Latest Post

Presiden Jokowi menyalami Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno dalam momen peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-79 TNI di kawasan Monas, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 5 Oktober 2024. Foto Istimewa 

 

SANCAnews.id – Istana Kepresidenan membantah narasi Presiden Joko Widodo tidak berjabat tangan dengan mantan Wakil Presiden Try Sutrisno saat peringatan HUT ke-79 TNI di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Sabtu, 5 Oktober 2024.

 

Isu Jokowi tak berjabat tangan dengan Wapres ke-6 itu beredar luas di media sosial X, yang dulu bernama Twitter. Akun @JhonSitorus_18 mempertanyakan apakah benar Jokowi tak berjabat tangan dengan Try. Padahal mantan Panglima TNI itu berpakaian lengkap, mengenakan jaket militer bintang 4.

 

“Pak Try Sutrisno bahkan sudah sempat berdiri lalu duduk lagi karena dilewati oleh Jokowi begitu saja,” tulis akun X tersebut, dalam unggahan disertai video tayangan televisi. Dalam tayangan itu, kepala negara menyalami mantan Wakil Presiden Budiono, Jusuf Kalla, dan istri Presiden Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah.

 

Unggahan yang sama mengungkit posisi Try yang mendukung Jokowi di Pilpres 2019. “Mungkin pak Jokowi khilaf, tapi saya paham apa yang dirasakan keluarga Pak Try,” kata cuitan yang dilihat oleh lebih dari 500 ribu orang itu.

 

Deputi Protokol dan Media Sekretariat Presiden Yusuf Permana mengatakan bahwa Presiden Jokowi sudah bersalaman dan menyapa Wakil Presiden ke-6 Bapak Try Sutrisno beserta istri di Holding VVIP Room. Sedangkan untuk Sinta, Jusuf Kalla, dan Budiono, belum sempat disalami Jokowi.

 

“Bapak Presiden sangat Menghormati semua elemen masyarakat, apalagi dengan para tokoh pemimpin bangsa,” kata Yusuf melalui pesan singkat dikonfirmasi Tempo pada Senin, 7 Oktober 2024. (tempo)


Tangkapan layar momen saat Presiden Joko Widodo tidak menyalami Try Sutrisno/Repro 

 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo diminta menyampaikan penyesalan atau permintaan maaf atas tindakannya terhadap Wakil Presiden ke-6 yang juga mantan Panglima TNI Jenderal (Purn.) Try Sutrisno. Jokowi harus meminta maaf bukan hanya kepada Try Sutrisno, tetapi juga kepada keluarganya.

 

Hal itu disampaikan Pendiri Lingkar Sabang Merauke, Syahganda Nainggolan dan Koordinator Politik Merah Putih, Sutoyo Abadi, Senin (7/10). Menurut Syahganda dan Sutoyo, sikap Jokowi terhadap Try Sutrisno sangat tidak beretika.

 

"Sikap yang tidak beretika dan tidak menghargai orang tua selayaknya tidak terjadi. Sebaiknya Presiden Joko Widodo yang justru akan mengakhiri masa jabatannya segera meminta maaf kepada Jenderal (Purn) Try Sutrisno dan keluarganya," kata keduanya melalui pesan elektronik yang diterima redaksi, Senin (7/10).

 

Syahganda dan Sutoyo menyesalkan sikap Jokowi yang tidak menghargai Try Sutrisno. Menurut keduanya, Jokowi tidak sepantasnya memperlakukan jenderal sepuh dan mantan wakil presiden itu dengan tindakan demikian.

 

Sikap tidak menghargai Try Sutrisno dipertontonkan Jokowi saat keduanya menghadiri acara HUT ke-79 TNI di lapangan Monas Jakarta Pusat, Sabtu (5/10) pekan lalu. Dalam perayaan itu Presiden Jokowi tidak menyalami Try Sutrisno dan istri.

 

Awalnya Jokowi dipersilakan oleh MC untuk beristirahat sejenak di mimbar kehormatan. Sebelum beristirahat Jokowi dan Ma’ruf Amin menyempatkan diri untuk bersalaman dengan tamu lainnya yang duduk sejajar dengannya yakni Wapres ke-10 dan 12 Jusuf Kalla, Wapres ke-11 Boediono hingga istri Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah.

 

Namun Jokowi tidak menyalami Try Sutrisno beserta istri yang duduk di sebelah Boediono. Terlihat sengaja. Try Sutrisno sudah berusaha untuk bangun dari kursinya yang sempat dibantu sang istri namun kemudian kembali duduk karena tidak disalami Jokowi.

