Penetapan Tersangka Tom Lembong Terlalu Dipaksakan
Menteri Perdagangan 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong
Penetapan mantan Menteri Perdagangan 2015-2016 Thomas
Trikasih Lembong sebagai tersangka penyalahgunaan kewenangan impor gula periode
2015-2023 dinilai merupakan bentuk kriminalisasi dan sarat unsur politik.
Hal itu terlihat dari lemahnya Kejaksaan Agung (Kejagung)
dalam membangun konstruksi hukum, mulai dari menghitung kerugian negara bagi
Indonesia yang disebut surplus gula.
Managing Director Political Economy and Policy Studies
(PEPS), Anthony Budiawan menilai penetapan Tom Lembong sebagai tersangka impor
gula oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) keliru.
Ia memandang tuduhan surplus gula pada Mei 2015 terhadap Tom
Lembong tak masuk akal. Sebab, sejak lama Indonesia terkenal negara net-impor
gula.
Kejanggalan lain, lanjut dia, Tom Lembong belum menjabat
Menteri Perdagangan pada Mei 2015. Tom baru menjabat Menteri Perdagangan pada
12 Agustus 2015 sampai 27 Juli 2016.
"Indonesia ini net-importir gula sejak lama. Jadi kalau
dikatakan surplus itu sudah tidak mungkin apalagi yang katanya Mei ada itu
rapat koordinasi mengatakan surplus. Itu sudah tidak mungkin karena itu sudah
harus ada impor terus," kata Anthony dalam keterangannya, Senin, 4
November 2024.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan bahwa
negara impor 3,3 juta ton pada Mei 2015. Oleh karena itu, ia menilai penetapan
tersangka terhadap Tom Lembong oleh Kejaksaan terkesan pemaksaan.
"Jadi, itu satu adalah tidak mungkin jadi saya setuju bahwa
ini adalah satu pemaksaan yang untuk mentersangkakan Tom Lembong,"
ucapnya.
Anthony mengatakan pemberian izin impor gula kristal mentah
tersebut hanya 105.000 ton untuk keperluan industri. Artinya, lanjut dia, hanya
sekitar 3,1 persen dari total impor gula tahun 2015.
"Jadi, kalau kita lihat sulit sekali untuk
mentersangkakan dia dengan 105 ribu ton impor. Cuma satu celah saja yaitu
menyalahgunakan wewenang, yaitu tidak surplus, tetapi dia impor. Kita mesti
lihat dan saya yakin kalau nanti itu dibuktikan itu tidak mungkin ada
surplus," jelasnya.
Ia juga menyoroti dasar hukum yang digunakan Kejaksaan Agung
untuk mentersangkakan Tom Lembong, yaitu Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan (Kepmenperindag) Nomor 527/MPP/Kep/9/2004 tentang Ketentuan Impor
Gula. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa tidak memerlukan rapat koordinasi.
Pasalnya, saat itu, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan
masih menjadi satu. Ia memandang tak mungkin ada koordinasi.
Di sisi lain, Anthony berkata, ihwal izin yang diberikan
kepada swasta, tak menyalahi aturan. Izin impor yang diberikan Tom Lembong
kepada perusahaan swasta yang sudah mempunyai izin impor gula (IP Gula atau
API-P) adalah gula kristal mentah, yaitu bahan baku hilirisasi untuk diproses
menjadi gula kristal rafinasi dan gula kristal putih.
Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian 527/2004
tentang Ketentuan Impor Gula memang sudah beberapa kali mengalami pergantian.
Pertama, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117/2015 tentang Ketentuan Impor Gula.
Lalu, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/2020 tentang Ketentuan Impor Gula.
"Jadi, saya lihat ini ada pemaksaan dan kalau ditanya
ini untuk kepentingan politik atau hukum saya, menurut pendapat saya sangat
sarat politik," tutupnya. (rmol)