Latest Post

Sejumlah massa merusak banner diskusi kebangsaan tokoh dan aktivis di Jakarta Selatan, Sabtu (28/9) 

 

SANCAnews.id – Ketum Pertahanan Ideologi Syarekat Islam (PERISAI) Chandra Halim mengecam keras tindakan pembubaran acara diskusi Forum Telematika dan Akademik (FTA) yang dilakukan sekelompok preman pada Sabtu (28/09/2024) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan.

 

Diskusi yang semestinya berlangsung damai berubah ricuh setelah sejumlah preman merusak perlengkapan diskusi dan membubarkan acara.

 

"Mimbar akademis tidak boleh dibungkam oleh preman bayaran. Kami mengapresiasi langkah cepat Polda Metro Jaya yang telah menangkap pelaku dan menetapkan tersangka dalam kasus pembubaran dan perusakan diskusi FTA," ujar Chandra dalam pernyataannya pada Minggu (29/09/2024) di Jakarta.

 

Lebih lanjut, Chandra mendesak aparat kepolisian untuk tidak hanya berhenti pada pelaku lapangan, tetapi juga menangkap aktor intelektual yang berada di balik serangan ini.

 

"Harapan kami, Polri dapat segera menangkap dalang di balik penyerangan ini. Mustahil mereka bertindak tanpa ada pihak yang mengarahkan," tegas Chandra.

 

Menurut Chandra, diskusi akademis adalah ruang bagi pemikiran bebas dan tidak seharusnya menjadi ajang kekerasan oleh preman. Ia yakin ada pihak yang berkepentingan di balik serangan terhadap acara yang dihadiri oleh tokoh-tokoh penting tersebut.

 

"Masyarakat akan lebih menghargai Polri jika berhasil menangkap otak di balik penyerangan dan pembubaran ini," tambahnya.

 

Sebelumnya, diskusi FTA yang diadakan di Kemang, Jakarta Selatan, dibubarkan secara paksa oleh orang tak dikenal (OTK). Hingga kini, kepolisian telah menetapkan dua tersangka terkait perusakan tersebut.

 

"Terkait peristiwa di Kemang, kami sudah mengamankan lima orang, dua di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary pada Minggu (29/09/2024).

 

Polisi juga telah mengidentifikasi 10 orang yang diduga menjadi dalang di balik pembubaran diskusi tersebut dan sedang dalam proses penangkapan. "Nama-nama pelakunya sudah kami kantongi dan akan segera kami proses," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmat Idnal. (fajar)


Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Rahmat Idna 

 

SANCAnews.id – Acara diskusi "Silaturahmi Kebangsaan Diaspora Bersama Tokoh dan Aktivis Nasional" yang digelar Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9), ternyata tak memberikan pemberitahuan kepada aparat berwenang.

 

Demikian disampaikan Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Ade Rahmat Idnal saat memaparkan kronologi pembubaran paksa diskusi FTA oleh orang tak dikenal (OTK) di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Minggu (29/9).

 

"Jadi pada hari kejadian, itu ada 3 kegiatan. Pertama adalah kegiatan di dalam hotel yaitu kegiatan kegiatan seminar yang juga saat itu tidak ada pemberitahuannya," jelas Ade.

 

Selain kegiatan seminar FTA, juga ada aksi demonstrasi yang tidak menginginkan kegiatan seminar tersebut, dan massa penunggang yang menyerang dan membubarkan paksa diskusi.

 

Meski tak ada surat pemberitahuan, lanjut Ade, Polsek Mampang Prapatan tetap melakukan pengamanan terhadap kegiatan diskusi itu.

 

"Kemudian, tiba-tiba ada beberapa orang massa yang menyusup lewat pintu belakang, lewat pintu karyawan dan ada beberapa yang sudah berada di dalam hotel," ujar Ade Rahmat.

 

Aparat menegaskan kelompok yang menyerang dan membubarkan diskusi bukan bagian dari massa pendemo. Kelompok ini masih didalami  Polres Jakarta Selatan dan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

 

Diduga, kelompok tersebut sudah berada di dalam hotel sebelum acara, dan kemungkinan mereka menginap di hotel untuk merencanakan aksi tersebut.

 

Kapolres Jaksel menegaskan, pihaknya bertindak humanis untuk mencegah gesekan, tetapi akan tetap menegakkan hukum jika ada pelanggaran.

 

"Sedang didalami oleh Direktorat," pungkasnya.

Sekelompok preman membubarkan paksa acara dialog 

 

SANCAnews.id – Pengamat Kebijakan Publik Gigin Praginanto memberikan penilaiannya terkait penyerangan dan pembubaran diskusi nasional di Kemang, Jakarta Selatan. Gigin mengatakan, mereka yang menyerbu hotel jelas bukan preman.