 

Syahganda dan Sutoyo menilai tindakan Jokowi memperkuat dugaan mutasi politis putra Try Sutrisno, Mayor Jenderal Kunto Arief Wibowo yang dalam satu tahun terakhir dua kali dipindahtugaskan di TNI.

 

Pada Juli 2023, Mayjen Kunto Arief dimutasi dari posisi bergengsi sebagai Pangdam Siliwangi menjadi Wakil Komandan Komando Pembina Doktrin, Pendidikan, dan Latihan Angkatan Darat (Wadankodiklatad). Kemudian Juli kemarin dia dimutasi menjadi Staf Ahli Bidang Ekonomi Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Setjen Wantannas).

 

Baik Syahganda maupun Sutoyo menduga mutasi dilakukan karena Jokowi merasa terganggu dengan keberanian Mayor Arief Wibowo. Seperti tergambar dalam tulisan yang dimuat di Kompas pada 10 April 2023, Kunto memberikan isyarat bahwa TNI akan maju ke depan jika terjadi kecurangan Pemilu, termasuk Pilpres 2024.

 

"Bisa dikatakan mutasi politis, Mayjen Kunto Arief Wibowo dipindahkan dari shaf (baris) depan TNI ke shaf belakang. Untuk itu perlu kiranya Presiden terpilih Prabowo Subianto berkenan menormalisasikan karirnya sebagai tentara profesional," demikian kata Syahganda Nainggolan dan Sutoyo Abadi. (rmol)


Wakapolda Metro Jaya Brigjen Djati Wiyoto memberikan keterangan saat Rilis tersangka pembubaran paksa diskusi yang di Hadiri oleh Sejumlah tokoh di Polda Metro Jaya, Jakarta, Minggu (29/9/2024) 

 

SANCAnews.id – Para pelaku pembubaran diskusi di Kemang, Jakarta Selatan, mengaku tidak diperintah oleh pihak mana pun saat melakukan aksinya. Mereka mengaku aksi tersebut atas inisiatif sendiri.

 

"Berdasarkan informasi yang diberikan oleh klien, mereka menyatakan tidak ada yang mengorder mereka untuk melakukan aksi demo yang berujung pembubaran diskusi tersebut," kata Pengacara para tersangka, Gregorius Upi kepada wartawan, Senin (7/10).

 

Kliennya mengaku melakukan demo hingga berujung pembubaran atas inisiatif sendiri. Namun, Gregorius akan kooperatif terhadap proses hukum di Polda Metro Jaya.

 

"Menurut penilaian klien kami dan sesuai isi tuntutan Demo bahwa diduga diskusi mereka berisi narasi yang bisa memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," jelasnya.

 

Sebelumnya, tersangka kasus pembubaran diskusi di Kemang, Jakarta Selatan bertambah. Terbaru, secara keseluruhan Polda Metro Jaya telah menetapkan 9 tersangka.

 

Awalnya Polda Metra Jaya baru menetapkan 5 tersangka. Kini bertambah 4 orang yakni YL, WSL, FMC, dan RAS, sehingga seluruhnya berjumlah 9 orang.

 

"4 pelaku lainnya telah ditangkap dan dilakukan penahanan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam kepada wartawan, Senin (7/10).

 

Empat tersangka baru ini memiliki peran berbeda-beda. YL berperan merusak properti hingga meja, WSL merusak banner dan tiang layar proyektor, FMC merusak layar proyektor, dan RAS merusak properti. (jawapos)


Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 

 

SANCAnews.id – Langkah politik PDIP di pemerintahan berikutnya masih menjadi misteri, apakah akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo Subianto atau memilih oposisi.

 

Analis komunikasi politik Hendri Satrio menilai partai berlambang banteng berhidung putih itu masih mempertimbangkan untung ruginya bergabung dengan pemerintahan Prabowo.

 

"Tapi memang namanya juga PDI Perjuangan, kalau dia berada di luar pemerintahan itu akan lebih kinclong," kata Hensat, sapaan Hendri Satrio lewat video singkatnya di Instagram, Minggu (6/10).

 

Hensat mengingatkan, PDIP pernah menjadi oposisi selama 10 tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini mampu tampil gemilang dengan memenangkan pileg tiga kali berturut-turut.

 

Lalu setelah SBY lengser, PDIP berhasil mengantarkan kadernya, Joko Widodo menjadi presiden hingga dua periode.

