Latest Post

Kejagung tangkap Hendry Lie di Bandara Soetta 

 

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menahan Hendry Lie usai ditangkap di Bandara Soekarno Hatta (Soetta), Senin, 18 November 2024. Bos Sriwijaya Air itu sebelumnya berada di Singapura.

 

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengatakan, status Hendry sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan perdagangan komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015–2022.

 

"Dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan di rutan Salemba Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," kata Qohar kepada wartawan di Kejagung RI, Selasa, 19 November 2024 dini hari.

 

Qohar menambahkan bahwa pendiri Sriwijaya Air itu ditangkap di Bandara Soetta tepatnya di terminal 2F pada, Senin malam pukul 22.30 WIB malam. Selanjutnya, Hendry akan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka korupsi timah selama satu jam lamanya.

 

"Selanjutnya tersangka Hendry Lie akan dibawa ke Gedung Menara Kartika untuk dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka, kemudian yang bersangkutan dilakukan pemeriksaan satu jam," lanjut Qohar.

 

Atas perbuatannya, Hendry Lie dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Sebelumnya, Hendry Lie tiba di Kejagung sekitar pukul 23.13 WIB, Senin, 18 November 2024. Ia turun dari mobil tahanan dengan mengenakan kemeja pendek warna merah muda dan kedua tangannya diborgol. Setibanya di sana, Hendry Lie langsung diarahkan masuk ke dalam gedung Kejagung. (viva)


Mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai 

 

JAKARTA – Menteri Hak Asasi Manusia (Menham) Natalius Pigai menegaskan kritik warga negara tidak bisa dikriminalisasi. Baik kritik terhadap negara maupun sektor swasta. Apalagi, katanya, jika kritik dilakukan untuk memperjuangkan keadilan. Seperti kepentingan umum dan kesejahteraan bersama.

 

“Kritikan dari setiap warga negara kepada Negara dan Sektör Swasta dalam menperjuangkan keadilan bagi kepentingan umum dan kebaikan bersama (bonum commune) tidak layak dipidana,” kata Natalius dikutip dari unggahannya di X, Senin (18/11/2024).

 

Pihaknya mengaku paham, bahwa masyarakat sipil punya peran strategis. Dalam hal mengisi ruang yang tidak diisi negara.

 

“Kami pahami Kelompok Sipil juga mengisi Ruang Kosong yang tidak diisi oleh Negara dan Sektör Swasta,” ucapnya.

 

Kini, kementerian yang digawanginya disebut fokus menata perangkat lembaga Kemham. 

 

“Saat ini Kami sedang konsen dengan penataan lembaga (Kemham) karena Kementerian HAM baru tapi termasuk paling besar (pusat dan daerah) tapi hampir rampung,” ujarnya.

 

Di masa yang akan datang, eks Komisioner Komnas HAM itu mengatakan akan memberi penguatan kebebasan demokrasi dan HAM.

 

“Kami akan memberi penguatan kebebasan demokrasi dan HAM secara terukur di masa yang akan datang,” terangnya. 

 

Diketahui sebelumnya, eks Sekretaris BUMN Muhammad Said Didu saat ini menjalani proses hukum, Setelah dilaporkan atas dugaan provokasi warga atas pembangunan proyek strategis nasional Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

 

Didu akan menjalani pemeriksaan di Polresta Tangerang, Kota Tigaraksa pada 19 November 2024 mendatang. Wilayah PSN PIK-2 dan Wilayah lain, saya kembali dipanggil Polisi untuk diperiksa di Polresta Tangerang, Kota Tigaraksa pada tanggal 19 November 2024,” kata Said Didu

 

Pemeriksaan tersebut kata dia atas dasar laporan beberapa pihak, termasuk laporan Ketua Apdesi Kabupaten Tangerang (Maskota) dengan tuduhan melanggar UU ITE yang dianggap menghasut.

