Latest Post

Sekretaris Kabinet Mayor Teddy Indra Wijaya mengucapkan sumpah jabatan saat pelantikan Wakil Menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2024) 

 

SANCAnews.id – Presiden Indonesia Prabowo Subianto dinilai telah melanggar sumpahnya sebagai presiden dalam menegakkan Undang-Undang Dasar 1945.

 

Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Saiful Mujani memberikan kritik pedas. Hal ini terkait dengan pengangkatan Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet (Sekab).

 

Diketahui, Prabowo melantik prajurit TNI aktif, Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet. Penunjukan Teddy didasari atas Keputusan presiden Nomor 134P/2024 tentang Pengangkatan Sekretaris Kabinet.

 

“‘Presiden melanggar sumpah? Pada 20 Oktober presiden prabowo bersumpah akan memegang teguh undang-undang dasar, dan menjalankan segala undang-undang,’ tapi ia pada hari berikutnya melantik anggota TNI aktif menjadi Sekertaris Kabinet,” kata Saiful Mujani dalam akun X, Jumat, (25/10/2024).

 

Pelantikan Teddy sebagai Sekretaris Kabinet dianggap melanggar Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

 

Apalagi, pasal pengecualian dalam UU TNI yang memperbolehkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil tanpa harus mengundurkan diri. Namun, jabatan Sekretaris Kabinet tidak termasuk dalam kategori tersebut.

 

“Tidakah presiden melanggar sumpah karena anggota TNI aktif menurut UU TNI tidak boleh menduduki jabatan sipil kecuali di 10 bidang yang tak termasuk sekertaris kabinet?,” tandasnya. (fajar)


Kabinet Merah Putih pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka/Net 


OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI

KABINET Merah Putih mempunyai 48 menteri, 56 wamen, 5 pejabat setingkat Menteri, ditambah Panglima TNI, Kapolri, dan Sekretaris Kabinet per 22/10/2024. Itu suatu jumlah anggota kabinet pemerintahan yang terbanyak, bahkan jika dibandingkan Kabinet 100 menteri periode pemerintahan Presiden Soekarno sekalipun.

 

Dengan menggunakan asumsi bahwa Indonesia adalah negara besar dan mempunyai wilayah yang luas dibandingkan benua Eropa, maka desain kabinet yang telah dilantik sebanyak itu.

 

Persoalan teknis kemudian adalah ketersediaan APBN 2024 yang tinggal 2,5 bulan lagi dan RAPBN 2025 memerlukan revisi-revisi. Amandemen APBN 2024 dan RAPBN 2025 diperlukan, agar lebih sesuai dengan desain organisasi pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

 

Persoalan bukan hanya mengenai nomenklatur yang dapat memerlukan waktu selama berbulan-bulan, yang bisa mencapai 8 bulan berdasarkan pengalaman perubahan nomenklatur yang dipraktekkan pada awal pemerintahan Presiden Joko Widodo.

 

Hal itu sekalipun untuk pemekaran Kementerian/Lembaga non Kementerian yang baru, atau pun memerlukan waktu sekitar 1,5 tahun konsolidasi berkaitan dengan pembentukan Kementerian/Lembaga non Kementerian yang baru.

 

Implikasinya adalah sungguh sulit diharapkan bahwa pemerintahan Kabinet Merah Putih akan berhasil menghasilkan kinerja yang bersifat spektakuler untuk periode analisis 100 hari kerja pertama.

 

Gelora semangat yang besar untuk membangun Pembangunan nasional itu, memerlukan dukungan logistik yang lebih besar dari utang-utang baru, keberhasilan mencapai rasio pajak 23 persen, perbaikan teknologi pemerintahan dan manajemen birokrasi pemerintahan yang lebih efisien serta bekerja lebih cepat.

 

Pembiayaan APBN dari sumber utang Rp 648,1 triliun tahun 2024 dari belanja negara sebesar Rp 3.325,1 triliun tahun 2024, yang tinggal 2,5 bulan sudah jelas kurang dibandingkan kebutuhan kabinet untuk bekerja dengan efisien sekalipun.

 

Kementerian/Lembaga non Kementerian yang sudah exist tetap memerlukan reorganisasi, kecuali untuk Menteri dan Kementerian non Lembaga yang pada orang yang sama. Akan tetapi terdapat Kementerian/Lembaga non kementerian yang baru, dimana bukan hanya diperlukan kantor yang baru dan pembentukan organisasi yang baru, yang solid, serta APBN hasil amandemen.

 

Kemudian untuk berhasil mengamandemen APBN diperlukan rapat-rapat koordinasi yang panjang, termasuk membongkar ulang RAPBN 2025.

