Latest Post

Tangkapan layar video kericuhan saat diskusi Forum Tanah Air yang dihadiri sejumlah tokoh seperti Din Syamsuddin, Refly Harun, Said Didu, di Hotel Grand Kemang, Sabtu, 28 September 2024. Istimewa 


SANCAnews.id – Indonesia Police Watch (IPW) menanggapi aksi premanisme di acara diaspora Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang pagi ini, Sabtu, 28 September 2024. Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso mengatakan tindakan tersebut harus diproses secara hukum.


“Tanpa harus menunggu laporan dari masyarakat atau penyelenggara karena di lokasi kejadian ada aparat kepolisian,” kata dia dalam k
eterangan tertulis.

 

Menurut Sugeng, anggota kepolisian yang berada di lokasi tersebut bisa langsung membuat laporan polisi. 


“Jangan sampai, kalau peristiwa itu tidak diproses secara hukum, maka publik beranggapan bahwa polisi melakukan pembiaran terhadap tindakan pidana yang dilakukan oleh sekelompok preman yang berujung penilaian buruk pada institusi Polri,” tuturnya.

 

Apabila tindakan premanisme ini tidak ditindak, kata Sugeng, maka akan menjadi preseden penggunaan kekerasan yang akan merusak tatanan Indonesia sebagai negara hukum.

 

Sugeng menjelaskan, kebrutalan preman semacam itu juga pernah terjadi saat Kadin melakukan Munaslub untuk memilih Ketua Umum yang baru di Menara Kadin Jakarta, Senin, 16 September 2024 lalu. Kejadian itu diproses oleh Polda Metro Jaya dengan memanggil Ketua Umum Front Pemuda Muslim Maluku, Umar Kei, pada Kamis, 26 September 2024.

 

Dengan begitu, IPW berharap Polda Metro Jaya bisa melakukan hal yang sama terhadap aksi premanisme yang terjadi pada acara diskusi diaspora hari ini.

 

Dalam video yang beredar, terlihat sekelompok orang bertindak anarkistis memporakparandakan panggung, menyobek backdrop, mematahkan tiang microphone, dan mengancam para peserta yang baru hadir.

 

Acara ini pada awalnya dirancang sebagai dialog antara diaspora Indonesia di luar negeri dan sejumlah tokoh/aktivis nasional terkait isu kebangsaan dan kenegaraan. Beberapa tokoh yang diundang sebagai narasumber di antaranya adalah pakar hukum tata negara Refly Harun, Marwan Batubara, Said Didu, Din Syamsuddin, Rizal Fadhilah, Soenarko, serta Ketua dan Sekjen FTA, Tata Kesantra dan Ida N. Kusdianti.

 

Ketika dihubungi, Din Syamsudin, mengatakan sejak pagi sekelompok massa yang sudah berorasi dari atas sebuah mobil komando di depan hotel. 


“Tidak terlalu jelas pesan yang mereka sampaikan, kecuali mengkritik para narasumber yang diundang dan membela rezim Presiden Jokowi,” kata dia.

 

Ketika acara baru akan dimulai, kata Din, massa yang anarkistis memasuki ruangan hotel dan mengobrak-abrik ruangan. Menurut dia, polisi terlihat diam dan membiarkan massa tetap rusuh. 


“Ada polisi, tapi tidak melakukan upaya pengadangan terhadap pengacau. Mereka semula orasi di depan hotel, tapi bisa bebas masuk ke ruangan yg berada di bagian belakang hotel,” ucap dia. (tempo)


Tangkapan layar video 

 

SANCAnews.id – Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ferdinand Hutahean mengungkap dugaan keterlibatan Istana dalam pembubaran diskusi kebangsaan yang digelar di Kemang, Jakarta Selatan.

 

Seperti diketahui, diskusi tersebut melibatkan tokoh seperti mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Refly Harin, dan Said Didu.

 

Ferdinand mengatakan, apa yang terjadi terkait pembubaran pembahasan itu kemungkinan erat kaitannya dengan isu-isu yang mengemuka selama ini.

 

Ferdinand mengatakan, pembubaran pembicaraan tersebut erat kaitannya dengan isu besar yang belakangan mencuat, di antaranya isu gratifikasi Kaesang terkait jet pribadi, isu Blok Medan di Maluku Utara yang melibatkan Bobby dan Kahiyang.

 

"Pertama, terkait gratifikasi Kaesang, soal jet pribadi. Blok Medan di Maluku Utara yang melibatkan Bobby dan Kahiyang," kata Ferdinand seperti dilansir fajar.co.id, Sabtu (28/9/2024) malam.

 

Tidak lupa, kata Ferdinand, beberapa kontroversi yang sedang menerpa keluarga Jokowi. Termasuk soal Fufufafa yang dikaitkan dengan Gibran Rakabuming.

 

"Juga terkait banyak hal isu-isu yang sedang menerpa keluarga ini dan Gibran soal Fufufafa. Ini akan menjadi pembahasan dalam diskusi tersebut," sebutnya.