 

“Demi membela hak-hak rakyat dari penggusuran paksa, penyelamatan asset negara, dan demi keamanan negara, dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, saya akan hadapi proses ini dengan kepala tegak dan berpasrah diri pada Allah,” tutur pria kelahiran Pinrang Sulsel ini.

 

“Jika terjadi sesuatu, demi rakyat, demi bangsa, demi negara - mohon perkenan Bapak/Ibu/Saudara untuk melanjutkan perjuangan ini,” tandasnya. (fajar)


Rapat kerja Baleg DPR RI bersama Mendagri Tito Karnavian dan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas membahas RUU Daerah Khusus Jakarta 

 

JAKARTA – Jakarta tetap menjadi ibu kota Indonesia selama Keputusan Presiden (Keppres) tentang pemindahan Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Provinsi Daerah Khusus Jakarta ke Ibu Kota Negara Kepulauan (IKN) belum diterbitkan.

 

Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas mengatakan, Pasal 70 Undang-Undang Daerah Istimewa Jakarta (DKJ) menyebutkan Jakarta menjadi Daerah Istimewa sejak ditandatanganinya Keputusan Presiden tentang pemindahan ibu kota negara.

 

“Iya, sampai hari ini Jakarta masih menjadi ibukota negara RI. Jadi sepanjang Keppresnya belum ditandatangani artinya ibukota RI adalah Jakarta," kata Supratman di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Senin, 18 November 2024.

 

Menurut Supratman, Jakarta masih berstatus ibukota negara untuk menghindari kekacauan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Jakarta. Sebabnya dalam waktu dekat akan berlangsung Pilkada Serentak 2024.

 

“Kita mengantisipasi jangan sampai nanti begitu Keppres ditandatangani, sekarang kan pemilihan masih gubernur DKI Jakarta. Tapi kalau nanti perubahan nomenklaturnya setelah Keppres kan harusnya Gubernur Daerah Khusus Jakarta," kata Supratman.

 

Selain itu, kata Supratman, anggota DPR RI dan DPD RI wilayah pemilihan Jakarta juga akan berubah ketika nantinya Keppres ditandatangani.

 

“Begitu juga anggota DPR, anggota DPD, daerah pemilihan DPD itu sama. Memang kemarin terlewati, sehingga perlu untuk disempurnakan untuk mengantisipasi supaya jangan ada kekosongan hukum nantinya,” tutup Supratman. (rmol)


Sekretaris Kementerian BUMN 2005-2010, Said Didu 

 

JAKARTA – Mantan Sekretaris BUMN Said Didu menjadi sorotan usai dilaporkan ke polisi terkait kritiknya terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Tangerang, Banten.

 

Said Didu meminta Presiden Prabowo Subianto meninjau ulang pembangunan kawasan di Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berlokasi di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Tangerang itu yang membuat banyak warga tergusur.

 

"Dari Pantai Tangerang, terjadi Penggusuran rakyat yang dibungkus atas nama PSN Pantai Indah Kapuk 2, saya ingin titip pesan kepada Presiden terpilih Jenderal Prabowo, saya berharap jiwa kerakyatan, jiwa nasionalisme, jiwa keadilan dari Prabowo terbuka, melihat rakyat yang digusur dengan semena-mena dari wilayah mereka," kata Said Didu dalam videonya.

 

"Ratusan ribu hektar lahan tambak, sawah, kampung digusur oleh PIK 2. Saya paham jiwa Presiden terpilih, memiliki jiwa nasionalisme untuk tinjau kembali proyek seperti ini yang faktanya hanyalah menggusur rakyat, Rakyat tidak melawan pembangunan, yang rakyat inginkan hanyalah keadilan, yang diinginkan bukan penggusuran, tapi tambah kesejahteraan mereka, rakyat diberikan ganti rugi hanya Rp50 ribu, setelah itu dijual Rp30juta oleh pengembang, saya titip ini pesan ke Prabowo, lindungi rakyat mu," sambungnya.