 

Pembiayaan APBN 2025 dari sumber utang sebesar Rp 775,9 triliun dan belanja negara sebesar Rp 3.613,1 triliun tidak terdisain secara cukup untuk mempraktekkan sasaran pertumbuhan ekonomi 8 persen per tahun dari sasaran semula 5,2 persen per tahun.

 

Demikian pula dengan sasaran rasio pajak sebesar 23 persen, dibandingkan sasaran rasio pajak yang semula sebesar 10,24 persen. Akibatnya adalah diperlukan kegiatan administrasi rapat-rapat ulang yang panjang antara pemerintah dengan DPR.

 

Untuk Kementerian yang mempunyai jalur koordinasi dengan pemerintah daerah, tetap diperlukan reorganisasi yang baru. Perubahan Menteri seringkali diikuti oleh perubahan pejabat-pejabat di bawah Menteri hingga pejabat-pejabat eselon terendah.

 

Itu semua memerlukan ketersediaan waktu yang sulit siap dalam 100 hari kerja pertama. Kesemuanya itu, baik revisi APBN 2024 dan RAPBN 2025 sangat diperlukan untuk merealisasikan 17 program prioritas dan 8 program hasil terbaik cepat. Jika amandemen UU APBN tidak dikerjakan, maka akan terjadi pengulangan sebagaimana di awal pemerintahan pertama Presiden Joko Widodo.

 

Misalnya ketika itu program swasembada pangan tidak tercapai sesuai sasaran. Pembangunan infrastruktur mengalami banyak kendala di awal pemerintahan pertama. Hanya groundbreaking-groundbreaking saja dapat dikerjakan di awal pemerintahan ketika itu.

 

Rapat-rapat terkendala, terlebih untuk tugas dinas di luar kantor sebagai konsekuensi dari persoalan nomenklatur yang membuat pendanaan kegiatan rutin, terlebih kegiatan pembangunan menjadi bersifat dorman.

 

Sekalipun Menteri Keuangan tetap masih Sri Mulyani Indrawati dan bersifat langsung di bawah Presiden, bukan berarti masalah nomenklatur dapat diselesaikan sangat dipercepat. Ada sangat banyak item program yang perlu didesain ulang, termasuk APBN yang memerlukan persetujuan ulang dari DPR.

 

Dengan keberadaan parpol PDIP, Nasdem, dan PKS berfungsi sebagai pendukung pemerintahan yang berada di luar pemerintahan, maka Kabinet Merah Putih memerlukan dialog-dialog panjang untuk mencapai kesepakatan politik APBN, maupun untuk membicarakan program-program pemerintah.

 

Sekalipun kabinet dikonsolidasikan menggunakan taktik pelatihan semi militer di base camp bukit Tidar Magelang selama 3 hari, bukan berarti masalah konsolidasi urusan administrasi dan pekerjaan sipil tersebut di atas mengenai urusan nomenklatur dan percepatan orientasi organisasi pemerintahan dapat terselesaikan.

 

Bagaimana pun sama sekali tidak sama antara persiapan untuk urusan administrasi masyarakat sipil dibandingkan dengan pendekatan metoda militerisme. Metodologi pelatihan pasukan khusus, misalnya berenang dari pantai Tanjung Perak Surabaya ke pulau Madura hanya berbekal pakaian renang dan sebilah pisau komando, sungguh tidaklah sama untuk metodologi menyiapkan kecakapan sebagai administratur masyarakat sipil, yang melalui jenjang pendidikan tinggi masyarakat sipil, dimana hal itu memerlukan waktu bertahun-tahun dan kursus-kursus sesuai kepangkatan dalam pusdiklat-pusdiklat.

 

Meskipun demikian, beberapa program kerja pemerintah diperkirakan akan berjalan lancar secara bertahap, termasuk untuk 8 program hasil terbaik cepat sekalipun. Misalnya memberi makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren maupun bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil. Menyelenggarakan pemeriksaan Kesehatan gratis.

 

Untuk menurunkan TBC dan membangun Rumah Sakit lengkap berkualitas di kabupaten memerlukan waktu lebih dari 100 hari pertama kerja. Mencetak dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan lumbung pangan desa, daerah, dan nasional diperkirakan memerlukan waktu yang tidak mudah dipenuhi sekalipun selama 5 tahun pertama.