 

Dijelaskan Ferdinand, yang merasa terganggu atas diskusi itu tidak lain adalah pihak istana. Olehnya, ia menaruh curiga bahwa pembubaran itu dipesan oleh pihak istana.

 

"Saya menduga ini adalah order dari pihak istana. Tapi siapa dari istana yang memberikan order kepada kelompok tertentu ini," ucapnya.

 

"Kita tidak tahu karena tidak mungkin istana langsung kepada OTK tersebut. Tetapi melalui sebuah rantai komando. Saya melihatnya seperti itu," sambung Ferdinand.

 

Ferdinand menegaskan, satu-satunya yang merasa terganggu dengan adanya diskusi itu adalah pihak istana.

 

Ferdinand juga mengungkapkan bahwa, meskipun aparat kepolisian hadir di lapangan, ia mencurigai bahwa pembubaran ini dibiarkan terjadi dengan sengaja, dengan tujuan untuk menghentikan diskusi yang dapat merugikan pihak istana.

 

"Soal mengapa polisi apakah lalai atau tidak memantau, saya tidak yakin. Karena di lapangan itu aparat Kepolisian kita banyak sekali," jelasnya.

 

Ia menilai bahwa aparat kepolisian, baik Polantas, Binmas, hingga intelijen, seharusnya sudah memantau pergerakan massa yang membubarkan acara tersebut.

 

"Ada Polantas tentu yang memantau pergerakan ini, Binmas, macam-macam termasuk intelejen dari Kepolisian," Ferdinand menuturkan.

 

Ferdinand bilang, terjadinya pembubaran itu kuat dugaan ada unsur kesengajaan yang dibiarkan kepada mereka untuk melakukan aksi tersebut.

 

"Supaya mengentikan diskusi yang pasti merugikan pihak istana," kuncinya.

 

Diketahui, acara itu juga dihadiri mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin. Din mengecam keras aksi anarkisme tersebut.

 

"Apa yang terjadi tadi adalah kejahatan demokrasi. Kita membiarkan mereka berorasi sebagai manifestasi demokrasi, tapi ketika mereka masuk dan merusak, ini adalah anarkisme," kata Din Syamsuddin dalam jumpa persnya yang dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, Sabtu (28/9/2024).

 

Selain Din Syamsuddin, juga hadir dalam jumpa pers Refly Harun, Said Didu, Sunarko, dan lain sebagainya.

 

Din Syamsuddin menyebutkan, kejadian tersebut tidak hanya memalukan, tetapi mengganggu dan merusak kehidupan dan kebangsaan. Dalam kesempatan itu, dia menyoroti tanggung jawab kepolisian. (*)


Sejumlah massa merusak banner diskusi kebangsaan tokoh dan aktivis di Jakarta Selatan, Sabtu (28/9) 

 

SANCAnews.id – Diskusi yang digelar Forum Tanah Air di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9), terpaksa dibubarkan setelah sejumlah orang tak dikenal melakukan penyerangan.

 

Pembubaran paksa tersebut bersifat anarkis, para pelaku merusak panggung, merusak backdrop, merusak stand mikrofon, serta mengancam peserta yang baru tiba di lokasi.

 

Acara yang sedianya dirancang sebagai forum dialog antara diaspora Indonesia di luar negeri dengan sejumlah tokoh dan aktivis yang membahas isu-isu kebangsaan ini menghadirkan narasumber seperti Din Syamsuddin, Refly Harun, Marwan Batubara, Said Didu, Rizal Fadhilah, dan Sunarko, serta Ketua dan Sekretaris Jenderal Tanah Air Forum, Tata Kesantra dan Ida N. Kusdianti.

 

Kekacauan bermula saat sekelompok orang yang diduga berasal dari Indonesia Timur berorasi dari dalam mobil komando di depan hotel, pada pagi hari.

 

Dalam orasinya, mereka mengecam para pembicara yang diundang dan membela kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Namun, situasi makin tak terkendali saat massa memasuki gedung acara dan merusak tempat pertemuan.

Meskipun ada petugas polisi di lokasi, para perusuh tampak bebas beraksi tanpa ada upaya tegas dari pihak berwenang untuk membubarkan mereka.

 

Din Syamsuddin, salah satu pembicara, mengutuk keras tindakan brutal tersebut dan menyebutnya sebagai cerminan pelanggaran demokrasi yang sedang berlangsung.

 

“Peristiwa brutal tersebut merupakan refleksi dari kejahatan demokrasi yang dilakukan rezim penguasa terakhir ini,” tegas mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini.

 

Sementara itu, Ketua Forum Tanah Air (FTA), Tata Kesantra, yang datang langsung dari New York untuk menghadiri acara tersebut, menyatakan kekecewaannya atas kejadian ini.

