Latest Post

Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 

 

SANCAnews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga mengalihkan kasus dugaan gratifikasi dari putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep terkait penggunaan jet pribadi saat bepergian ke Amerika Serikat.


Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah mengatakan, perbedaan pernyataan antara pimpinan dan jubir KPK mengindikasikan adanya upaya pengabaian terhadap penanganan kasus anak presiden.

 

"Ada unsur sengaja untuk mengaburkan persoalan ini (kasus dugaan gratifikasi Kaesang)," ujar Trubus saat dihubungi RMOL, Senin (9/9).

 

Dalam kaca mata kebijakan publik, seharusnya KPK sebagai lembaga "superbody" yang khusus menangani kasus dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme dapat memberikan penjelasan yang baik kepada publik.

 

"Karena ada dua pendapat yang akhirnya membingungkan publik. Seharusnya sebagai lembaga negara pernyataannya satu," tegas Trubus.

 

Oleh karena itu, selain menduga ada upaya menutup kasus dugaan gratifikasi Kaesang, dosen Universitas Trisakti itu menganggap kerja KPK tak lagi mandiri.

 

"Artinya KPK tidak independen dan tidak profesional," pungkas Trubus. (*)

Putra Sulung Presiden Pertama RI Soekarno, Guntur Soekarnoputra 

 

SANCAnews.id – Putra sulung Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno, Guntur Soekarnoputra, mewakili keluarga Soekarno mengatakan, dirinya tidak akan mempermasalahkan atau menggugat keluarnya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno.

 

”Kami sekeluarga telah bersepakat tidak akan mempersoalkan, apalagi menuntut ketidakadilan di muka hukum terhadap apa yang pernah dialami Bung Karno tersebut pada saat ini,” kata Guntur seperti dilansir dari Antara di Jakarta, Senin (9/9).

 

Hal itu disampaikan dalam acara Silaturahmi Kebangsaan sekaligus penyerahan surat pimpinan MPR kepada keluarga Soekarno dan Menteri Hukum dan HAM tentang tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967. Guntur mengatakan, pihaknya menginginkan rehabilitasi nama baik Soekarno atas tuduhan pengkhianatan terhadap bangsa dengan mendukung Gerakan 30 September (G30S) PKI tahun 1965.

 

”Keinginan tersebut bukan hanya bagi nama baik Bung Karno di mana anak-anak, cucu-cucu dan cicit-cicitnya, tetapi lebih penting dari itu semua adalah bagi kepentingan pembangunan mental dan karakter bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa ini,” tutur Guntur.

 

Dia menuturkan, pihaknya harus menunggu selama 57 tahun demi terbitnya keadilan atas pendongkelan Soekarno sebagai presiden dan tuduhan terkait dengan G30SPKI dalam TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 itu. Sampai akhirnya surat pimpinan MPR tentang tidak berlakunya TAP MPRS tersebut keluar pada 2024.

 

”Faktanya kami telah menunggu dan menunggu selama lebih dari 57 tahun enam bulan alias 57 tahun setengah akan datangnya sikap perikemanusiaan dan keadilan sesuai dengan Pancasila yang mana termaktub sila kemanusiaan yang adil dan beradab dari lembaga MPR kepada Bung Karno,” tutur Guntur.

 

Bahkan, dia mengatakan, pendongkelan Soekarno dari kursi presiden tersebut merupakan perkara biasa. Sebab, tampuk kekuasaan memang memiliki batas dalam demokrasi.

 

”Bagi kami keluarga besar Bung Karno dan bagi rakyat Indonesia yang mencintai Bung Karno, perihal Bung Karno harus berhenti dari jabatan Presiden Republik Indonesia adalah perkara biasa karena memang kekuasaan seorang presiden Indonesia harus ada batasnya, tidak peduli siapapun dia Presiden Indonesia itu, memang harus ada batasnya,” papar Guntur.

 

Dia menyebut yang justru tidak dapat diterima pihaknya ialah alasan pemberhentian Presiden Soekarno karena dituduh mengkhianati bangsa dan negara dengan memberikan dukungan terhadap pemberontakan G30SPKI pada 1965. ”Tuduhan keji yang tidak pernah dibuktikan melalui proses peradilan apapun juga seperti itu telah memberikan luka yang sangat mendalam bagi keluarga besar kami, maupun rakyat Indonesia yang patriotik dan nasionalis yang mencintai Bung Karno sampai ke akhir zaman,” ucap Guntur.

 

Menurut dia, tuduhan tersebut tidak masuk nalar dan logika akal sehat. Bagaimana mungkin seorang proklamator kemerdekaan Indonesia mau melakukan pengkhianatan terhadap negara yang diproklamasikan sendiri kemerdekaannya.

 

Meski demikian, Guntur mengatakan, pihaknya telah memaafkan pendongkelan Soekarno dan tuduhan yang dialamatkan kepadanya selama ini. Dia berharap apa yang dialami Soekarno tidak terjadi lagi di kemudian hari sebab semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di mata hukum.