 

"Yang menyerbu hotel Grand Kemang jelas bukan preman," ujar Gigin dalam keterangannya di aplikasi X @giginrpraginanto, dikutip Sabtu malam (28/9/2024).

 

Menurut Gigin, yang melakukan pembubaran itu merupakan aparat menggunakan masker dan bergerak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).

 

"Mereka aparat bermasker sehingga gerakannya sesuai SOP," cetusnya.

 

Gigin menekankan bahwa tindakan mereka menunjukkan koordinasi dan perintah yang jelas.

 

"Begitu diperintahkan mundur langsung menghilang," tandasnya.

 

Sebelumnya, Ferdinand Hutahean, mengungkapkan dugaan adanya keterlibatan pihak istana dalam pembubaran diskusi kebangsaan yang digelar di Kemang, Jakarta Selatan.

 

Seperti diketahui, diskusi tersebut melibatkan tokoh-tokoh seperti mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, pakar hukum Refly Harin, hingga Said Didu.

 

Dikatakan Ferdinand, apa yang terjadi terkait dengan pembubaran diskusi tersebut, kemungkinan erat kaitannya dengan isu yang sementara deras mencuat belakangan ini.

 

Ferdinand menyebutkan bahwa pembubaran diskusi tersebut erat kaitannya dengan isu-isu besar yang sedang mencuat belakangan ini, termasuk masalah gratifikasi Kaesang terkait jet pribadi, isu Blok Medan di Maluku Utara yang melibatkan Bobby dan Kahiyang.

 

"Pertama, terkait gratifikasi Kaesang, soal jet pribadi. Blok Medan di Maluku Utara yang melibatkan Bobby dan Kahiyang," ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Sabtu (28/9/2024) malam.

 

Tidak lupa, kata Ferdinand, beberapa kontroversi yang sedang menerpa keluarga Jokowi. Termasuk soal Fufufafa yang dikaitkan dengan Gibran Rakabuming.

 

"Juga terkait banyak hal isu-isu yang sedang menerpa keluarga ini dan Gibran soal Fufufafa. Ini akan menjadi pembahasan dalam diskusi tersebut," sebutnya.

 

Dijelaskan Ferdinand, yang merasa terganggu atas diskusi itu tidak lain adalah pihak istana. Olehnya, ia menaruh curiga bahwa pembubaran itu dipesan oleh pihak istana.

 

"Saya menduga ini adalah order dari pihak istana. Tapi siapa dari istana yang memberikan order kepada kelompok tertentu ini," ucapnya.

 

"Kita tidak tahu karena tidak mungkin istana langsung kepada OTK tersebut. Tetapi melalui sebuah rantai komando. Saya melihatnya seperti itu," sambung Ferdinand.

 

Ferdinand menegaskan, satu-satunya yang merasa terganggu dengan adanya diskusi itu adalah pihak istana.

 

Ferdinand juga mengungkapkan bahwa, meskipun aparat kepolisian hadir di lapangan, ia mencurigai bahwa pembubaran ini dibiarkan terjadi dengan sengaja, dengan tujuan untuk menghentikan diskusi yang dapat merugikan pihak istana.

 

"Soal mengapa polisi apakah lalai atau tidak memantau, saya tidak yakin. Karena di lapangan itu aparat Kepolisian kita banyak sekali," jelasnya.

 

Ia menilai bahwa aparat kepolisian, baik Polantas, Binmas, hingga intelijen, seharusnya sudah memantau pergerakan massa yang membubarkan acara tersebut.

 

"Ada Polantas tentu yang memantau pergerakan ini, Binmas, macam-macam termasuk intelejen dari Kepolisian," Ferdinand menuturkan.

 

Ferdinand bilang, terjadinya pembubaran itu kuat dugaan ada unsur kesengajaan yang dibiarkan kepada mereka untuk melakukan aksi tersebut.

 

"Supaya mengentikan diskusi yang pasti merugikan pihak istana," kuncinya. (fajar)


Sekelompok orang membubarkan acara diskusi di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan pada Sabtu (28/9). Acara ini sendiri diskusi 'Silaturahmi Kebangsaan Diaspora bersama Tokoh dan Aktivis Nasional'. Ist 

 

SANCAnews.id – Polisi telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus pembubaran paksa diskusi Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu (28/9). Kedua orang yang ditetapkan sebagai tersangka didakwa melakukan tindak pidana perusakan dan penyerangan.

 

“Dari hasil pendalaman tersebut ada dua yang terindikasi melakukan tindak pidana baik itu pengrusakan maupun penganiayaan terhadap sekuriti daripada hotel Grand Kemang,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra dalam jumpa pers, Jakarta, Minggu (29/9).