 

Hensat mengamini, keputusan PDIP untuk menjadi oposisi tidak mudah. Ada perpecahan di internal PDIP, di mana sebagian pihak ingin merapat ke pemerintahan, sementara yang lain lebih memilih untuk tetap di luar.

 

"Bahkan Mbak Puan dan Pak Hasto sudah mengatakan keputusan masuk tidaknya di pemerintahan Pak Prabowo tergantung Ibu Ketua Umum (Megawati)," jelas Hensat.

 

Di sisi lain, jika PDIP memutuskan bergabung ke pemerintahan periode 2024-2029 maka yang paling diuntungkan adalah Prabowo karena dapat menciptakan kesatuan visi dalam membangun negeri.

 

"Ya mudah-mudahan lebih adem sehingga tidak ada gesekan yang berarti, ekonomi stabil," pungkasnya. (rmol)


Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) didampingi Plt Ketua OIKN Basuki Hadimuljono (kiri), Mensesneg Pratikno (kedua kiri), Seskab Pramono Anung (kempat kiri) dan dan Plt Wakil Ketua OIKN Raja Juli Antoni (kelima kiri) tiba untuk meresmikan Plaza Seremoni Sumbu Kebangsaan di Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, Rabu (14/8/2024) 


SANCAnews.id – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan tetap tak terima dengan klaim Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut proyek Ibu Kota Negara (IKN) merupakan kehendak rakyat.

 

Ia menegaskan, masalah IKN tidak bisa disederhanakan menjadi 'ini bukan proyek presiden'. Masalah IKN, menurutnya, adalah masalah perbuatan melawan hukum, masalah pelanggaran Undang-Undang dan Konstitusi.

 

"Yang menyedihkan, Jokowi melakukan perbuatan melawan hukum tersebut secara sengaja dan sangat terencana. Jokowi sangat sadar bahwa UU IKN yang disahkan dan ditandatanganinya, pada 15 Februari 2022, merupakan UU yang melanggar sejumlah UU dan Konstitusi," kata dia dalam keterangan yang dilansir Inilah.com di Jakarta, dikutip Minggu (6/10/2024).

 

Pertama, kata Anthony, Jokowi dengan sengaja membentuk Pemerintah Daerah baru untuk Ibu Kota Negara dalam bentuk otorita, yang merupakan bagian dari pemerintah pusat, setara dengan kementerian atau lembaga, tanpa ada DPR, di mana Kepala Daerah Otorita dinamakan Kepala Otorita, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

 

Hal ini melanggar Konstitusi Pasal 18 di mana Daerah di Indonesia hanya bisa dalam bentuk Provinsi, kabupaten/kota, dengan masing-masing daerah mempunyai DPRD, dengan masing-masing Kepala Daerah dinamakan Gubernur, Bupati atau Walikota, yang dipilih secara demokratis melalui pemilu.

 

Kedua, kata dia, Jokowi melanggar proses pembentukan sebuah kota atau daerah, seperti diatur di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan daerah baru wajib melalui Pemekaran atau Penggabungan daerah, dan wajib mendapat persetujuan dari DPRD masing-masing daerah yang dimekarkan atau digabungkan.

 

"Tetapi, Jokowi tidak melaksanakan semua prosedur itu. Sebaliknya, Jokowi malah merebut alias aneksasi teritori (lahan) milik pemerintahan daerah (Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Timur) di Kalimantan Timur menjadi milik Pemerintah Pusat, melalui konsep Otorita," tuturnya.

 

Sebagai konsekuensi, dia menambahkan, semua dana APBN yang dikeluarkan tidak sah dan masuk kategori penyimpangan. Sehingga Presiden Jokowi harus bertanggung jawab atas penyimpangan APBN tersebut.

 

"Selain itu, Jokowi juga memanipulasi fakta, atau menipu rakyat Indonesia, dengan mengatakan, investor IKN sudah mengantri. Faktanya, investor swasta dan asing nol besar," ujar Anthony.

 

Diketahui, saat Rakornas Baznas Tahun 2024 di Istana Negara IKN, Rabu (25/9/2024), Jokowi menegaskan, keputusan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara, sudah sesuai aturan. Dia mengklaim, proyek IKN di Kaltim, sudah mendapat persetujuan dari seluruh rakyat Indonesia.

 

“Jadi ini bukan keputusan presiden saja, tetapi juga keputusan seluruh rakyat Indonesia yang diwakili oleh seluruh anggota DPR yang ada di Jakarta. Supaya jangan ada sebuah kekeliruan persepsi bahwa ini adalah proyeknya Presiden Jokowi, bukan,” kata Jokowi. (*)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.