 

“Kejadian itu sangat memalukan, apalagi disaksikan lewat streaming youtube oleh para diaspora Indonesia di 22 negara,” tegasnya. (rmol)


Briptu Kiki Supriyadi, anggota Polsek Ilu, Polres Puncak Jaya gugur diserang OTK. (Foto: Polda Papua) 

 

SANCAnews.id – Empat anggota polisi diserang orang tak dikenal (OTK) saat mengendarai dua sepeda motor melintasi Sungai Pagargom, Distrik Kalome, Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah, Kamis (26/9/2024) pukul 16.10 WIT. Mereka dihujani tembakan dari belakang hingga mengakibatkan satu anggota polisi tewas.

 

Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ignatius Benny Ady Prabowo mengatakan kronologi penyerangan bermula saat empat personel Polres Ilu dalam perjalanan pulang dari Kota Mulia. Sesampainya di lokasi kejadian, yakni kawasan Kali Pagargom, tiba-tiba keempat anggota Polri tersebut ditembak dari belakang.

 

"Personel berboncengan menggunakan dua motor melintasi Kali Pagargom, tiba-tiba terdengar tiga bunyi tembakan dari arah belakang," ujarnya, Jumat (27/9/2025).

 

Penembakan ini menyebabkan Briptu Kiki Supriyadi yang dibonceng di belakang tertembak lalu terjatuh. Tiga rekannya berupaya menolong namun dikejar pelaku OTK menggunakan motor.

 

“Setelah menerima informasi adanya penembakan, Polsek Ilu kembali ke TKP guna mengevakuasi jenazah Briptu Kiki Supriyadi,” katanya.

Dalam serangan OTK tersebut, personel Polsek Ilu Briptu Kiki Supriyadi gugur saat bertugas. Polisi kini masih memburu OTK pelaku penyerangan.

 

Kapolres Puncak Jaya AKBP Kuswara menegaskan akan menindak tegas para pelaku. Anggota sudah dikerahkan untuk menyisir dan melakukan penyelidikan terkait kasus penembakan tersebut.

 

"Kami akan mengejar pelaku atau kelompok yang bertanggung jawab atas aksi ini. Mereka akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Kami juga sedang meningkatkan pengamanan di seluruh titik di Kabupaten Puncak Jaya guna menghindari adanya hal-hal tidak diinginkan," ujar Kapolres. (inews)


Roy Suryo Pakar Telematika/Net 

 

SANCAnews.id – Dilaporkan Pasukan Bawah Tanah Jokowi ke Bareskrim gara-gara isu Fufufafa, Roy Suryo malah meminta mereka belajar soal lambang negara.

 

“Mestinya dia belajar dulu. Sejak kapan burung Garuda Pancasila sebagai lambang negara yang asli diganti jadi calon wakil presiden yang belum dilantik sebagai lambang negara?” kata Roy Suryo seperti dilansir Tempo, Jumat, 27 September 2024.

 

Sekretaris Jenderal Pasukan Bawah Tanah (Pasbata), Sri Kuntoro Budiyanto, melaporkan Roy Suryo ke Bareskrim, Jumat, 27 September 2024. Roy dilaporkan atas dugaan menyebarkan berita bohong bahwa akun Fufufafa 99 persen milik anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.

 

Roy Suryo mengaku tak ambil pusing soal laporan yang dibuat oleh Sekjen Pasbata itu. Ia justru menyebut laporan yang dibuat oleh Sri Kuntoro sebagai laporan yang lucu.

 

“Saya juga baru dengar ada Pasukan Bawah Tanah, yang tadi muncul ke atas tanah dan bikin laporan lucu,” kata Roy.

 

Lebih lanjut, Roy mempersilakan masyarakat dapat menilai laporan yang dibuat Sekjen Pasbata. Ia juga mengaku belum dapat memberikan sikap apapun usai dilaporkan. Pihak kepolisian, kata dia, juga belum memberi informasi terkait laporan tersebut.

 

“Sampai sekarang belum, karena saya juga cukup sementara ini menunggu saja dulu apakah laporan tersebut sudah diterima atau belum? Nomor LP berapa, pasal apa yang dipermasalahkan dan sebagainya. Biarkan masyarakat dan netizen bisa menilainya juga. Saya belum perlu bersikap apa-apa,” ujarnya.

 

Sri Kuntoro Budiyanto mengatakan bahwa pernyataan Roy Suryo yang datang ke sejumlah podcast dan berbicara tentang akun Fufufafa adalah milik Gibran telah mengundang kegaduhan di masyarakat. Budi juga mengatakan apa yang disampaikan Roy tersebut tidak berdasar.

 

“Dilaporkan dengan penyampaian berita-berita bohong. dia hanya menduga-nduga” ucap Budi pada media pada Jumat, 27 September 2024.

 

Budi mengatakan, mereka melaporkan Roy Suryo atas nama Pasbata sebagai pencinta Jokowi. Pasbata, kata Budi, merasa resah karena lambang negara dihina, dalam hal ini merujuk pada Gibran.

 

“Karena Mas Gibran ini lambang negara. Mau dilantik. Jadi, kita sebagai Pasukan Bawah Tanah Jokowi, harus siap melindungi” ucap Budi. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.