Latest Post

Gedung Mahkamah Agung (MA)/Ist 


SANCAnews.id – Kasus suap dalam putusan bebas Gregorius Ronald Tannur menjadi tamparan keras bagi Mahkamah Agung (MA) untuk berbenah diri. Anggota Komisi III DPR Fraksi Nasdem, Rudianto Lallo menyatakan ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi terkait kasus suap terhadap pejabat MA yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).

 

Pertama, putusan bebas Ronald Tannur yang diputus tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu, 24 Juli 2024 dinilai telah mencederai rasa keadilan. Selain itu, sejak awal publik menduga adanya kolusi dalam putusan bebas Ronald Tannur.

 

Pasalnya, pembebasan Ronald Tannur sebagai terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, tidak beralasan mengingat Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membuktikan perbuatan pidana Ronald Tannur.

 

"Terbukti putusan bebas Ronald Tannur ada kongkalikong dan pemufakatan jahat, yang ini berhasil dibongkar oleh Kejaksaan Agung," kata Rudi dalam keterangannya, Sabtu 26 Oktober 2024.

 

Rudi mengapresiasi Kejagung yang berhasil melakukan OTT dan menetapkan lima tersangka, serta menyita barang bukti berupa uang mencapai hampir Rp1 triliun.

 

Lima tersangka dimaksud yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo selaku majelis hakim PN Surabaya yang memvonis bebas Ronald Tannur, Lisa Rahmat selaku pengacara Ronald Tannur, dan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung periode 2017-2022 Zarof Ricar.

 

Meski demikian, Kejagung diminta tidak berhenti hanya pada empat tersangka dari lembaga peradilan dimaksud. Kejagung harus berani membongkar seluruh jejaring atau aktor-aktor di lembaga peradilan, termasuk di MA.

 

Berdasarkan temuan tim penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, ternyata ada dugaan uang sekitar Rp5 miliar diproyeksikan untuk Hakim Agung MA yang menangani kasasi perkara Ronald Tannur.

 

"Kasus ini memalukan wajah peradilan kita. Di mana lagi masyarakat mencari keadilan kalau ternyata pengadilan diisi oleh hakim-hakim nakal," pungkas Rudi. (rmol)


Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI masa jabatan 2024-2029 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Minggu (20/10) 

 

SANCAnews.id – Pengamat politik Profesor Saiful Mujani angkat bicara terkait keputusan Presiden Prabowo Subianto yang mengangkat Mayor TNI Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet di Kabinet Merah Putih.

 

Saiful mengatakan keputusan itu menimbulkan pertanyaan besar terkait kepatuhannya terhadap konstitusi dan sumpah jabatan presiden. Keputusan Presiden Prabowo dapat dianggap sebagai pelanggaran sumpah jabatan.

 

"Presiden melanggar sumpah?," ujar Saiful dalam keterangannya di aplikasi X @saifulmujani (26/10/2024).

 

Saiful kemudian mengingatkan bahwa pada 20 Oktober lalu, saat pelantikan, Presiden Prabowo berjanji akan memegang teguh Undang-Undang Dasar (UUD) dan menjalankannya.

 

"Prabowo bersumpah akan memegang teguh undang-undang dasar, dan menjalankan segala undang-undang," ucapnya. 

 

Namun, sehari setelah pelantikan, Presiden Prabowo menunjuk Mayor Teddy, yang masih berstatus sebagai anggota TNI aktif, untuk mengisi posisi sipil sebagai Sekretaris Kabinet dalam kabinet barunya, yang dinamakan Kabinet Merah Putih.

 

"Tapi ia pada hari berikutnya melantik anggota TNI aktif menjadi sekertaris kabinet," Saiful menuturkan.

 

Saiful menyoroti bahwa dalam Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), disebutkan bahwa anggota TNI aktif tidak diperbolehkan menduduki jabatan sipil, kecuali di 10 bidang tertentu yang telah diatur.

 

"Tidakah presiden melanggar sumpah karena anggota TNI aktif menurut UU TNI tidak boleh menduduki jabatan sipil," ungkapnya.

 

Jabatan Sekretaris Kabinet, kata Saiful, tidak termasuk dalam pengecualian yang dimaksud dalam UU TNI tersebut.

 

"Kecuali di 10 bidang yang tak termasuk sekertaris kabinet?," cetusnya.

 

Lebih lanjut, Saiful mengingatkan bahwa pelanggaran sumpah jabatan dapat berimplikasi serius terhadap kedudukan presiden, bahkan hingga kemungkinan pemberhentian dari jabatannya, sebagaimana diatur dalam konstitusi.

