Latest Post

Hendry Ch. Bangun dan Jusuf Rizal 

 

SANCAnews.id – Mantan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Hendri Ch.Bangun atau HCB, kembali tak hadir memenuhi panggilan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk diperiksa terkait pengaduan dugaan korupsi dana sponsorship UKW (Uji Kompetensi Wartawan) senilai Rp1,7 miliar.

 

Pemanggilan ini merupakan yang kedua kalinya, sehingga membuat Indonesia Journalist Watch (IJW) mendesak penyidik ​​Polda Metro Jaya melakukan penangkapan dan pemanggilan paksa terhadap yang bersangkutan.

 

Pemanggilan tersebut dilakukan berdasarkan laporan anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat, Helmi Burman, terkait dugaan penggelapan uang senilai Rp1,7 miliar yang dilakukan Hendry Ch. Bangun.

 

Dugaan penggelapan tersebut selain dilaporkan ke Polda Metro Jaya, juga dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri oleh LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat), namun hingga kini belum jelas tindak lanjutnya.

 

"Jika HCB selalu mangkir sampai tiga kali, hendaknya Penyidik Polda Metro, memanggil paksa dan menangkap.  Karena selain melecehkan hukum, institusi Kepolisian, juga membuat malu korps wartawan yang semestinya patuh pada hukum," tegas Ketua Umum IJW, HM.Jusuf Rizal, SH kepada media di Jakarta, hari ini.

 

Menurutnya, alasan sedang melaksanakan kegiatan UKW di PWI Jaya, merupakan alasan yang dibuat-buat. Karena Dewan Pers telah melarang PWI tidak boleh lagi melaksanakan UKW.

 

"Jangan karena disebut-sebut HCB di back up oknum kepolisian lantas merasa tidak bisa disentuh hukum. IJW akan terus mengawasi," tegas Jusuf Rizal Presiden LSM LIRA itu.

 

Dari pihak penyidik Kamneg Ditreskrimun Polda Metro Jaya menyampaikan informasi, kasus pelaporan atas dugaan penggelapan dana UKW merupakan tahap penyelidikan. Sejumlah saksi telah dimintai keterangan.

 

Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi sudah ada 8 orang staf PWI Pusat telah dimintai keterangan, termasuk ek Sekjen PWI Pusat Sayid Iskandarsyah yang didampingi kuasa hukumnya, HMU.Kurniadi. Sedangkan terlapor HCB tidak hadir atau mangkir

 

Menurut Jusuf Rizal, tanpa mendahului kewenangan penyidik, semestinya kasus ini sudah memenuhi unsur penggelapan dana atau menguasai dana tanpa hak. Sejumlah alat bukti sudah ada, antara lain rekaman, mengeluarkan dana dengan kwitansi tanda terima bohong, menyebut adanya dana cashback ke Forum Humas BUMN, pengembalian sejumlah dana, dll. Belum lagi hasil audit yang bisa saja sudah direkayasa.

 

Dikatakan HCB dan tiga orang pengurus lain yang terlibat, Sayid Iskandarsyah (Ex Sekjen), M,Ihsan (Ex Wabendum) dan Ex Direktur, Syarif Hidayatullah dapat dijerat Pasal 372 dan 374 KUHP tentang penggelapan dan penyalahgunaan  jabatan.

 

"Itu semua termasuk pelanggaran hukum maupun etika yang membuat Dewan Kehormatan PWI memecatnya. Kita lihat bagaimana kinerja penyidik Polda Metro. Apakah profesional atau masuk angin," tegas Jusuf Rizal Ketum PWMOI (Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia) itu. (fnn)


 Presiden ketujuh Republik Indonesia, Joko Widodo/Ist 


OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI 

KRITIKUS yang meyakini penegakan demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran merasa terwakili oleh kegiatan demonstrasi-demonstrasi mahasiswa di beberapa kota di Indonesia, yang menuntut pengadilan kepada Joko Widodo. Hal itu justru terjadi ketika masa jabatan sebagai presiden telah berakhir.

 

Kode keras dari Presiden Prabowo Subianto yang mengubah rencana perjalanan kepulangan Joko Widodo dari semula akan naik pesawat komersial ke Kota Solo, kemudian diubah dengan diantar oleh Presiden Prabowo Subianto ke Bandar Udara Halim Perdanakusuma Jakarta untuk naik pesawat TNI Angkatan Udara.

 

Bukan hanya itu, selama penerbangan di udara dikawal oleh pasukan tempur sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa Joko Widodo sebagai mantan presiden.