 

Membangun sekolah-sekolah unggul terintegrasi di setiap kabupaten memerlukan waktu yang panjang dan terkesan bersifat ambisius. Kalau pembangunan gedungnya mungkin bisa dipraktikkan selama dukungan untuk memperoleh surat utang pemerintah berhasil diperbesar. Untuk memperbaiki renovasi sekolah-sekolah sekalipun memerlukan ketersediaan pendanaan yang cukup.

 

Yang dapat dipraktikkan sebagai program berkelanjutan adalah melanjutkan dan menambahkan program kartu-kartu kesejahteraan sosial, akan tetapi untuk kartu usaha dalam menghilangkan kemiskinan absolut terkesan masih akan sulit dipraktekkan bahkan untuk 5 tahun sekalipun, kecuali untuk sasaran mengurangi kemiskinan.

 

Program menaikkan gaji guru, dosen, tenaga Kesehatan, gaji TNI Polri, dan pejabat negara sungguh bergantung dari potensi kemampuan pemerintah menaikkan utang pemerintah yang lebih besar lagi dari perencanaan RAPBN 2025 di atas.

 

Demikian pula untuk mempraktekkan kelanjutan Pembangunan infrastruktur desa, Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan menyediakan rumah murah bersanitasi baik. Sementara itu mendirikan Badan Penerimaan Negara relatif mudah didirikan, namun untuk meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto yang sebesar 23 persen memerlukan kinerja secara bertahap.

 

Demikianlah konsekuensi dari pembangunan nasional berbasis utang, mempraktikkan kabinet besar, dan sasaran pembangunan nasional yang sangat bersemangat. (*)

 

Penulis merupakan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana


Anggota Kabinet Prabowo-Gibran/Ist 
 

Oleh: Lukas Luwarso

 

KABINET pemerintahan Prabowo sudah diumumkan dan dilantik. Segera berbagai julukan bernada sinis dan minor terlontar dari publik, mempertanyakan banyaknya jumlah menteri dan wakilnya.

 

Julukan kabinet bagi-bagi kursi, bagi-bagi rejeki, kabinet akomodasi, hingga kabinet obesity berhamburan. Intinya publik meragukan kapabilitas kabinet yang resminya dinamai “Merah Putih” ini.

 

Apalagi jika banyaknya jumlah menteri dan dipilihnya “nama-nama kontroversial” dikaitkan dengan pidato Presiden Prabowo, terasa tidak terjadi link and match. Pidato presiden mengesankan ingin menjalankan pemerintahan yang baik.

 

Ingin memberantas korupsi, ingin mengutamakan kepentingan rakyat. Berniat mengurangi kebocoran anggaran dan penyimpangan, termasuk mempersoalkan praktek kolusi pejabat dengan pengusaha nakal.

 

Pidato pertama Prabowo selaku presiden terdengar meyakinkan sebagai “omon-omon”. Apakah ia akan walk the talk, serius menjalankan ucapannya, masih harus dibuktikan beberapa bulan ke depan.

 

Namun yang sudah terbukti, pembentukan kabinet menunjukkan adanya gejala disonansi kognitif (cognitive dissonance), ketidakselarasan pikiran Prabowo.

 

Disonansi kognitif  terjadi ketika seseorang melakukan sesuatu yang tidak sejalan dengan apa yang ia ketahui, ucapkan, atau yakini. Terjadi Inkonsistensi antara ucapan dan perbuatan. Orang yang mengalami disonansi kognitif biasanya mengalami konflik–atau tekanan– mental, dan ketegangan emosional.

 

Orang yang tahu solusi dan berniat mengatasi problem, tapi enggan melakukan. Orang gemuk yang bertekad ingin langsing, namun enggan olah raga dan terus melahap makanan cepat saji, adalah contoh penderita disonansi kognitif.

 

Kabinet Merah Putih yang gemuk adalah produk disonansi kognitif Prabowo. Ia tahu solusi untuk mengatasi berbagai problem kenegaraan, yang ia ucapkan dalam pidato dengan penuh semangat. Namun ia toh menyusun kabinet yang gemuk, memilih orang-orang yang salah, dan mengabaikan aspirasi publik.

 

Prabowo mustinya tahu, mustahil kabinetnya bisa bekerja secara efektif dan efisien, dengan jumlah menteri, wakil menteri, dan ketua badan setingkat menteri yang mencapai 109 orang. Kabinetnya terlalu gembrot untuk mampu berkinerja secara tangkas, ringkas, gesit, dan elastis.

 

Potensi terjadinya tumpang tindih, persaingan portofolio, kelambanan birokrasi, atau gesekan kepentingan bakal muncul dalam pengambilan kebijakan, koordinasi, dan pelaksanaan kerja di lapangan.