 

”Atas dasar pertimbangan tersebut dan demi persatuan serta kesatuan bangsa dan demi masa depan generasi muda yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa, kami sekeluarga telah bersepakat untuk memaafkan semua yang terjadi di masa lalu, menyangkut perlakuan terhadap diri Bung Karno dan keluarganya,” ujar Guntur.

 

Dia pun menilai penyerahan surat tentang tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 oleh pimpinan MPR RI kepada keluarga Soekarno dan Menkumham, terbitnya Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2012, serta pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di Istana Negara tanggal 7 November 2022 menggugurkan tuduhan yang dialamatkan ke Soekarno selama ini.

 

”Tuduhan terhadap Bung Karno telah melakukan pengkhianatan kepada bangsa dan negara telah tidak terbukti dan gugur demi hukum, sekali lagi tidak terbukti dan gugur demi hukum. Hal tersebut kami pandang sebagai ikhtiar kita untuk menghapus stigma buruk kepada seorang proklamator dan bapak bangsa kita sendiri, serta untuk membangun rekonsiliasi nasional demi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia,” ucap Guntur. (jawapos)

 

Pengamat politik Rocky Gerung saat menjadi pembicara bedah buku "Merahnya Ajaran Bung Karno" dalam rangka Refleksi Kemerdekaan Ke-79 RI yang digelar Persatuan Alumni GMNI Lebak di Gedung Museum Multatuli, Rangkasbitung, Lebak, Jumat (16/8/2024) 

 

SANCAnews.id – Ketua Umum DPP Forum Komunikasi Santri Indonesia (FOKSI), Muhammad Natsir Sahib, akan melayangkan surat teguran kepada akademisi Rocky Gerung.

 

Langkah ini merupakan langkah kedua setelah laporan polisi yang dilayangkan ke Polda Metro Jaya belum juga dibuat, karena laporan resmi belum terbit.

 

"Saya sebagai masyarakat Indonesia akan memberikan teguran berupa somasi kepada Rocky Gerung atas berita sesat yang dilakukan," kata Natsir saat ditemui di Polda Metro Jaya, Sabtu, 7 September 2024.

 

Dia berharap Rocky memberi klarifikasi lengkap soal dugaan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka terima uang setiap Sabtu saat masih menjadi Wali Kota Solo. Jika tidak dijelaskan, maka Natsir akan melayangkan somasi secepatnya.

 

Polemik ini terjadi saat Rocky hadir sebagai narasumber dalam acara program Rakyat Bersuara oleh iNews yang dipandu oleh Aiman Witjaksono pada Rabu, 3 September 2024. Dalam salah satu sesi, Rocky Gerung menyampaikan pendapatnya sekaligus mengkritik perilaku Gibran Rakabuming Raka.

 

Salah satu cuplikan video acara yang tersebar di media sosial lalu dipersoalkan. Dalam video itu Rocky Gerung menceritakan pertemuannya dengan Gibran: "Anda (Gibran) belum saya kritik karena belum jadi wakil presiden, pada waktu itu dia adalah wali kota, saya kritik you (Gibran)."

 

"Dia ngaku bahwa setiap Sabtu berbagai macam menteri datang ke dia, kasih duit soal Solo.. You koruptor tuh. Saya kasih kritik," kata Rocky.

 

Muhammad Natsir ingin Rocky meralat pernyataan dia dalam acara stasiun televisi tersebut. "Saya mendorong Rocky Gerung untuk menyampaikan bahwa pernyataan itu tidak benar," ujar relawan dan pendukung Gibran tersebut.

 

Natsir merasa Rocky menyebarkan berita bohong dan dapat dipidana dengan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dia ingin Gibran melaporkan secara langsung agar dapat menjerat Rocky Gerung dengan Pasal 310 atau Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana soal pencemaran nama baik, yang merupakan delik aduan.

 

Dalam agenda melapor ke polisi, Natsir menyebut Polda Metro Jaya menerima masalahnya hanya sebagai bentuk aduan masyarakat (dumas). Sehingga belum ada dugaan pasti atas tindak pidana yang terjadi. "Masih dalam tahap pengkajian dari pihak polda," tutur Natsir. (tempo)


Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersama Joko Widodo/Net


 

SANCAnews.id – Buruknya hubungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bakal berdampak pada gugatan yang dilayangkan kader PDIP ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

 

Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Dedi Kurnia Syah mengatakan, Jokowi pasti akan berpihak pada penggugat Megawati Soekarnoputri.

 

“Dengan iklim relasi Megawati dan Jokowi saat ini kian memburuk, bukan tidak mungkin pemerintahan Jokowi akan berpihak pada penggugat,” kata Dedi kepada RMOL di Jakarta, Minggu (8/9).

 

Dedi mengatakan bahwa munculnya gugatan tersebut, akan berpengaruh pada peta politik PDIP dalam kontestasi Pilkada 2024. Selanjutnya KPU juga bisa mendiskualifikasi para cakada dari PDIP.

