berpegang pada undang-undang yang mengatur peran dan tugas masing-masing institusi. Menurut dia, TNI dan Polri memiliki fungsi yang berbeda namun saling melengkapi.

 

"Saat ini, koordinasi antara TNI dan Polri sudah berjalan baik dalam menjaga stabilitas keamanan nasional," tutur Kapuspen, seperti dilansir Kompascom Minggu (1/12)

 

Diberitakan sebelumnya, Ketua DPP PDI-P, Deddy Yevri Sitorus mengusulkan agar Polri ditempatkan di bawah TNI atau Kemendagri. Hal ini menyusul hasil Pilkada Serentak 2024 di sejumlah wilayah, di mana PDI-P merasa kekalahan mereka di wilayah-wilayah tersebut disebabkan oleh pengerahan aparat kepolisian atau "parcok" (partai cokelat).

 

"Kami sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri," ujar Deddy dalam jumpa pers, Kamis (28/11/2024).

 

Ia berharap, DPR RI nantinya bisa bersama-sama menyetujui agar tugas polisi juga direduksi sebatas urusan lalu lintas, patroli menjaga kondusivitas perumahan, serta reserse untuk keperluan mengusut dan menuntaskan kasus-kasus kejahatan hingga pengadilan.

 

"Di luar itu saya kira tidak perlu lagi. Karena negara ini sudah banyak institusi yang bisa dipakai untuk menegakkan ini," kata Deddy. (*)



SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.