 

Jumlah kementerian yang banyak jelas membutuhkan birokrasi, staf, dan anggaran operasional yang besar. (Termasuk semakin memacetkan Jakarta, karena semakin sering iring-iringan Voorijder untuk membuka jalan para menteri yang ingin keluyuran).

 

Kabinet gemuk adalah sebuah pemborosan di tengah situasi ekonomi yang dibayangi defisit anggaran dan utang yang melambung. Semakin besar dan kompleks organisasi pemerintahan, semakin membuka peluang terjadinya korupsi, penyelewengan, penyimpangan, dan penyalahgunaan.

 

Kabinet gemuk jelas menyalahi prinsip pemerintahan negara demokratis. Tidak selaras dengan adagium “That government is best which governs the least” (pemerintahan terbaik adalah yang paling sedikit memerintah).

 

Ungkapan ini menegaskan karakteristik sistem demokrasi yang menempatkan fungsi pemerintah sekadar menjalankan hal-hal yang tidak dapat dilakukan warga. Negara yang banyak aturan, dan terobsesi mengatur banyak hal, adalah kecenderungan negara otoriter.

 

Indonesia bisa belajar dari negara-negara maju yang jumlah kementeriannya ramping, seperti Jepang (14 kementerian), Singapura (15), Korea Selatan (18), Amerika (18), China (26). Atau menengok negara “kapiran”, seperti Sri Lanka yang pernah memiliki 107 menteri, Pakistan (76) menteri, Afrika Selatan (75).

 

Struktur kabinet gembrot jelas bukan dimaksudkan untuk kepentingan rakyat, melainkan hanya untuk mengakomodasi kepentingan politik. Untuk mengamankan dan menyamankan posisi, agar praktek pat-gulipat dan mufakat gelap tidak terganggu.

 

Khususnya dalam kultur pemerintahan dan politik yang masih kental dengan praktek korupsi, kolusi, nepotisme, dan kecenderungan politkusnya memperkaya diri — hal yang diketahui Prabowo dan ia suarakan dalam pidato pelantikannya.

 

Power tends to corrupt, semakin besar struktur pemerintahan semakin besar korupsinya. Kabinet yang gembrot hanya akan menumbuhkan budaya _sycophancy_ dan praktek politiking yang kontra-produktif. Dalam dunia bisnis dikenal ungkapan: “If your boss is an egomaniac,  sycophancy always pays dividends.” Loyalitas buta akan menjadi norma dan etos kerja.

 

Kabinet produk disonansi kognitif Prabowo jelas bakal memperkuat sistem oligarki, yang 10 tahun di era Jokowi semakin berkembang berurat-berakar, dan akan berlipat ganda kekuatannya. Yang menyolok, terpilihnya orang yang jelas-jelas berperan sebagai “liaison officer” para oligark di era Jokowi diangkat jadi menteri.

 

Belum lagi sejumlah menko yang disinyalir “korban politik sprindik”, tersandera korupsi di era Jokowi, masih dipakai. Termasuk sejumlah nama yang dikenal sebagai “public enemy” karena kegemaran memancing kontroversi dan sikap inkonsisteni.

 

Melihat struktur gemuk, susunan , dan nama-nama yang masuk kabinet produk disonansi kognitif ini, rasanya cuma “keajaiban” yang bisa membuatnya mampu berkinerja. Atau, kita boleh berharap, ketika gangguan disonansi kognitif yang menimpa kepala pemerintahan segera sembuh.(*)


Momen saat Gibran meminta Wamen menjawab pertanyaan wartawan. (tangkapan layar) 

 

SANCAnews.id – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali menuai sorotan setelah videonya yang mengalihkan pertanyaan wartawan ke wakil wakil wakil wakil wakil kerudung di media sosial.

 

Ini terjadi ketika Gibran meninjau proyek MRT Jakarta Fase 2 South-Utara di Jakarta, Senin (10/21/2024). Tak sedikit warganet pun memberikan komentar yang menohok.

 

“Kelasnya hanya untuk anak TK/SD,” kata @Diah***

 

“Lalu fungsinya apaan sbgai wapres tak bisa jawab pertanyaan wartawan. Diketawain ayam luh..!!,” kata @Naw***

 

“Maklum gigi berantakan. Kalau ngomong dan senyum jadi gak jelas. Belum lagi hati galau karena tidak menguasai keadaan,” tambah @Ni***

 

“Melihat sosok ini. Sepertinya negeri ini kekurangan orang pinter dan cerdas. Sungguh menyedihkan sekali,” tandas @MT***

 

Sebelumnya diberitakan, wartawan mewawancarai Gibran seputar proyek MRT. Namun, momen ini malah menjadi viral di media sosial.

