Latest Post

Mahasiswa dari beberapa universitas dan juga aliansi BEM Seluruh Indonesia (SI) kembali melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2024 


SANCAnews.id – Sejumlah mahasiswa dari perguruan tinggi dan masyarakat sipil kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin sore, 26 Agustus 2024.

 

Seperti dilansir Tempo, para demonstran masih memenuhi area di depan gedung DPR hingga pukul 17.45 WIB. Mereka terlihat membawa atribut aksi, seperti bendera dan spanduk. Salah satu spanduk besar terlihat bertuliskan “Lawan Rezim Anti Demokrasi”. Ada pula banner berbunyi “Turunkan Jokowi” dan “Rebut Demokrasi”.

 

Beberapa orang juga terlihat melakukan aksi vandalisme dengan mencoret-coret pagar dan beton di depan gedung DPR. Selain itu, mereka juga terlihat melakukan aksi pembakaran. Api dan asap terlihat mengepul tinggi di depan pagar Gedung DPR.

 

Berdasarkan keterangan salah satu mahasiswa, mereka sudah melakukan aksi sekitar pukul 14.00 WIB. Sejumlah kampus yang ikut aksi ini, antara lain, Universitas Triksaksi, Institut Teknologi Bandung, Universitas Atmajaya, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Universitas Katolik Indonesia, dan beberapa universitas lainnya.

 

Para perwakilan mahasiswa ini bergantian menyampaikan orasinya. Salah seorang orator mengatakan aksi ini dilakukan untuk mengawal revisi Undang-Undang Pilkada. “Walaupun putusan MK sudah diikuti untuk Pilkada, tapi perjuangan ini belum tuntas. Hari ini kita belum menang,” kata salah satu mahasiswa. Mereka juga menyoroti beberapa peraturan yang hingga kini belum terselesaikan.

 

Salah satu masyarakat sipil, mengatakan bahwa aksi merupakan sebuah tanda untuk menjaga demokrasi di Tanah Air. “Kita punya misi yang sama,” kata dia. Dalam demo ini para mahasiswa dan masyarakat juga menolak politik dinasti milik Presiden Jokowi. “Mari kita lawan politik dinasti,” teriak salah satu orator.

 

Aksi ini berawal sejak Mahkamah Konstitusi yang pada 20 Agustus 2024 telah memutuskan ambang batas Pilkada akan ditentukan perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah.


Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu; 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait. Putusan itu termuat dalam putusan MK 60/PUU-XXII/2024.

 

Dalam putusan lain yakni 70/PUU-XXII/2024, MK juga telah menetapkan batas usia calon kepala daerah minimal 30 tahun saat penetapan calon oleh KPU.

 

Namun, sehari pasca putusan tersebut, yakni pada Rabu, 21 Agustus 2024, Baleg DPR menggelar rapat untuk membahas RUU Pilkada. Dalam rapat itu, Baleg menyatakan tetap menggunakan ambang batas 20 persen kursi di parlemen bagi partai politik yang hendak mengusung calonnya di pemilihan kepala daerah.

 

Terbaru, DPR, KPU, dan pemerintah sudah menyepakati PKPU yang akan berlaku untuk Pilkada 2024. Dalam peraturan itu sudah diakomodir putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas dan putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024 tentang batas usia calon. (tempo)


Ilustrasi demonstrasi kawal putusan MK di depan gedung DPR RI, Kamis (22/8) 

 

SANCAnews.id – Sejumlah aparat diduga menggeruduk dan intimidasi terhadap mahasiswa di Universitas Pakuan, Bogor. Peristiwa itu terjadi usai aksi unjuk rasa mahasiswa dari seluruh Indonesia di depan Gedung DPR, Kamis (22/8).

 

Menurut keterangan resmi BEM Universitas Pakuan, saat mahasiswa kembali dari aksi sekitar pukul 23.00 WIB, situasi kampus sudah mencekam. Sudah ada tujuh petugas yang langsung marah-marah saat melihat kedatangan mahasiswa menggunakan bus.

 

Mereka meminta para mahasiswa untuk berlutut, berbaris, berpose bertobat dengan kepala di tanah, dan melakukan push-up. Para petugas menyerbu Universitas Pakuan dengan dalih bahwa ada mahasiswa dari universitas tersebut yang menjelek-jelekkan suatu institusi. Mereka juga menuduh para mahasiswa menyembunyikan para pelaku yang menjelek-jelekkan institusi tersebut.

 

”Namun saat ditanyai dari mana, mereka tidak menjawab. Mereka tidak membawa surat perintah, mereka tidak memakai identitas tertentu,” tulis keterangan resmi itu, dikutip Senin (26/8).

