Latest Post

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu di Kantor Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (1/10) 


SANCAnews.id – Masyarakat yang keberatan dengan pemberitaan media diminta untuk melaporkannya ke Dewan Pers. Bukannya melakukan tindakan anarkis seperti memukul, menghalangi, atau meminta media menghapus berita.

 

Hal itu ditegaskan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu saat peluncuran buku berjudul "Mengadu(kan) Pers: Kumpulan Untold Story Penanganan Pengaduan di Dewan Pers".

 

"Peluncuran ini sekaligus memberikan informasi ke publik bahwa ada kolaborasi antara Dewan Pers dengan kepolisian dalam merespons laporan masyarakat," kata Ninik di markas Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (1/10).

 

Ninik menjelaskan, pengaduan terkait pemberitaan penyelesaiannya dilakukan secara etik oleh para analis di Dewan Pers, yang akan menilai apakah karya tersebut sudah sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalistik.

 

Dia menekankan bahwa ranah pemberitaan adalah kewenangan Dewan Pers, bukan bagian dari Undang-Undang ITE atau penegakan hukum pidana.

 

"Ini juga memperlihatkan kerja sama kita dengan Komisi penyiaran agar mereka tau bahwa ranah pemberitaan adalah ranah Dewan Pers bukan ranah UU ITE, bukan ranah melalui penegakan pidana," jelasnya.

 

Ninik juga menginformasikan, pengaduan keberatan pemberitaan kini difasilitasi secara online. Sehingga memudahkan masyarakat untuk melaporkan ketidakpuasan terhadap pemberitaan media.

 

Selain launching buku, juga digelar diskusi bertajuk "Kebebasan Pers dan Etika Jurnalistik di Indonesia" dengan narasumber mantan Ketua Dewan Pers Prof. Bagir Manan; Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Yadi Hendriana; Tenaga Ahli Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Herutjahyo. (rmol)

R. Haidar Alwi selaku pendiri Haidar Alwi Institute (HAI). (Dok. Haidar) 

 

SANCAnews.id – Terungkapnya kasus pembubaran paksa diskusi diaspora di Kemang, Jakarta Selatan harus diusut tuntas. Termasuk mencari aktor intelektualnya, bukan hanya berhenti pada pelaku di lapangan.

 

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menyambut baik penangkapan yang dilakukan oleh Kepolisian dan menetapkan dua orang tersangka. Perlu tindakan cepat untuk menuntaskan kasus ini.

 

Langkah Polri, kata Haidar, juga sebagai respons atas stigma yang berkembang di masyarakat. Bahwa mereka yang berseberangan dengan pemerintah dianggap sulit mendapatkan keadilan.

 

"Ternyata stigma tersebut tidak benar. Polri membuktikan bahwa keadilan milik semua. Termasuk bagi mereka yang selama ini dikenal cenderung sinis terhadap pemerintah," kata Haidar, Selasa (1/10).

 

Meski begitu, pengungkapan kasus harus tetap dituntaskan. Terutama mencari aktol intelektual.

 

"Mari kita dukung Polri mengungkap aktor intelektualnya dan jika ada pelanggaran SOP oleh personel yang bertugas di lapangan," jelas Haidar.

 

Dia menilai, dukungan dan kepercayaan masyarakat memiliki peranan yang sangat penting bagi kinerja Polri selain kritik dan masukan yang konstruktif.

 

"Sehingga Polri semakin optimal melaksanakan fungsi dan tugas pokoknya dalam menegakkan hukum maupun menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat," tandasnya.

 

Sebelumnya, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin membeberkan kronologi terjadinya pembubaran diskusi diaspora di Grand Kemang, Jakarta Selatan.

 

Dalam peristiwa ini, massa yang tak dikenal bertindak anarkis memporakparandakan panggung, menyobek backdrop, mematahkan tiang mik, dan mengancam para peserta yang baru hadir.

 

Menurut Din, Acara itu dirancang sebagai dialog antara diaspora Indonesia di manca negara dengan sejumlah tokoh atau aktivis tentang masalah kebangsaan dan kenegaraan.

 

Selain Din, hadir sebagai narasumber antara lain Refly Harun, Marwan Batubara, Said Didu, Rizal Fadhilah, Sunarko, dan beberapa lainnya.

 

Din menyampaikan, sejak pagi hari sudah ada sekelompok massa menggelar orasi dari atas sebuah mobil komando di depan hotel. Namun, Din mengaku tidak mendengar jelas tuntutan massa.

 

"Tidak terlalu jelas pesan yang mereka sampaikan, kecuali mengeritik para narasumber yang diundang dan membela rezim Presiden Jokowi," kata Din, Sabtu (28/9).