 

Di samping itu, kedatangan Joko Widodo di Solo ditemani berada dalam pengawalan Panglima TNI dan Kapolri. Juga disambut oleh banyak masyarakat yang mengelu-elukan dari Bandara Adi Soemarmo hingga kediaman. Lama perjalanan darat yang semula sekitar 15 menit, telah bertambah menjadi 3,5 jam, karena padatnya sambutan dari masyarakat setempat sepanjang Bandara Adi Soemarmo hingga tempat tinggal Joko Widodo.

 

Akan tetapi simbolisme tersebut gagal menghapus permintaan untuk mengadili Joko Widodo semasa memerintah selama 10 tahun. Sebagian kritikus justru menuduh sebagai kegiatan pencitraan, termasuk terhadap baliho yang bertebaran yang mengucapkan ucapan terima kasih atas purna jabatan.

 

Keberatan terhadap kinerja demokrasi tersebut di atas antara lain, misalkan ditulis oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) adalah tentang fenomena penyempitan ruang sipil, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), penyelenggaraan Pilpres dan Pileg yang dipersepsikan berlangsung dengan penuh kecurangan.

 

Mengembalikan rezim otoritarian. Membangun politik sentralistik dan hegemoni kekuasaan. Tidak cocok dengan Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law. Menggunakan aparat keamanan, pertahanan, dan intelijen untuk menangani Rempang tahun 2023. Terkesan terguncang luar biasa hebat oleh penurunan Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2019 ke tahun 2021 berdasarkan Democracy Report.

 

Kebebasan sipil yang dinilai memburuk. Mengabaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Represivitas di Papua. Kegagalan dalam mereformasi Kepolisian. Pengeksploitasian sumber daya alam (SDA). Berbohong ke dunia internasional.

 

Melakukan kriminalisasi terhadap ekspresi. Mengembalikan militer ke ranah sipil. Menyalahgunakan intelijen. Penegakan hukum semakin buruk. Melakukan politik impunitas. Jadi pengukuran kemunduran demokrasi menggunakan pengukuran kinerja hukum, demokrasi itu sendiri, dan HAM.

 

Nawacita ditagih janji implementasi di dunia nyata sebagai praktek atas janji selama kampanye Pilpres. Janji dipandang sebagai utang dunia akhirat. Merasa dirugikan oleh UU 19/2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Terluka oleh kegiatan rangkap jabatan, misalnya untuk praktek Statuta UI tahun 2022.

 

Merasa dirugikan oleh muatan revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah masa pensiun hakim MK.

 

Mencoba perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode, walaupun gagal terimplementasikan. Melemahkan unsur pengawas. Melemahkan parlemen. Mengesahkan revisi UU Otonomi Khusus dan Daerah Otonomi Baru Papua. Mengesahkan UU 1/2022 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

 

Mengesahkan UU 3/2022 tentang Ibukota Nusantara (IKN). Membubarkan ormas Front Pembela Islam (FPI) tanggal 30 Desember 2020. Menyerang dan mengancam pembela HAM mengunakan cara hacking, doxing, profiling, impersonasi, phishing, defacing, menggunakan serangan buzzer tanpa pengusutan kasus-kasus tersebut.

 

Membentuk virtual police. Meruntuhkan kebebasan akademik. Agenda reformasi sektor keamanan mengalami kemunduran. Masih banyak lagi yang lainnya.

 

Opini yang ditulis dan dipidatokan oleh Kontras kurang lebih sama dengan aspirasi dari para kritikus lainnya terhadap kinerja Joko Widodo di bidang demokrasi, praktek hukum, dan lain sebagainya sebagaimana sebagian telah tertulis di atas.

 

Persoalannya adalah Joko Widodo sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara dalam fungsi sistem presidensial dianggap secara moral dan fisik maupun politik bertanggung jawab atas semua hasil kinerja pemerintahan, baik secara langsung dan tidak langsung, baik secara material tangible maupun intangible.

 

Kritikus terkesan menggunakan asumsi mendasar bersifat pokok bahwa presiden bekerja tanpa seorang pembantu satu pun. Dianggap para Menteri Koordinator, Menteri, Wakil Menteri, Kepala Badan, Dirjen, Deputi, eselon-eselon di bawahnya hingga pejabat eselon terendah, maupun aparatur sipil negara, serta aparatur TNI Polri dalam jajaran pemerintahan eksekutif seratus persen hanya ditanggung jawab oleh Joko Widodo seorang diri di alam nyata dunia ini sebagai kesatuan kinerja pemerintahan yang serba solid tanpa fragmentasi secuil pun.