 

Kritik yang dilontarkan melalui media sosial itu dianggap melanggar hukum oleh pihak Asosiasi Pemerintah Daerah Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Tangerang atas tudingan provokasi PIK 2.

 

Menanggapi kasus ini, lebih dari 200 individu berlatar belakang aktivis dan tokoh nasional yang bergabung dalam Tim Advokasi yang terdiri dari berbagai organisasi advokasi/bantuan hukum, kantor hukum,  dan individu advokat mengecam keras upaya kriminalisasi terhadap Said Didu.

 

Tim Advokasi itu di antaranya LBHAP PP Muhammadiyah, YLBHI, LBH Jakarta, Themis Indonesia, AMAR Law Firm dan PBH. Menurutnya sejak awal, rangkaian proses hukum terhadap Said Didu ini kami duga bertujuan untuk membungkam kritik keras Said Didu terhadap implementasi kebijakan Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk 2 (PSN PIK-2)

 

"Alih-alih dihentikan, proses hukum ini justru terus berlanjut. Dalam perkembangan yang terbaru, Said Didu justru dipanggil oleh Satreskrim Polresta Tangerang untuk hadir memberikan keterangan sebagai saksi pada 19 November 2024," tulis siaran pers Tim pengacara Said Didu yang diterima VIVA.co.id, Senin 18 November 2024.

 

"Ia akan dimintai keterangan sehubungan dengan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UU  ITE tentang penyebaran informasi yang sifatnya menghasut dan menimbulkan kebencian,  Pasal 28 ayat (3) UU ITE tentang penyebaran berita bohong, serta Pasal 310 tentang  pencemaran nama, dan Pasal 311 KUHP tentang fitnah," sambungnya.

 

Pernyataan Sikap Tim Pengacara Said Didu

Menanggapi kasus hukum yang menjerat Said Didu, tim pengacara memberikan pernyataan resmi sebagai berikut:

Pertama, proses hukum terhadap Said Didu adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan hak konstitusional warga negara. Hal tersebut karena berbagai pernyataan Said Didu terkait dengan PSN PIK-2 merupakan pendapat atau ekspresi yang disampaikan di ruang publik secara sah dan damai, serta dijamin oleh berbagai instrumen hukum dan HAM baik di level nasional maupun internasional.

 

Dalam konteks ini, negara, khususnya pemerintah berposisi sebagai pemangku kewajiban (duty bearer). Artinya negara wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM dan hak konstitusional warga negara. 

 

Oleh karenanya, segala macam gangguan atau intervensi terhadap pendapat atau ekspresi individu, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Termasuk di dalamnya gangguan atau intervensi yang dilakukan melalui suatu proses hukum. 

 

Kedua, Said Didu adalah figur publik yang aktif menyuarakan berbagai persoalan ketidakadilan, khususnya mengenai proyek-proyek pembangunan yang tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat. Bukan hanya soal PSN PIK-2, Said Didu juga mengkritisi PSN Rempang Eco City, proyek pembangunan Bandara Kertajati dan jalan tol Becakayu, serta banyak kebijakan pembangunan lainnya.

 

Kritik yang disuarakan di ruang publik merupakan bagian dari partisipasi warga negara untuk kepentingan publik. Hal tersebut adalah hal yang lumrah dalam negara yang mengaku diri sebagai negara yang demokratis.

 

Jika dikaitkan dengan proses hukum yang bergulir terhadapnya, maka hal ini kami nilai sebagai kriminalisasi. Adapun yang kami maksud sebagai kriminalisasi merujuk pada dua penegakan hukum yang dilakukan bukan untuk tujuan penegakan hukum itu sendiri. Akan tetapi, kewenangan-kewenangan penegakan hukum yang seolah-olah bertujuan untuk menegakan hukum dan motif lain di baliknya, yang semata-mata hanyalah untuk merugikan seseorang yang diproses hukum dilandasi dengan itikad buruk (improper motive or improper purpose).