 

Pasalnya, Gibran dinilai tidak memberi penjelasan bahkan meminta Wakil Menteri (Wamen) yang memberi jawaban.

 

Peristiwa tersebut terekam kamera dan ramai menyebar di berbagai platform media sosial. Salah satunya dibagikan oleh pegiat media sosial di X, @andikamalreza.

 

Dalam video, wartawan tampak menanyakan apa harapan Gibran terkait pembangunan proyek MRT ini.

 

"Harapan ke depan apa pak?" tanya wartawan dalam video, dikutip Rabu (23/10/2024).

 

Gibran tak menjawab pertanyaan itu, tetapi malah memberikan mikrofon ke wakil menteri untuk menjawab pertanyaan wartawan seputar harapan proyek MRT.

 

"Ini pak Wamen kan sebagai user," kata anak sulung mantan presiden Joko Widodo itu. (fajar)


Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal 

 

SANCAnews.id – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto – Wapres Gibran Rakabuming belum genap seminggu dilantik langsung disambut demo buruh. Ribuan buruh turun ke jalan pada Kamis (24/10) untuk menuntut kenaikan upah minimum (UM) tahun 2025 sebesar 8-10 persen.

 

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menegaskan, kenaikan UM ini harus dilakukan. Mengingat, buruh sudah lama puasa atas kenaikan UM yang layak.

 

Dia mengatakan, dalam 5 tahun terakhir upah persalinan dan UM tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Dalam 3 tahun pertama, itu bahkan tidak naik sama sekali, alias 0 persen.

 

Bahkan, pada waktu itu harga barang naik menjadi 3 persen. Kemudian, dalam dua tahun ke depan, ada peningkatan tetapi hanya 1,58 persen, lebih rendah dari tingkat inflasi Indonesia sebesar 2,8 persen.

 

“Setiap bulan itu, sadarkah kamu, pemerintah yang baru harus mendengar ini, buruh dalam 5 tahun itu nombok, tidak naik upah,” ujarnya dalam aksi demo buruh di sekitar Patung Kuda, Jakarta, Kamis (24/10).

 

Karenanya, dia mendesak pemerintah untuk menaikkan UM 2025 sebesar 8-10 persen. Hal ini mengacu pada angka inflasi dalam dua tahun terakhir yang berada pada kisaran 2,5 persen, sementara pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen. Sehingga, jika digabungkan, totalnya sekitar 7,7 persen.

 

“Kenaikan upah minimum yang diusulkan adalah sebesar 8 persen. Namun, KSPI mengusulkan penambahan 2 persen. Sehingga kenaikannya menjadi 10 persen, khususnya untuk daerah-daerah yang memiliki disparitas upah tinggi antara kabupaten/kota yang berdekatan," paparnya. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan upah di wilayah-wilayah tersebut.

 

Dengan standar upah ini, diyakininya, akan berdampak pada target Presiden Prabowo Subianto mengejar pertumbuhan ekonomi 8 persen. Karenanya, pemerintah diminta tak menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) 51 Tahun 2023 Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Mengingat selama dua tahun terakhir, kenaikan UM sangat rendah ketika menggunakan rumus perhitungan yang ada dalam PP tersebut.

 

Menurutnya, ketika kenaikan UM rendah maka daya beli pun akan linier dengan itu. Konsumsi masyarakat akan merosot tajam. Padahal, konsumsi merupakan salah satu penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi nasional.

 

“Penyumbang pertumbuhan ekonomi 54 persen dari konsumsi. Nah kalau konsumsinya enggak dinaikkan, seiring investasi juga didatangkan, nggak mungkin pertumbuhan ekonomi 8 persen. Jauh panggang dari api, bagai pungguk merindukan bulan,” paparnya.

 

Oleh sebab itu, dalam aksi tersebut, serikat buruh juga menuntut dicabutnya Omnibus Law UU Cipta Kerja, khususnya bidang ketenagakerjaan. Iqbal menegaskan, aturan yang digadang-gadang bakal menaikkan jumlah investasi justru berakhir dengan banyaknya PHK setahun terakhir.

 

Dia berharap, dua tuntutan tersebut dapat diakomodasi oleh presiden baru. Apabila tidak, maka buruh akan bersiap mogok nasional mulai akhir Oktober ini. Keputusan ini telah disepakati beberapa konfederasi serikat buruh terbesar di Indonesia, serta sekitar 60 federasi serikat pekerja tingkat nasional. (jawapos)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.