 

Para oknum ini salah satunya bahkan menggunakan jaket ojek online dan yang lain seperti masyarakat sipil. Tak hanya melakukan pemeriksaan, para oknum itu mulai melakukan kekerasan fisik. Salah satunya kepada mahasiswi berinisial Y karena ketahuan merekam aksi para oknum tersebut.

 

”Karena aku masih videoin, salah seorang oknum itu mukul, awalnya kaya menggertak aku HP nya mau dipecahin kalau masih video tapi malah mukul ke handphone kena muka,” sebut keterangan itu.

 

Baru pada pukul 01.00 WIB, para oknum itu meninggalkan area kampus Universitas Pakuan. Atas hal itu, Presiden Mahasiswa Universitas Pakuan menyatakan sikap sebagai berikut: 

- Mendesak pihak terkait untuk bertanggung jawab atas semua kekacauan yang terjadi.

- Akan mengawal penuh dan melindungi pihak-pihak yang diintervensi dan diintimidasi.

- Mengawal penuh pihak-pihak yang mendapatkan kekerasan fisik seperti pemukulan, tendangan, dan kekerasan lain seperti ancaman dan teror.

- Akan terus menginvestigasi sampai ada tanggung jawab pihak terkait atas penggerudukan pada 22 Agustus malam.

- Menuntut struktural universitas untuk juga mengusut dan bersikap terhadap penggerudukan kampus.

- Akan melawan segara teror, intimidasi, dan refresifitas aparat.


Sementara itu, JawaPos.com telah berupaya menghubungi Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Nugraha Gumilar untuk mengonfirmasi hal tersebut. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan dari yang bersangkutan. (***)


Pagar  DPR RI jebol

 

SANCAnews.id – Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad, angkat bicara soal pidato Prabowo Subianto di Kongres PAN. Ia menilai pidato itu mengerikan.

 

“Saya termasuk yang rada ngeri mendengar pidato Prabowo Subianto di penutupan Kongres Partai Amanat Nasional (PAN) semalam,” ungkapnya dikutip fajar.co.id dari unggahannya di X, Minggu (25/8/2024).

 

Itu, kata dia berkenan dengan gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil. Jangankan mengapresiasi, Saidiman bilang Prabowo malah mengungkit peristiwa 1998.

 

“Alih-alih mengapresiasi gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil yang sedang berlangsung di berbagai kota di Indonesia, Prabowo malah bercerita tentang gerakan 1998,” ujarnya.

 

Di pidato tersebut, Prabowo disebutnya mengatakan gerakan 98 ditunggangu asing. Menyirarkan peristiwa itu berdampak negatif.

 

“Dia menyebut gerakan 98 itu ditunggangi asing. Dia menyatakan bahwa saat itu Indonesia sudah mau tinggal landas, namun asing masuk intervensi dan memecah belah. Dia menyesalkan peristiwa 98. Tak ada nada positif pada peristiwa 98 yang berhasil menjatuhkan rezim diktator Soeharto tersebut. Yang tersirat justru penyesalan mengapa itu terjadi,” jelasnya.

 

Kini, hal demikian disebutnya akan terjadi lagi. Karenanya presiden terpilih itu mewanti-wanti masyarakat diadu domba.

 

“Kira-kira dia menganggap sekarang ini mirip 98. Sudah mau tinggal landas, namun mulai diganggu. Dia mewanti-wanti agar rakyat jangan mau diadu domba. Nadanya cenderung melihat demonstrasi besar sekarang karena mau ngerecokin aja niat baik elit yang sekarang mau bersatu,” terangnya.

 

Menteri Pertahanan itu dianggap ingin semua elit bersatu. Namun sejumlah di antaranya enggan melakukan hal itu. Di antaranya PDI Perhuangan.

 

“Dia ingin semua elit bersama dan bersatu. Dia menggunakan analogi warga yang bersatu mau membangun jembatan. Tapi ada sebagian warga yang tidak mau ikut kontribusi,” ujarnya.

 

“Secara tidak langsung, dia mengejek posisi PDI Perjuangan yang tidak mau bergabung dengan koalisi besar pendukungnya. PDI Perjuangan dianggap tidak mau berkontribusi membangun jembatan bersama,” sambungnya.

 

Terlebi h lagi, di pidato tersebut, Prabowo berkali-kali menyatakan bahwa dirinya mendapatkan mandat rakyat. Rakyat banyak ada di belakangnya.

 

“Dalam ruang hampa, pernyataan itu tidak bermasalah. Namun ketika dikatakan di tengah aksi protes warga, dia seolah-olah sedang mengirim pesan bahwa suara dia adalah suara rakyat,” imbuhnya.