 

Din melanjutkan, acara tidak sempat dimulai. Karena massa sudah bertindak anarkis terlebih dahulu dengan memasuki ruangan hotel, dan mengobrak-abrik seisinya.

 

"Acara akhirnya dimulai dan diubah menjadi konperensi pers," imbuhnya. ()

Mantan Sekretaris BUMN Muhammad Said Didu 

 

SANCAnews.id – Mantan Sekretaris BUMN Muhammad Said Didu menanggapi pembubaran diskusi kebangsaan di Kemang yang disebut tak mengantongi izin kepolisian.

 

Ia pun menyayangkan Kapolsek membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan pembahasan tersebut tidak memiliki izin.

 

"Sedih, Kapolsek di Ibu Kota tidak tahu hukum," ujar Said Didu dalam keterangannya di aplikasi X @msaid_didu, kemarin.

 

Menurutnya, tidak ada aturan yang mengharuskan diskusi di tempat tertutup seperti hotel untuk memerlukan izin atau pemberitahuan kepada polisi.

 

"Mana ada aturan diskusi di tempat tertutup seperti hotel memerlukan izin atau pemberitahuan ke polisi?," tukasnya.

 

Pria kelahiran Pinrang ini bilang, pernyataan tersebut sangat memalukan untuk sekelas orang nomor satu di Polsek.

 

"Pernyataan ini memalukan!," tandasnya.

 

Sebelumnya, Kapolsek Metro Mampang Prapatan, Komisaris Polisi Edy Purwanto, mengungkapkan bahwa pihaknya tidak mendapat informasi terkait kegiatan Forum Tanah Air (FTA) yang diadakan di Grand Mampang Hotel sebelum terjadinya kerusuhan oleh sejumlah orang tak dikenal (OTK).

 

Ia menjelaskan bahwa kegiatan diskusi tersebut, yang ternyata dihadiri oleh beberapa tokoh nasional, tidak menyertakan pemberitahuan kepada pihak Kepolisian.

 

Padahal, menurutnya, acara semacam itu seharusnya mengirimkan surat pemberitahuan kepada Direktorat Intelijen dan Keamanan (Intelkam) Polda Metro Jaya, serta kantor polisi setempat. (fajar)


Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi/Ist 

 

SANCAnews.id – Sejumlah pihak mulai dari kepolisian hingga staf hotel diperiksa menyusul pembubaran paksa acara diskusi "Silaturahmi Kebangsaan Diaspora Bersama Tokoh dan Aktivis Nasional" yang digelar Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9) lalu.

 

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, pemeriksaan terhadap anggota Polri tersebut dilakukan oleh Bidang Propam Polda Metro Jaya.

 

“Sampai dengan saat ini Bid Propam Polda Metro Jaya telah melakukan pemeriksaan terhadap 11 petugas,” ujar Ade Ary kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya Jakarta Selatan pada Senin (30/9).

 

Adapun 11 anggota yang dilakukan pemeriksaan oleh Bid Propam Polda Metro Jaya terdiri dari anggota Polres Metro Jakarta Selatan, Polsek Mampang, dan Polda Metro Jaya, dimana salah satunya Kapolsek Mampang Kompol Edy Purwanto.

 

“Iya (termasuk Kapolsek Mampang). Jadi yang melakukan tugas pengamanan, kemudian beberapa anggota yang melaksanakan pengamanan dilakukan pendalaman untuk mendalami SOP, tahapan apa yang sudah dilakukan dan sebagainya,” ungkapnya.

 

Selain personel, petugas juga melakukan pemeriksaan terhadap dua orang masyarakat sipil.

 

“Dilakukan pemeriksaan juga oleh Bid Propam yaitu petugas sekuriti dan manajer di Hotel Grand Kemang. Seperti itulah tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menjaga transparansi, akuntabilitas, evaluasi. Jadi mohon waktu, Bid Propam masih melakukan pendalaman,” jelasnya.

 

Sejauh ini, Polisi mengamankan lima orang dalam kasus pembubaran paksa dan telah menetapkan dua orang sebagai tersangka.

 

Pertama FEK, ini sebagai Koordinator lapangan, kemudian GW ini sebagai pelaku pengrusakan spanduk.

 

Sementara tiga orang lain yang diamankan, masing-masing berinisial JJ, LW, dan MDM.