 

Itikad buruk tersebut salah satunya dapat dilihat dari ketidakjelasan kedudukan hukum (legal standing) pihak yang diduga sebagai pelapor. Sebagaimana diketahui dari berbagai pemberitaan yang beredar, Said Didu dilaporkan ke Polresta Tangerang oleh seseorang bernama Maskota, yang merupakan Kepala Asosiasi Pemerintahan Desa Indonesia (APDESI) Kabupaten Tangerang sekaligus Kepala Desa Belimbing, Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang.

 

Jika dicermati, tidak ada relevansi antara pernyataan Said Didu dengan Maskota, dalam berbagai pernyataannya mengenai PSN PIK-2, Said Didu bahkan tak sekalipun pernah menyebut nama Maskota. Oleh karenanya, sudah barang tentu tidak ada pula kerugian materiil maupun immateriil yang dialami Maskota sebagai pelapor.

 

Berdasarkan berbagai informasi dan kecenderungan anti kritik pihak-pihak yang berkepentingan dalam PSN PIK-2, seperti melakukan somasi terhadap media yang meliput dampak buruk pembangunan PSN PIK-2, kami menduga kuat bahwa proses hukum terhadap Said Didu ini merupakan upaya kriminalisasi guna memuluskan proses pembangunan. 

 

Hal ini sejalan dengan temuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang mencatat kriminalisasi sebagai salah satu pola untuk menaklukan pihak yang kritis. Dalam temuan tersebut, YLBHI menemukan adanya 43 kasus kriminalisasi sejak kebijakan PSN diimplementasikan.

 

Ketiga, sebagaimana telah dijelaskan di atas, Said Didu dilaporkan dengan Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 28 ayat (3) UU ITE, serta Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Jika dicermati, pasal pasal tersebut sama sekali tidak relevan dengan apa yang dilakukan oleh Said Didu. Unsur-unsur dalam pasal-pasal tersebut tidak terpenuhi jika dikaitkan dengan apa yang menjadi kritik Said Didu.

 

Sejak awal, Said Didu secara konsisten mengkritik pembangunan PSN PIK-2. Dalam berbagai kritiknya, yang menjadi titik fokus adalah mengenai implementasi PSN PIK-2 menimbulkan persoalan ketidakadilan. Tidak terdapat tendensi SARA maupun kebohongan, apalagi kerusuhan atau keonaran yang timbul dalam kehidupan sosial masyarakat sebagaimana yang dituduhkan.

 

Oleh karenanya, penerapan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan SKB antara Menkominfo RI, Kapolri, dan Jaksa Agung mengenai Pedoman Implementasi UU ITE disebutkan mengenai pentingnya pembuktian motif dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang harus betul-betul membangkitkan permusuhan atas dasar SARA. Begitu pula dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU ITE dan kaidah hukum dalam Putusan MK Nomor 78/PUUXXI/2023 yang pada pokoknya menyatakan bahwa "kerusuhan" atau “keonaran” adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber.

 

Hukum pidana merupakan ultimum remedium atau upaya terakhir, yang seharusnya digunakan dalam hal upaya-upaya lain telah dicoba dan tidak memadai untuk menyelesaikan permasalahan sosial-kemasyarakatan. 

 

Dalam kasus ini, sudah sepatutnya digunakan terlebih dahulu upaya-upaya lain di luar hukum pidana seperti klarifikasi atau mediasi maupun upaya-upaya pada bidang hukum lain.

 

Penggunaan instrumen hukum pidana sebagai langkah awal dan utama (premium remedium) justru menguatkan dugaan bahwa aparat penegak hukum 3 tidak paham dan taat asas, serta dalam pelaksanaan kerja-kerjanya rentan diintervensi kepentingan korporasi tertentu.