 

"Melanggar sumpah itu melanggar konstitusi. Presiden bisa diberhentikan?," kuncinya.

 

Sebelumnya diketahui, Presiden Prabowo Subianto resmi melantik Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet pada Senin (21/10) di Istana Merdeka, Jakarta.

 

Penunjukan Mayor Teddy didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 143P/2024 yang telah ditandatangani oleh Presiden Prabowo pada tanggal 20 Oktober 2024.

 

Selain pelantikan Mayor Teddy, Presiden juga melantik 56 wakil menteri yang akan mendampingi Kabinet Merah Putih.

 

Para wakil menteri ini ditunjuk sesuai dengan Keppres Nomor 73M/2024 tentang Pengangkatan Wakil Menteri Negara Kabinet Merah Putih periode 2024-2029.

 

Sekadar diketahui, peraturan presiden yang baru menyatakan bahwa jabatan Sekretaris Kabinet berada pada tingkat ASN eselon II di bawah Menteri Sekretaris Negara.

 

Dengan demikian, posisi Sekretaris Kabinet dapat diemban oleh anggota militer aktif, mirip dengan posisi Sekretaris Militer Presiden.

 

Hal ini menegaskan bahwa Mayor Teddy masih bisa menjalankan peran aktifnya di TNI sembari menjalankan tugas sebagai Sekretaris Kabinet. (fajar)


Hasil survei Voxpol Center Research and Consulting di Pilkada Sumatera Barat 2024/Repro  

 

SANCAnews.id – Survei terkini Voxpol Center Research and Consulting menempatkan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Mahyeldi Ansharullah-Vasco Ruseimy unggul atas Epyardi Asda-Ekos Albar di Pilkada Sumatera Barat (Sumbar).

 

Mahyeldi-Vasco bahkan menang di 18 dari 19 kabupaten/kota berdasarkan sebaran wilayah di Sumatera Barat yang disurvei.

 

"Mahyeldi-Vasco meraih elektabilitas 70,3 persen, terpaut jauh dengan lawannya, Epyardi-Ekos 16,8 persen," kata CEO Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, Sabtu, 26 Oktober 2024.

 

Berdasarkan sebaran wilayah, Epyardi-Ekos hanya mampu unggul di Kota Solok dengan raihan 60 persen, sementara Mahyeldi-Vasco hanya 40 persen.

 

Sementara di 18 Kota/Kabupaten, pasangan yang diusung PKS, Gerindra, Demokrat, Perindo, dan PBB ini unggul.

 

Melihat peta dan sebaran dukungan berdasarkan basis wilayah, maka tidak mustahil pasangan Mahyeldi-Vasco akan mendapatkan kemenangan besar," sambung Pangi.

 

Adapun survei Voxpol Center digelar pada 7 sampai 16 Oktober 2024 menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error kurang lebih 3,47 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

 

Survei ini melibatkan 800 responden yang diambil secara proporsional berimbang antara laki-laki dan perempuan. Setiap responden diwawancara dengan metode tatap muka (face to face). (rmol)


Hendry Ch. Bangun dan Jusuf Rizal 

 

SANCAnews.id – Mantan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Hendri Ch.Bangun atau HCB, kembali tak hadir memenuhi panggilan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk diperiksa terkait pengaduan dugaan korupsi dana sponsorship UKW (Uji Kompetensi Wartawan) senilai Rp1,7 miliar.

 

Pemanggilan ini merupakan yang kedua kalinya, sehingga membuat Indonesia Journalist Watch (IJW) mendesak penyidik ​​Polda Metro Jaya melakukan penangkapan dan pemanggilan paksa terhadap yang bersangkutan.

 

Pemanggilan tersebut dilakukan berdasarkan laporan anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat, Helmi Burman, terkait dugaan penggelapan uang senilai Rp1,7 miliar yang dilakukan Hendry Ch. Bangun.

 

Dugaan penggelapan tersebut selain dilaporkan ke Polda Metro Jaya, juga dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri oleh LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat), namun hingga kini belum jelas tindak lanjutnya.

 

"Jika HCB selalu mangkir sampai tiga kali, hendaknya Penyidik Polda Metro, memanggil paksa dan menangkap.  Karena selain melecehkan hukum, institusi Kepolisian, juga membuat malu korps wartawan yang semestinya patuh pada hukum," tegas Ketua Umum IJW, HM.Jusuf Rizal, SH kepada media di Jakarta, hari ini.