 

Sementara di luar itu, dianggap penyimpangan belaka. Yang sedang protes di jalan dan media sosial, diartikan suara minor dari warga yang tidak mau berkontribusi membangun jembatan tapi berisik.

 

“Di awal pidato, dia juga menyinggung sejumlah podcast yang membahas dirinya. Dia menyatakan orang-orang yang membicarakan dirinya itu hanya omon-omon. Sementara dirinya bekerja nyata membantu masyarakat. Dia menanggapi kritik secara negatif. Tak ada apresiasi,” ucapnya.

 

Di pidato itu, Prabowo juga membahas mimpi besar mengelola kekayaan sumber daya Indonesia secara maksimal untuk kemakmuran rakyat. Itu, dinilai Saidiman tidak ada yang keliru. Namun ketika tidak memberi apresiasi bahkan malah nyinyir pada kritik, itulah yang dianggapnya bermasalah.

 

“Ketika kritik dianggap ngerecokin niat atau usaha baik itulah yang bermasalah. Seorang pemimpin menjadi diktator kadang bukan karena tidak punya niat baik, tapi karena jumawa seolah kebaikan hanya ada di pihak mereka,” pungkasnya.

 

Saidiman mengutip St. Bernard of Clairvaux, yang mengatakan "Hell is full of good intensions and wills". Kemudian dibahasakan ulang frase itu dengan "The road to hell is paved with good intentions." 

 

“Acapkali jalan menuju neraka dibuat dengan intensi yang baik. Di mana-mana, diktator selalu punya klaim sedang berbuat baik. Semoga Indonesia terbebas dari pemimpin seperti itu,” pungkasnya. (*)


Awak media mendapatkan pembatasan saat ingin mengambil gambar Presiden Joko Widodo di Kongres III Partai NasDem, Ahad malam, 25 Agustus 2024 

 

SANCAnews.id – Awak media menemui kendala saat hendak mengambil gambar Presiden Jokowi di Kongres III Partai NasDem, Ahad malam, 25 Agustus 2024. Momen itu terjadi saat Jokowi hendak meninggalkan Ruang Sidang Paripurna Jakarta Convention Center.

 

Para wartawan yang sudah siap sekitar 30 menit sebelum Jokowi keluar, tidak kebagian tempat untuk mengambil rekaman mentah dengan peralatan liputan yang ada. Awak media justru berhasil mendapat sedikit tempat, sekitar 10 meter dari salah satu pintu Plenary Hall.

 

Namun, salah seorang staf Protokol dan Pers Istana mengingatkan agar tidak ada sesi cegat atau doorstop. Kemudian, Garda Muda Nasdem itu langsung menutupi media yang sudah bergegas sambil berlutut.

 

Ketua Panitia Pengarah Kongres III Partai NasDem Willy Aditya sempat memerintahkan Garda Pemuda NasDem untuk membuka ruang kepada media. Dia menyampaikan ini usai mendapat keluhan dari salah satu jurnalis Metro TV. Namun pasukan pengawal hanya bergeming.

 

"Kalau nggak ada mereka (media), ini nggak akan besar. Kasih buat doorstop Bang Surya dan Pak Presiden," kata Willy di lokasi pada Ahad di JCC.

 

Deputi Protokol dan Media Sekretariat Presiden Yusuf Permana mengatakan akan mengecek dugaan pembatasan ini. Yusuf mengatakan seharusnya tidak ada yang membatasi kerja media. "Mestinya tidak ada (pembatasan), saya akan cek ke panitia," katanya dihubungi Tempo pada Ahad, 22 Agustus 2024.

 

Ketika hendak keluar kongres Nasdem, Presiden Jokowi tidak memberikan sepatah kata pun. Keluar bersama Surya Paloh, Jokowi hanya melemparkan senyum saat dipanggil media.

 

Narasumber lain seperti mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan bersedia memberikan sesi wawancara kepada awak media yang meliput Kongres III Partai Nasdem. Sementara Surya Paloh tidak berkenan memberi keterangan, walau sempat kembali ke Plenary Hall usai mengantar Jokowi ke salah satu depan pintu JCC untuk pulang.

 

Sebelumya viral berita wartawan dikunci di kantin saat hendak meliput Jokowi di Munas Partai Golkar pada Rabu, 21 Agustus 2024. Namun saat itu Jokowi masih memberikan kesempatan wartawan Istana Kepresidenan menanyakan dua pernyataan soal kehadirannya di acara partai pohon beringin. (tempo)


Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI) selenggarakan launching dan Munas ke-I di Hotel Jayakarta, Jogjakarta, Minggu (25/8). (Istimewa) 

 

SANCAnews.id – Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA RI) menggelar acara perdana berupa launching dan Musyawarah Nasional (Munas) I di Hotel Jayakarta, Yogyakarta, Minggu (25/8).