 

Para tersangka dijerat dengan Pasal 170 KUHP Jo Pasal 406 KUHP. Sementara bagi tersangka penganiayaan dijerat dengan Pasal 170 KUHP Jo Pasal 351 KUHP. (rmol)


Ustaz Eka Jaya nyaris duel dengan preman di acara Diaspora 

 

SANCAnews.id – Salah satu tokoh Betawi, Ustaz Eka Jaya nyaris terlibat adu jotos dengan sejumlah terduga preman yang melakukan aksi anarkis di acara diskusi Diaspora Forum Tanah Air (FTA).

 

Momen itu terekam kamera amatir dan videonya pun viral di media sosial. Dalam video tersebut, Ustaz Eka Jaya tampak adu mulut dengan beberapa pria yang diduga preman yang memaksa masuk ke hotel tempat acara diskusi Diaspora digelar.

 

"Kata siapa ini bukan kampung gua. Ini kampung gua," bentak Ustaz Eka Jaya pada sejumlah pelaku penyerangan dikutip pada Senin, 30 September 2024. Beruntung, tidak sempat terjadi adu jotos. Sejumlah petugas yang berada di lokasi kejadian berhasil meredam emosi sekelompok tersebut.

 

Namun tak lama kemudian, mereka menerobos barisan petugas hingga terjadilan aksi pengrusakan dan pengeroyokan di lokasi acara tersebut. 

 

Kejadian itu membuat Ustaz Eka Jaya yang dikenal sebagai Sekretaris Jenderal Poros Jakarta dan sejumlah tokoh Betawi bereaksi.

 

"Kita inginkan adalah jangan sampai mempermainkan hukum, kita berharap ini hukum benar-benar ditegakkan. Jangan cuma untuk meredam saja. Ingat ini menjadi sorotan semua loh," katanya dikutip pada Senin, 30 September 2024.

 

Menurutnya, aksi anarkis sekelompok preman di acara diskusi Diaspora FTA dapat berdampak fatal jika tidak ditindak secara tegas oleh aparat penegak hukum.

 

"Artinya jangan sampai ini kalau bahasa Betawi ngerembet ke mana-mana. Kalau udah Betawi ngambek selesai sudah. Kalau Betawi udah pakai bahasa ngadat berabe. Semuanya bakal dicari diswiping dan lain sebagainya, kan kita enggak mau," ujarnya.

 

Atas dasar itu, Ustaz Eka Jaya bersama para tokoh Betawi mengecam keras kejadian yang dialami sejumlah tokoh nasional di acara diskusi Diaspora FTA.

 

"Jangan sampai hal ini terjadi ya, siapapunlah kami menolak segala bentuk kekerasan. Kami menolak segala bentuk premanisme yang ada di Jakarta," tuturnya.

 

"Silahkan cari uang sebanyak-banyaknya di Jakarta, tapi hilangkan premanisme. Karena orang Betawi sudah mengatakan, silahkan tapi jangan ganggu kita kalau ganggu Betawi sama dengan mengganggu macan lagi tidur. Ini macannya belum bangun, kalau macan sudah bangun selesai," tegasnya.

 

Lebih lanjut Ustaz Eka bahkan sempat menantang sosok yang ada dalam video anarkis itu untuk duel satu lawan satu.

 

"Kemarin tuh ya mohon maaf ada bahasanya luar biasa marah-marah, saya lihat di videonya Yakobus marah-marah luar biasa. Saya bilang kalau lu lawan gua sendiri enggak ada urusan, ayo berani enggak. Kita tantangin, lah Betawi ditantangin. Kaga ada urusannya. Kita enggak mau begitu ya," ucap dia.

 

"Tolong kepada aparat polisi menegakkan hukum secara benar jangan hanya untuk ya meredam kemarahan. Kedua, kami meminta kapori dengan jajarannya untuk mengusut tuntas kasus ini," sambungnya. 

 

Kronologi

Diberitakan sebelumnya, jagat dunia maya digegerkan dengan aksi bar bar sejumlah orang tak dikenal (OTK), yang menyerang sebuah acara diskusi Diaspora oleh FTA di salah satu hotel pada Sabtu, 28 September 2024.

 

Gerombolan OTK yang datang mengenakan masker itu tiba-tiba ngamuk, merusak sejumlah alat di ruang diskusi.  "Bubar, bubar," teriak mereka sambil menghancurkan meja, dan layar diskusi. Peristiwa ini membuat sejumlah tamu yang hadir panik berlarian.

 

Tak hanya itu, sekelompok OTK juga sempat menyerang beberapa pengunjung. Tampak dalam video yang beredar, aksi brutal tersebut membuat petugas kewalahan. 

 

Sejumlah polisi yang berada di lokasi kejadian tak bisa berbuat banyak. Kini dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Kasusnya dalam penyelidikan lebih lanjut. (viva)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.