 

Menurutnya, alasan sedang melaksanakan kegiatan UKW di PWI Jaya, merupakan alasan yang dibuat-buat. Karena Dewan Pers telah melarang PWI tidak boleh lagi melaksanakan UKW.

 

"Jangan karena disebut-sebut HCB di back up oknum kepolisian lantas merasa tidak bisa disentuh hukum. IJW akan terus mengawasi," tegas Jusuf Rizal Presiden LSM LIRA itu.

 

Dari pihak penyidik Kamneg Ditreskrimun Polda Metro Jaya menyampaikan informasi, kasus pelaporan atas dugaan penggelapan dana UKW merupakan tahap penyelidikan. Sejumlah saksi telah dimintai keterangan.

 

Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi sudah ada 8 orang staf PWI Pusat telah dimintai keterangan, termasuk ek Sekjen PWI Pusat Sayid Iskandarsyah yang didampingi kuasa hukumnya, HMU.Kurniadi. Sedangkan terlapor HCB tidak hadir atau mangkir

 

Menurut Jusuf Rizal, tanpa mendahului kewenangan penyidik, semestinya kasus ini sudah memenuhi unsur penggelapan dana atau menguasai dana tanpa hak. Sejumlah alat bukti sudah ada, antara lain rekaman, mengeluarkan dana dengan kwitansi tanda terima bohong, menyebut adanya dana cashback ke Forum Humas BUMN, pengembalian sejumlah dana, dll. Belum lagi hasil audit yang bisa saja sudah direkayasa.

 

Dikatakan HCB dan tiga orang pengurus lain yang terlibat, Sayid Iskandarsyah (Ex Sekjen), M,Ihsan (Ex Wabendum) dan Ex Direktur, Syarif Hidayatullah dapat dijerat Pasal 372 dan 374 KUHP tentang penggelapan dan penyalahgunaan  jabatan.

 

"Itu semua termasuk pelanggaran hukum maupun etika yang membuat Dewan Kehormatan PWI memecatnya. Kita lihat bagaimana kinerja penyidik Polda Metro. Apakah profesional atau masuk angin," tegas Jusuf Rizal Ketum PWMOI (Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia) itu. (fnn)


 Presiden ketujuh Republik Indonesia, Joko Widodo/Ist 


OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI 

KRITIKUS yang meyakini penegakan demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran merasa terwakili oleh kegiatan demonstrasi-demonstrasi mahasiswa di beberapa kota di Indonesia, yang menuntut pengadilan kepada Joko Widodo. Hal itu justru terjadi ketika masa jabatan sebagai presiden telah berakhir.

 

Kode keras dari Presiden Prabowo Subianto yang mengubah rencana perjalanan kepulangan Joko Widodo dari semula akan naik pesawat komersial ke Kota Solo, kemudian diubah dengan diantar oleh Presiden Prabowo Subianto ke Bandar Udara Halim Perdanakusuma Jakarta untuk naik pesawat TNI Angkatan Udara.

 

Bukan hanya itu, selama penerbangan di udara dikawal oleh pasukan tempur sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa Joko Widodo sebagai mantan presiden.

 

Di samping itu, kedatangan Joko Widodo di Solo ditemani berada dalam pengawalan Panglima TNI dan Kapolri. Juga disambut oleh banyak masyarakat yang mengelu-elukan dari Bandara Adi Soemarmo hingga kediaman. Lama perjalanan darat yang semula sekitar 15 menit, telah bertambah menjadi 3,5 jam, karena padatnya sambutan dari masyarakat setempat sepanjang Bandara Adi Soemarmo hingga tempat tinggal Joko Widodo.

 

Akan tetapi simbolisme tersebut gagal menghapus permintaan untuk mengadili Joko Widodo semasa memerintah selama 10 tahun. Sebagian kritikus justru menuduh sebagai kegiatan pencitraan, termasuk terhadap baliho yang bertebaran yang mengucapkan ucapan terima kasih atas purna jabatan.

 

Keberatan terhadap kinerja demokrasi tersebut di atas antara lain, misalkan ditulis oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) adalah tentang fenomena penyempitan ruang sipil, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), penyelenggaraan Pilpres dan Pileg yang dipersepsikan berlangsung dengan penuh kecurangan.

 

Mengembalikan rezim otoritarian. Membangun politik sentralistik dan hegemoni kekuasaan. Tidak cocok dengan Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law. Menggunakan aparat keamanan, pertahanan, dan intelijen untuk menangani Rempang tahun 2023. Terkesan terguncang luar biasa hebat oleh penurunan Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2019 ke tahun 2021 berdasarkan Democracy Report.