 

Jadi kalau ada dakwaan tentang kesalahan kebijakan dan praktek di lapangan, maka itu semua serba otomatis adalah sebagai suatu kesalahan untuk ditimpakan dan ditanggung sepenuhnya seratus persen kepada Joko Widodo pribadi.

 

Kenaifan penggunaan asumsi seperti ini, kiranya terkesan kuat menyebabkan kemunculan permintaan mengadili Joko Widodo di luar forum DPR MPR dan pengadilan MK selama masih menjabat, melainkan menunggu setelah masa dinas telah berakhir.

 

Tidak mengherankan, jika pemikiran para kritikus aktivis, kemudian terepresentasikan secara nyata dan terang-benderang pada demonstrasi-demonstrasi mahasiswa di beberapa universitas di beberapa kota. Mahasiswa yang setuju untuk mengadili Joko Widodo, karena mempunyai pemikiran kritis yang terkesan serba sama dan sebangun tersebut di atas.

 

Sebenarnya apa yang dialami oleh Joko Widodo kurang lebih sama dengan perlakuan pasca berakhirnya pemerintahan Presiden Soeharto, maupun sebelumnya.

Jadi bukanlah merupakan sesuatu peristiwa yang baru, baik menggunakan jalur pengadilan, atau pun menggunakan demonstrasi jalanan. (*)


Associate Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana



 

SANCAnews.id – Sejumlah tokoh senior mengeluarkan pernyataan terkait pelantikan presiden dan wakil presiden yang dilaksanakan pada 20 Oktober 2024. Pernyataan yang dikemas dalam Deklarasi Yogyakarta itu menjelaskan bahwa pelantikan tersebut ilegal.

 

Dalam rilis yang dilansir FNN disebutkan bahwa:

Indonesia adalah negara hukum, sesuai Psl.1 ayat (3)  UUD 45  (sebelum diamandemen) bahwa  Negara Indonesia adalah negara hukum. Seluruh aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara di Indonesia diatur dalam (berdasarkan) hukum. Konsekuensinya seluruh hukum yang berlaku di Indonesia adalah merupakan suatu sistem.

 

Kedaulatan rakyat, sesuai  Pasal 1 ayat 2 UUD 1945  (sebelum amandemen) berbunyi, "Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)".

 

Pasal ini menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dan penjelmaan dari kedaulatan rakyat Indonesia. MPR memiliki beberapa tugas dan wewenang, di antaranya:

 

- Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden

- Memberhentikan presiden sebelum habis masa jabatannya

- Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)

- Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar

 

Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 (setelah diamandemen) dengan alasan untuk menyesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat yang dinamis.

 

Pelaksanaan kedaulatan rakyat di Indonesia dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

 

MPR  sebagai lembaga tinggi negara tampak jelas kedaulatan rakyat sebagai terkandung dalam Psl. 1 ayat (2) dalam ketatanegaraan Indonesia tentang MPR (setelah diamandemen) telah dihapus.

 

UUD 45 (setelah di amandemen) dalam Psl. 3 ayat (2) : MPR melantik Presiden dan / atau Wakil Presiden yang telah dijadikan  norma, aturan serta ketentuan hukum.  MPR  tidak bisa melakukan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden sesuai Pasal tersebut.

 

Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden tanggal 20 Oktober 2024, MPR hanya mengikuti berdasarkan :

 

- Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

 

- Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 504 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.

 

MPR sama sekali tidak mengeluarkan ketetapan pengesahan dan melantik Presiden dan Wakil Presiden sesuai UUD setelah diamandemen Psl. 3 ayat (2), fungsi Pimpinan MPR hanya mengantarkan prosesi pelantikan Presiden dan Wakil Presiden masa pengabdian 2024-2029.

 

Atas kejadian tersebut maka sesuai Testimoni Maklumat Yogyakarta Tanggal 13  Oktober 2024, meminta negara segera kembali ke UUD 45 asli

 

Yogjakarta,  25 Oktober 2024

 

Kami yang menandatangani: 

- Jenderal TNI (Purn.) Tyasno Sudarto

- Prof. DR. Rochmat Wahab M.Pd., M.A.

- Prof. DR. Soffian Effendi, B.A.(Hons.), M.A., M.P.I.A., Ph.D.