 

Penetapan dua orang sebagai tersangka itu, setelah tim gabungan Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Selatan, berhasil mengamankan lima terduga pelaku pembubaran paksa diskusi yang dihadiri sejumlah tokoh nasional itu. Sementara, tiga orang yang juga diamankan sampai saat ini masih berstatus sebagai terperiksa.

 

“Yang tiga masih butuh pendalaman yang nantinya ini akan kami sampaikan hasilnya lebih lanjut,” ujar Wira.

 

Sementara itu, Kapolres Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal mengungkapkan, petugas keamanan atau sekuriti hotel turut menjadi korban penganiayaan, yang mengalami luka pada bagian kening. Sejumlah properti juga mengalami kerusakan akibat pembubaran secara paksa acara diskusi yang diadakan pada Sabtu (28/9) kemarin.

 

“(Luka) ada di kening ya, di bagian keningnya. Ada dua orang,” pungkas Ade.

 

Sebagaimana diketahui, sejumlah orang membubarkan secara paksa diskusi Forum Tanah Air yang digelar di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9).

 

Diskusi tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh seperti Refly Harun, Marwan Batubara, Said Didu, M. Din Syamsuddin, Rizal Fadhilah, Sunarko. Kemudian Tata Kesantra dan Ida N Kusdianti selaku Ketua dan Sekretaris Jenderal Forum Tanah Air. (jawapos)


Tangkapan layar video kericuhan saat diskusi Forum Tanah Air yang dihadiri sejumlah tokoh seperti Din Syamsuddin, Refly Harun, Said Didu, di Hotel Grand Kemang, Sabtu, 28 September 2024. Istimewa 


SANCAnews.id – Indonesia Police Watch (IPW) menanggapi aksi premanisme di acara diaspora Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang pagi ini, Sabtu, 28 September 2024. Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso mengatakan tindakan tersebut harus diproses secara hukum.


“Tanpa harus menunggu laporan dari masyarakat atau penyelenggara karena di lokasi kejadian ada aparat kepolisian,” kata dia dalam k
eterangan tertulis.

 

Menurut Sugeng, anggota kepolisian yang berada di lokasi tersebut bisa langsung membuat laporan polisi. 


“Jangan sampai, kalau peristiwa itu tidak diproses secara hukum, maka publik beranggapan bahwa polisi melakukan pembiaran terhadap tindakan pidana yang dilakukan oleh sekelompok preman yang berujung penilaian buruk pada institusi Polri,” tuturnya.

 

Apabila tindakan premanisme ini tidak ditindak, kata Sugeng, maka akan menjadi preseden penggunaan kekerasan yang akan merusak tatanan Indonesia sebagai negara hukum.

 

Sugeng menjelaskan, kebrutalan preman semacam itu juga pernah terjadi saat Kadin melakukan Munaslub untuk memilih Ketua Umum yang baru di Menara Kadin Jakarta, Senin, 16 September 2024 lalu. Kejadian itu diproses oleh Polda Metro Jaya dengan memanggil Ketua Umum Front Pemuda Muslim Maluku, Umar Kei, pada Kamis, 26 September 2024.

 

Dengan begitu, IPW berharap Polda Metro Jaya bisa melakukan hal yang sama terhadap aksi premanisme yang terjadi pada acara diskusi diaspora hari ini.

 

Dalam video yang beredar, terlihat sekelompok orang bertindak anarkistis memporakparandakan panggung, menyobek backdrop, mematahkan tiang microphone, dan mengancam para peserta yang baru hadir.

 

Acara ini pada awalnya dirancang sebagai dialog antara diaspora Indonesia di luar negeri dan sejumlah tokoh/aktivis nasional terkait isu kebangsaan dan kenegaraan. Beberapa tokoh yang diundang sebagai narasumber di antaranya adalah pakar hukum tata negara Refly Harun, Marwan Batubara, Said Didu, Din Syamsuddin, Rizal Fadhilah, Soenarko, serta Ketua dan Sekjen FTA, Tata Kesantra dan Ida N. Kusdianti.

 

Ketika dihubungi, Din Syamsudin, mengatakan sejak pagi sekelompok massa yang sudah berorasi dari atas sebuah mobil komando di depan hotel. 


“Tidak terlalu jelas pesan yang mereka sampaikan, kecuali mengkritik para narasumber yang diundang dan membela rezim Presiden Jokowi,” kata dia.

 

Ketika acara baru akan dimulai, kata Din, massa yang anarkistis memasuki ruangan hotel dan mengobrak-abrik ruangan. Menurut dia, polisi terlihat diam dan membiarkan massa tetap rusuh. 


“Ada polisi, tapi tidak melakukan upaya pengadangan terhadap pengacau. Mereka semula orasi di depan hotel, tapi bisa bebas masuk ke ruangan yg berada di bagian belakang hotel,” ucap dia. (tempo)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.