 

Kebebasan sipil yang dinilai memburuk. Mengabaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Represivitas di Papua. Kegagalan dalam mereformasi Kepolisian. Pengeksploitasian sumber daya alam (SDA). Berbohong ke dunia internasional.

 

Melakukan kriminalisasi terhadap ekspresi. Mengembalikan militer ke ranah sipil. Menyalahgunakan intelijen. Penegakan hukum semakin buruk. Melakukan politik impunitas. Jadi pengukuran kemunduran demokrasi menggunakan pengukuran kinerja hukum, demokrasi itu sendiri, dan HAM.

 

Nawacita ditagih janji implementasi di dunia nyata sebagai praktek atas janji selama kampanye Pilpres. Janji dipandang sebagai utang dunia akhirat. Merasa dirugikan oleh UU 19/2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Terluka oleh kegiatan rangkap jabatan, misalnya untuk praktek Statuta UI tahun 2022.

 

Merasa dirugikan oleh muatan revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah masa pensiun hakim MK.

 

Mencoba perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode, walaupun gagal terimplementasikan. Melemahkan unsur pengawas. Melemahkan parlemen. Mengesahkan revisi UU Otonomi Khusus dan Daerah Otonomi Baru Papua. Mengesahkan UU 1/2022 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

 

Mengesahkan UU 3/2022 tentang Ibukota Nusantara (IKN). Membubarkan ormas Front Pembela Islam (FPI) tanggal 30 Desember 2020. Menyerang dan mengancam pembela HAM mengunakan cara hacking, doxing, profiling, impersonasi, phishing, defacing, menggunakan serangan buzzer tanpa pengusutan kasus-kasus tersebut.

 

Membentuk virtual police. Meruntuhkan kebebasan akademik. Agenda reformasi sektor keamanan mengalami kemunduran. Masih banyak lagi yang lainnya.

 

Opini yang ditulis dan dipidatokan oleh Kontras kurang lebih sama dengan aspirasi dari para kritikus lainnya terhadap kinerja Joko Widodo di bidang demokrasi, praktek hukum, dan lain sebagainya sebagaimana sebagian telah tertulis di atas.

 

Persoalannya adalah Joko Widodo sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara dalam fungsi sistem presidensial dianggap secara moral dan fisik maupun politik bertanggung jawab atas semua hasil kinerja pemerintahan, baik secara langsung dan tidak langsung, baik secara material tangible maupun intangible.

 

Kritikus terkesan menggunakan asumsi mendasar bersifat pokok bahwa presiden bekerja tanpa seorang pembantu satu pun. Dianggap para Menteri Koordinator, Menteri, Wakil Menteri, Kepala Badan, Dirjen, Deputi, eselon-eselon di bawahnya hingga pejabat eselon terendah, maupun aparatur sipil negara, serta aparatur TNI Polri dalam jajaran pemerintahan eksekutif seratus persen hanya ditanggung jawab oleh Joko Widodo seorang diri di alam nyata dunia ini sebagai kesatuan kinerja pemerintahan yang serba solid tanpa fragmentasi secuil pun.

 

Jadi kalau ada dakwaan tentang kesalahan kebijakan dan praktek di lapangan, maka itu semua serba otomatis adalah sebagai suatu kesalahan untuk ditimpakan dan ditanggung sepenuhnya seratus persen kepada Joko Widodo pribadi.

 

Kenaifan penggunaan asumsi seperti ini, kiranya terkesan kuat menyebabkan kemunculan permintaan mengadili Joko Widodo di luar forum DPR MPR dan pengadilan MK selama masih menjabat, melainkan menunggu setelah masa dinas telah berakhir.

 

Tidak mengherankan, jika pemikiran para kritikus aktivis, kemudian terepresentasikan secara nyata dan terang-benderang pada demonstrasi-demonstrasi mahasiswa di beberapa universitas di beberapa kota. Mahasiswa yang setuju untuk mengadili Joko Widodo, karena mempunyai pemikiran kritis yang terkesan serba sama dan sebangun tersebut di atas.

 

Sebenarnya apa yang dialami oleh Joko Widodo kurang lebih sama dengan perlakuan pasca berakhirnya pemerintahan Presiden Soeharto, maupun sebelumnya.

Jadi bukanlah merupakan sesuatu peristiwa yang baru, baik menggunakan jalur pengadilan, atau pun menggunakan demonstrasi jalanan. (*)


Associate Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.