SANCAnews.id – Pelantikan Presiden Prabowo
Subianto dan Wakil Presiden Republik Indonesia Gibran Rakabuming Raka periode
2024-2029 baru saja usai. Namun, masyarakat tidak boleh lupa dan meninggalkan
begitu saja 'sisa-sisa kasus hukum Wapres Gibran' yang masih menghantuinya
hingga saat ini.
Penegakan hukum terhadap setiap warga negara harus ditegakkan
sebagaimana yang dijanjikan Presiden Prabowo. Hal itu ditegaskan Juju
Purwantoro, Presidium Forum AKSI (Alumni Kampus Seluruh Indonesia) kepada media
sebagaimana dilansir FNN di Jakarta, Selasa (22/10/2024).
Juju mengingatkan kasus unggahannya tentang 'fufufafa' pada
tahun 2014-2019, tentang 'penghinaan, fitnah, dan kebencian' terhadap Prabowo,
keluarganya, dan tokoh negara lainnya, bahwa tindakan kriminal akan melekat dan
mengikutinya ke mana pun ia pergi.
"Sungguh publik sangat terkejut melihat
postingan-postingan negatif, diskriminatif dan SARA yang diduga kuat dilakukan oleh akun milik Gibran.
Padahal kala itu yang bersangkutan menurut hukum sudah termasuk kategori usia
dewasa, lebih (24 tahun) dalam bertipikir dan bertindak secara hukum. Adalah
konkrit, bahwa hal itu secara pidana merupakan Perbuatan Melawan Hukum
(tercela)," paparnya.
Postingan tersebut lanjut Juju, juga sudah dibenarkan oleh
adeknya (Kaesang), dan 99.99 persen benar milik Gibran kata pakar telematika
(Roy Suryo)
Srbagaimana diatur dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945, alasan
Pemakzulan berdasarkan Pasal 7A UUD 1945, Wakil Presiden dapat diberhentikan
apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau 'perbuatan
tercela'.
Sedangkan ketentuan Syarat Capres dan Cawapres Pemilu 2024,
sesuai Pasal 6 Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, ialah ; "Tidak pernah
melakukan perbuatan tercela".
Penjelasan Pasal 169 huruf j diuraikan:
Yang dimaksud dengan “tidak pernah melakukan perbuatan
tercela” adalah tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma
agama, norma susila, dan norma adat, seperti judi, mabuk, pecandu narkotika,
dan zina.
Juju menegaskan bahwa sejak awal pencalonannya, Gibran tidak
cukup hanya dengan mempecundangi segala peraturan tentang syarat usia dan
proses persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK). Sejak selesai pelantikannya
sebagai Wapres, maka sangat potensial Gibran dijatuhkan (dimakzulkan) lewat
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
"Jejak digital postingan akun Fufufafa yang
tersembunyikan selama tahunan, akhirnya terbongkar juga. Isi postingannya tidak
senonoh, tidak beretika dan tidak berakhlak, merupakan indikasi kuat bahwa
Gibran tidak memiliki kompetensi dan integritas moral sebagai pimpinan
nasional. Prabowo tidak perlu bersikap ambigu lagi, beliau harus segera
mengambil keputusan dan bersikap tegas tentang kasus Gibran tersebut,"
tegasnya.
Juju memaparkan berdasarkan Pasal 27A UU 1/2024 tentang
perubahan kedua UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, ada lima jenis konten
negatif, yakni "penyebaran kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA,
melanggar kesusilaan dan perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik,
pemerasan dan/atau pengancaman, serta penyebaran berita bohong dan menyesatkan
sehingga mengakibatkan kerugian".
Dalam catatan Juju, perjalanan politik Gibran Rakabumihg Raka
menjadi Cawapres sampai Wapres terpilih dipenuhi noda hitam. Ditambah lagi
dibukanya aib oleh Allah merupakan fakta tak terbantahkan bahwa ia terbukti
tidak berakhlak dan tidak memiliki kompetensi kepemimpinan, sehingga sangat
tidak layak menduduki jabatan terhormat sebagai Wakil Presiden.
Akun seperti Fufufafa dengan konten kata-kata yang tidak
pantas, melecehkan, mesum, dan rasial terhadap tokoh politik, partai, hingga
para pesohor kala itu. Akun sejenisnya tidak bisa dibiarkan, masyarakat harus
melawannya dengan cara memposting hanya konten-konten media sosial yang
beretika dan positif.
Guna menuntaskan kasus Gibran tersebut, maka DPR harus segera
mengambil inisiasi dan partisipasi aktif meresponnya. Sesuai pasal 20a (ayat2)
UUD 1945, mereka bisa melakukan hak angket, untuk "melakukan penyelidikan
terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan"
Juju menutup pernyataannya dengan mengutip hadits nabi yang
berbunyi "Apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka
tunggulah saat kehancurannya". (Hadits Riwayat Bukhari). (*)