 

Acara yang dihadiri oleh para advokat se-Indonesia ini juga dihadiri oleh sejumlah pejabat pengadilan, sejumlah Ketua Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta, Kementerian Hukum dan HAM, kepolisian, dosen hukum, guru besar hukum, serta tokoh masyarakat.

 

”Kami merasa bangga dan terharu karena banyaknya dukungan kepada DePA-RI,” kata Ketua Umum DePA RI TM Luthfi Yazid dalam keterangan rilisnya.

 

Mencermati secara seksama perkembangan terakhir di Tanah Air, terutama dalam hal penegakan supremasi hukum dan keadilan, Luthfi mengatakan, sudah saatnya masyarakat melakukan introspeksi mendalam.

 

Guna bertanya dalam lubuk hati, adakah sesuatu yang keliru dalam penegakan hukum yang dilakukan? Apakah mandat Konstitusi, UUD 1945, dalam mewujudkan cita-cita sebagaimana ditekadkan dalam pasal 1 ayat 3 (negara hukum) dan pasal 28 D ayat 1 (kepastian hukum yang adil), sebagai pedoman utama itu, telah dilaksanakan?

 

”Indonesia sudah 79 tahun usianya sejak diproklamasikan. Ujian sejarah telah banyak kita lalui. Sejak zaman Orde Lama, Orde Baru, serta memasuki era reformasi sampai saat ini. Jika sejarah kita mau lebih ringkas lagi, kita fokus dengan apa yang terjadi beberapa hari ini di hampir semua wilayah di seluruh tanah air terkait demonstrasi terhadap upaya Baleg DPR RI untuk merevisi UU Pilkada serta berupaya mensubordinasi konstitusi dengan mencoba menganulir putusan Mahkamah Konstitusi No. 60/2024 yang baru saja diputuskan,” jelas Luthfi Yazid.

 

Akibat upaya penjegalan konstitusi, masyarakat, mahasiswa, buruh, dan kalangan kampus, turun ke jalan melakukan demonstrasi di berbagai daerah dengan mendatangi gedung DPR RI, Gedung DPRD, KPU, KPUD, dan berbagai gedung pemerintah lain.

 

”Mereka bersuara kompak, hentikan kongkalikong Baleg DPR RI yang inkonstitusional itu. Akhirnya, setelah demonstrasi yang merebak di mana-mana dan MK menyerukan agar putusan MK dilaksanakan, sebab bila tidak dilaksanakan maka hasil Pilkada dianggap tidak sah oleh MK, DPR pun bertekuk lutut meski tidak meminta maaf kepada publik atas kebrutalan itu dan mengeluarkan statement bahwa putusan MK yang harus dilaksanakan,” terang Luthfi Yazid.

 

Luthfi Yazid yang pernah menjadi peneliti di University of Gakushuin, Tokyo itu menambahkan, belakangan ini sangat banyak sekali anomali-anomali yang terjadi. Upaya pelemahan KPK melalui revisi UU KPK dan berbagai cara dilakukan.

 

Seperti lahirnya UU Omnibus Law secara sembunyi-sembunyi tanpa melibatkan partisipasi publik secara maksimal, ketidaknetralan aparat, cawe-cawe dalam Pilpres/Pilkada, menyempitnya kebebasan sipil, intimidasi terhadap jurnalis.

 

Luthfi menambahkan, lahirnya DePA RI diharapkan memberikan warna lain, di tengah banyaknya sinisme kepada para advokat di tanah air, yang sering disamakan sebagai profesi yang hanya mencari duit dengan kehidupan yang gemerlap namun tidak bersuara saat terjadi penindasan, kedholiman serta penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

 

Luthfi menegaskan, selama memimpin DePA RI, dia berjanji tidak akan pernah bersikap partisan. Tetap akan independen, berdiri di semua golongan dan berpijak pada nilai kebenaran dan keadilan.

 

”Sekali lagi, saya akan berada di tengah bersama rakyat pencinta kebenaran dan keadilan, tidak ke kanan, tidak ke kiri tidak akan membedakan suku, agama, ras, gender serta perbedaan pandangan politik. Saya akan tetap mengawal profesi advokat dan DePA RI untuk terus bersikap objektif dengan nurani, nalar dan selalu berpijak pada Pancasila dan UUD 1945,” ucap Luthfi Yazid. (jawapos)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.