Mantan Kepala Otorita IKN Sebut Jakarta Mau Tidak Mau Tetap jadi Ibu Kota Negara, Ini Alasan
Pembangunan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) terlihat dari Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Jumat 13 September 2024
SANCAnews.id – Mantan Kepala Badan Otorita Ibu
Kota Negara (IKN) Bambang Susantono memperkirakan Jakarta akan tetap menjadi
ibu kota negara hingga beberapa tahun mendatang.
Pernyataan itu disampaikannya setelah mempertimbangkan
skenario pemindahan dan pembangunan IKN yang direkomendasikan Asosiasi Sekolah
Perencanaan Indonesia (ASPI).
“Saya pribadi melihat memang suka enggak suka, mau enggak
mau, Jakarta masih akan tetap jadi ibu kota,” ujarnya dalam jumpa pers di
Kantor Utusan Khusus Presiden, Jakarta Pusat, Jumat, 11 Oktober 2024.
Bambang yang kini menjadi Utusan Khusus Presiden untuk
Kerjasama Internasional IKN menyebut Kota Nusantara kemungkinan justru menjadi
kota tertentu. Namun, artinya belum dijelaskan secara gamblang. “Secara
berangsur mungkin kita lihat kecepatannya seperti apa, Nusantara mungkin akan
menjadi kota tertentu," begitu katanya.
Dia menilai usulan dari ASPI realistis sehingga layak
disampaikan kepada berbagai pemangku kepentingan proyek IKN, terutama Presiden
Joko Widodo dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Dari empat konsep yang
dibuat ASPI, dia memuji konsep Twin Cities. Dalam skema ini, dua kota utama
menjalankan fungsi-fungsi administrasi pemerintahan selama periode tertentu.
"Dalam kurun waktu hingga 5 tahun ke depan tentu akan
terjadi satu perkembangan yang gradual, tidak ujug-ujug seperti tadi sudah
disampaikan, boyongan (pindah menyeluruh)," tutur Bambang.
Konsep Twin Cities, menurut dia, sudah diterapkan di Korea Selatan
yang memiliki ibu kota Seoul dan ibu kota definitif Sejong. Ada juga Malaysia
yang Putrajaya dan Kuala Lumpur. Skema dua kota penyangga negara itu dianggap
memungkinkan untuk diterapkan.
Ada dua variabel strategis dalam perhitungan ASPI, yakni keputusan
penggeseran ibu kota negara dari Jakarta ke IKN, serta ketersediaan anggaran
untuk megaproyek tersebut. Kombinasi variabel itu memberikan 4 alternatif
skenario.
Yang pertama adalah skenario ideal, yakni pemindahan ibu kota
diputuskan dilaksanakan dengan anggaran yang cukup. Kedua adalah skenario
Peluang 1, dengan arti pemindahan ibu kota belum ditetapkan meskipun anggaran
cukup.
Ada juga skenario Peluang 2, yaitu pemindahan ibu kota
dilaksanakan, namun anggaran tidak cukup. Keempat, adalah skenario tantangan,
dengan arti pemindahan ibu kota belum dapat dilaksanakan dan anggaran tidak
cukup.
Pada situasi Peluang 1, skenario Twin Cities bisa diterapkan
dengan Jakarta sebagai ibu kota de jure dan IKN sebagai ibu kota de facto. Di
masa transisi, IKN diposisikan sebagai kota yang mengadopsi fungsi utama
non-pemerintahan tertentu, misalnya research and education hub. Pengadopsian
fungsi tersebut disertai dengan pemindahan bertahap dari sebagian fungsi publik
pemerintahan nasional dari kementerian dan lembaga yang relevan.
Adapun pada situasi Peluang 2, Twin Cities menjadikan IKN
sebagai ibu kota de jure dan Jakarta sebagai ibu kota de facto. Di masa
transisi, IKN diposisikan sebagai kota pusat pemerintahan nasional parsial yang
mengakomodasi sebagian kementerian pendukung fungsi inti pemerintahan.
Misalnya, Kementerian Sekretaris Negara, Sekretariat Kabinet, Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Luar Negeri. (tempo)