 

Berdasarkan pandangan-pandangan kami di atas, demi keutuhan demokrasi serta ikhtiar penghormatan dan perlindungan HAM, kami mendesak Kapolri untuk memerintahkan jajaran di bawahnya, khususnya Kapolresta Tangerang agar segera menghentikan proses penyidikan dalam perkara ini. (*)


 

Oleh: Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih

 

Etnolog Belanda Profesor Veth pernah mencela rakyat negeri ini seperti “rakyat kambing yang semangat harimaunya sudah dijinakkan sampai ke kutu-kutunya, karena bekerjanya obat tidur penjajahan”

 

Lemahnya mentalitas bangsa ini yang mudah dipecah-belah berdasarkan pendapat-pendapat ilmuwan mereka yang berkesimpulan kita adalah “bangsa yang paling lunak di dunia” .

 

Sun Yat Sen mengatakan : bangsa Indonesia adalah bangsa yang tidak punya keinginan untuk membebaskan diri dari penindasan ibarat “a sheet of loose sand”. Bagaikan pasir yang meluruk dan rapuh. Tiada keteguhan, sehingga mudah ditiup ke mana-mana

 

Berawal dari Proyek Strategis Nasional (PSN) pada masa pemerintahan Jokowi ternyata itu tipuan yang sebenarnya Proyek Strategis Oligarki (PSO) bukan untuk kesejahteraan rakyat tetapi untuk menerkam, menindas dan menjajah rakyat Indonesia.

 

Peristiwa penindasan oleh PSO  sudah sampai pada menjual kedaulatan negara. Betapa dahsyatnya mantra Oligarki sehingga rakyat meskipun berkali-kali tertipu dan terperosok di lubang yang sama. Rela mengorbankan dirinya sebagai budaknya dan menjalankan perintah majikannya sekalipun harus menghabisi dan memangsa temannya sendiri sesama pribumi.

 

Penindasan tidak muncul secara fisik dari kekuatan figur personal tuan tuan Taipan  tetapi dimunculkan dari penguasa / para pejabat pemerintahan yang sudah  menjadi budak atau piaraan mereka.

 

Penguasa di Indonesia sesungguhnya adalah para  kapitalis  oligarki. Merekalah mengendalikan politik dan  ekonomi negara. Otomatis mereka  menguasai semua jaringan penyelenggara dan pengelola negara.

 

Kekuasaan Oligarki makin gila dan tak terkendali mampu menyatukan bersatunya Bandit - Bandar dan Badut Politik organik dengan Bandit, Bandar dan  Badut politik non-organik, adalah gambaran peta perselingkuhan dan pelacuran politik yang luar biasa dahsyat melibat semua jejaring kekuasaan masuk dalam kolam yang sama.

 

Rezim ini lumpuh total dipengaruhi dan dikuasai oleh kapitalis yang  merupakan persekongkolan (conspiracy), para Taipan, korporatokrasi (penghancur lingkungan alam dan sosial ), sembilan barongsai, oligarki, gorilla betina merah, dan neo kolonialisme. Mereka bersekongkol utk berkuasa secara absolut, bagi kehancuran bangsa dan NKRI.

 

Meluluh lantakan peran dan fungsi hampir di semua institusi dan lembaga negara dalam satu kekuasaan dan genggaman Oligarki.

 

The Faunding Fathers membentengi kaum pribumi dengan UUD 45 dan Pancasila karena sadar betul, adanya  kesepakatan kaum pribumi di kenal dengan nama TRILOGI PRIBUMISME untuk mencapai Bonum Pubicumm (kemakmuran bersama), berisi : "Pribumi Pendiri Negara, Pribumi Pemilik Negara dan Pribumi Penguasa Negara"

 

Kaum pribumi harus sadar penjajah saat ini lebih kejam dari penjajah kolonial.. bangkit  - bangkit dan bangkitlah  melawan. Tolak semua proyek  PSN (PIK 1 dan 2 dll) usir para Taipan dan TKA Cina  dari bumi Indonesia.

 

“Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta, apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, daripada makan bestik tapi budak.” (Soekarno). (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.