 

“Tentu saja berpengaruh pada Pilkada yang diikuti oleh PDIP, dan seluruh kandidat dari PDIP harus dinyatakan diskualifikasi karena tidak ada legitimasi pengusungnya,” tutupnya. (*)


Tangkapan layar potongan video viral Kaesang-Erna turun dari jet bawa barang dan langsung masuk ke dalam mobil 

 

SANCAnews.id – Isu dugaan penerimaan gratifikasi fasilitas jet pribadi untuk Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep saat ini tengah menjadi sorotan publik.

 

Hal itu mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan pernyataan ingin memanggil Kaesang Pangarep guna mengklarifikasi tudingan tersebut.

 

Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi dengan tegas membatalkan rencana pemeriksaan Kaesang, dengan alasan fokus pemeriksaan hanya pada laporan yang diterima Badan Pengaduan Masyarakat (Dumas) Komisi Pemberantasan Korupsi.

 

Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mengatakan KPK kini menjadi banci akibat revisi UU KPK. Menurutnya, KPK memang bisa memeriksa Kaesang Pangarep, karena keluarganya, terutama ayahnya adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

 

"KPK sudah menjadi banci, sebaiknya komisionernya mundur saja, walaupun K (Kaesang Pangarep) bukan pejabat negara bapaknya itu (Presiden Jokowi) biangnya pejabat negara, jadi potensi gratifikasi lewat keluarga itu sangat besar," kata Fickar kepada JawaPos.com, Minggu (8/9).

 

Menurutnya, KPK tak lagi mempunyai kekuatan setelah menjadi bagian dari eksekutif.

 

"Ya inilah KPK yang sudah menjadi keluarga eksekutif, karena itu sikapnya terlalu banyak pertimbangan selain pertimbangan juridis," ucap Fickar.

 

Meski Kaesang bukan pejabat negara, kata Fickar, tetapi sang Ayah merupakan kepala negara. Ia menegaskan, KPK seharusnya bisa mendalami untuk menjawab keraguan publik terkait dugaan penerimaan gratifikasi privat jet terhadap Kaesang.

 

"Jadi meski K bukan pejabat negara, tapi dia anak pejabat negara, karena itu harus jelas dalam rangka apa K bisa nenggunakan jet.

 

Pribadi Paus Fransiskus saja yang pejabat negara (kepala negara Vatikan) dan pimpinan keagamaan, hanya menggunakan pesawat komersial. Kita jadi malu punya keluarga kepala negara seperti itu. Secara juridis yang bertanggung jawab bapaknya," tegasnya.

 

Juru bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto sebelumnya menyatakan, membatalkan rencana untuk meyurati Kaesang Pangarep. KPK menegaskan, akan fokus pada pelaporan dugaan korupsi yang dilayangkan masyarakat terhadap Kaesang, yang saat ini masih dalam tahap penelaahan.

 

Hal ini setelah KPK menerima laporan dari Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidilah Badrun.

 

"Sebagaimana kita ketahui sudah ada laporan masuk bahwa saat ini fokus penanganan isu terkait gratifikasi saudara K difokuskan di proses penelaahan yang ada di Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM)," ucap Tessa Mahardika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (4/11).

 

Tessa menyatakan, pihaknya akan melakukan verifikasi terhadap pelaporan tersebut. Menurutnya, klarifikasi pertama akan dimintai tanggapan dari pihak pelapor.

 

"Jadi saat ini KPK sedang berfokus di proses telaah tersebut, jadi akan ada beberapa tindakan untuk melakukan klarifikasi. Tahapan pertama kepada pelapor untuk meminta keterangan lebih lanjut," ungkap Tessa.

 

Klarifikasi itu dibutuhkan untuk meminta dokumen pendukung. Sehingga, apakah pelaporan itu layak ditindaklanjuti ke proses penyelidikan.

 

"Mencari dokumen-dokumen pendukung yang dibutuhkan untuk dinilai apakah ditindaklanjuti ke tahapan berikutnya," ucap Tessa.

 

Awalnya, KPK memang menugaskan Direktorat Gratifikasi untuk meminta penjelasan dari Kaesang terkait dugaan penerimaan gratifikasi privat jet bersama sang istri dalam perjalanan ke Amerika Serikat (AS). Namun, KPK kini memfokuskan dugaan itu ke Direktorat PLPM.

 

"Isunya masih sama bahwa laporan itu terkait gratifikasi, kenapa difokuskan ke sana? Karena jangkauannya lebih jauh lagi, dilakukan pleh PLPM terkait kewenangannya," ujar Tessa.

 

Tessa pun menekankan, pihaknya tidak menerima tekanan dalam memproses dugaan penerimaan gratifikasi yang ditudingkan kepada Kaesang, putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia pun berharap, Kaesang bisa secara sukarela memberikan klarifikasi terkait dugaan penerimaan privat jet itu ke KPK.

 

"Sama sekali tidak ada tekanan bahwa KPK berharap saudara K ini melakukan klarifikasi sendiri itu dari awal sudah disampaikan oleh pimpinan atau Pak AM (Alexander Marwata) dalam hal ini, sebenarnya ini juga agar isu ini tidak melebar ke mana-mana," pungkas Tessa. (jawapos)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.