- Prof. DR. Kaelan, MS. PDF. (*)


Supriyani (tengah, berjilbab hitam) didampingi kuasa hukum Samsuddin SH (dua dari kanan) dan sejumlah guru saat tiba di PN Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Kamis (24/10/2024) 

 

SANCAnews.id – Kasus Supriyani, guru honorer yang diduga memukul anak seorang polisi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menjadi sorotan publik. Banyak pihak mendesak agar kasus ini diselesaikan melalui jalur restorative justice.

 

"Dugaan kriminalisasi terhadap guru yang diduga aniaya murid tolong segera dihentikan, penegak hukum bisa menerapkan restorative justice," ujar Pakar Hukum Henry Indraguna, Jumat (25/10).

 

Henry mengatakan, kejaksaan perlu mengambil langkah yang tepat. Terutama mendorong persoalan diselesaikan melalui cara di luar hukum.

 

Henry berharap kepada jaksa menimbang kembali kelayakan terhadap tersangka untuk dijatuhi pidana, terlebih kasus itu terkait pendidikan. Selayaknya jaksa menerapkan mekanisme keadilan restorative justice dalam kasus ini.

 

”Seandainya tidak dapat dilakukan keadilan restoratif karena pihak keluarga pelapor atau korban menolak, berdasarkan rasa keadilan yang tumbuh di masyarakat, jaksa bisa menuntut yang bersangkutan bebas,” imbuhnya.

 

Henry mengapresiasi penahanan Supriyani yang kini telah ditangguhkan sejak 22 Oktober 2924. Ia mengutip Surat Penetapan Nomor 110 yang menyatakan, majelis hakim Pengadilan Negeri Andoolo menangguhkan penahanan terhadap terdakwa Supriyani.

 

"Majelis hakim menangguhkan penahanan Supriyani, dengan pertimbangan terdakwa masih memiliki anak balita yang membutuhkan pengasuhan dari ibunya," pungkasnya.

 

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara Kombes Pol Lis Kristian mengatakan, penyidik melakukan penangguhan penahanan kepada Supriyani. Pertimbangannya adalah Supriyani guru honorer yang sudah mengabdi selama 16 tahun.

 

"Dalam tahap penyidikan, penyidik dengan pertimbangannya tidak melakukan upaya penahanan terhadap tersangka," kata Kristian, Rabu (23/10).

 

Langkah ini, kata Kristian, sebagai bentuk empati Polri. Dalam kesempatan ini, dia juga membantah adanya permintaan uang dari pelapor kepada Supriyani.

 

"Kami tegaskan itu adalah tidak benar dan merupakan hoax. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Kapolrea Konawe Selatan dalam rilisnya," imbuhnya. (jawapos)


Ketua tim hukum PDI Perjuangan Gayus Lumbuun (ketiga kanan) menunjukkan berkas gugatan yang telah didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur, Selasa, (2 April 2024) 

 

SANCAnews.id – PDI Perjuangan (PDIP) menghormati putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menyatakan tidak menerima gugatan terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden. Namun, PDIP menyoroti Ketua Majelis PTUN Jakarta, Joko Setiono yang menunda pembacaan putusan dengan alasan sakit.

 

PDIP menilai sidang pembacaan putusan seharusnya digelar pada Kamis, 10 Oktober 2024 atau sebelum Gibran dilantik sebagai wakil presiden. Namun, karena Joko Setiono mengaku sakit, maka pembacaan putusan diundur menjadi Kamis, 24 Oktober 2024.

 

"Artinya putusan ini melewati apa yang kami mohonkan dalam posita dan dalam petitum yang kami ajukan. Petitum itu bagian dari apa yang kami mohonkan agar KPU tidak melakukan administrasi apapun terhadap pelantikan yang kami dalilkan bahwa wakil presiden ini cacat hukum,” kata Ketua Tim Hukum PDIP, Gayus Lumbuun dalam konferensi pers di DPP PDIP, Menteng, Jakarta, Jumat (25/10).

 

Menurut Gayus, penundaan sidang sampai Gibran dilantik sebagai wakil presiden adalah sebuah kejanggalan. Seharusnya, Joko Setiono bisa menggelar sidang tanpa harus menunda selama 2 pekan lantaran sidang bukan bersifat kehadiran di ruang persidangan tetapi digelar secara elektronik atau e-Court.

 

"Ini bukan sidang kehadiran. Walaupun sakit bisa mutus, kalau tidak berat untuk tindakan dokter yang sifatnya mungkin operasi dan sebagainya. Ini e-Court. Putusan tanggal 10 bisa disampaikan, karena ini tidak harus sidang di pengadilan,” ujar Gayus. (merdeka)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.