Latest Post

Diskusi publik Suaranetizen+62/Ist  

 

SANCAnews.id – Diskusi publik yang digelar Suaranetizen+62 mencuat setelah para calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga bertugas melindungi keluarga Joko Widodo pasca-lengsernya.

 

Hal itu dipertanyakan Iskandar Sitorus selaku moderator kepada para pembicara yang hadir, termasuk Roy Suryo selaku konsultan IT KPK saat pertama kali berdiri.

 

"Awal KPK pertama berdiri independen sesuai UU KPK Nomor 30 Tahun 2002, lembaga yang tidak bergantung pada siapa pun," kata Roy Suryo, Jumat (23/8).

 

Begitu diubah UU KPK No 19 Tahun 2019 di era Presiden Jokowi kemudian langsung berbeda auranya.

 

Sesuai Pasal 1 ayat 3 UU KPK, lembaga anti rasuah itu berubah menjadi badan eksekutif, bukan lagi lembaga independen.

 

Roy Suryo juga mengkritisi ayat 6 UU KPK yang menyebutkan anggota KPK adalah seorang ASN.

 

"Artinya ASN tunduk pada pimpinan, jadi kita minta KPK dikembalikan sebagai lembaga independen," kata Roy Suryo.

 

Sementara Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai KPK saat ini dipakai sebagai alat politik.

 

"Jadi alat politik untuk melindungi dinastinya," kata Sugeng. (rmol)


Prof Jimly Asshiddiqie 

 

SANCAnews.id – Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie menanggapi keputusan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) yang tidak merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah menyusul maraknya aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa di seluruh Indonesia.

 

Jimly menyampaikan apresiasinya terhadap gerakan yang dilakukan oleh para aktivis mahasiswa, akademisi, selebritis, serta tokoh nasional yang secara spontan turun ke jalan untuk menyuarakan hati nuraninya.

 

"Alhamdulillah, berkat nurani bersih dan akal sehat yang disuarakan," ujar Jimly dalam keterangannya di aplikasi X @JimlyAs (23/8/2024).

 

Dikatakan Jimly, para aktifis mahasiswa, akademisi, selebriti, dan tokoh-tokoh nasional yang dalam waktu singkat tanpa rekayasa, semua tumpah ruah ke jalanan.

 

Menurut Jimly, aksi ini menunjukkan kekuatan rakyat dalam mempertahankan konstitusi dan menegakkan demokrasi di Indonesia.

 

"Akhirnya putusan MK dijadikn pegangan final untuk pndaftaran Pilkada mulai 27 Agustus 2024," sebutnya.

 

Jimly mengakhiri pernyataannya dengan ucapan selamat kepada seluruh pihak yang terlibat dalam perjuangan tersebut

 

"Selamat!," tandasnya.

 

Sebelumnya diberitakan, ribuan massa aksi yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat menggelar aksi unjuk rasa di Fly Over, Jalan AP Pettarani, Kecamatan Panakkukang, Makassar, Kamis (22/8/2024).

 

Di antara ribuan massa aksi, nampak beberapa di antaranya emak-emak dan bapak-bapak yang turut menuntut agar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tetap diberlakukan.

 

Pantauan di lokasi, ribuan massa itu terdiri dari beberapa kampus ternama di kota Makassar. Seperti Unhas Makassar, UNM, UMI, dan beberapa kampus swasta lainnya.

 

Sekadar informasi, sebelum massa menggelar aksi di Fly Over, terlebih dahulu iring-iringan rombongan Ibu Negara, Iriana Jokowi melintas.

 

Ibu dari Kaesang Pangarep itu dijadwalkan hadir di ASS Building yang yang tepat di samping kampus UMI Makassar untuk menghadiri agenda "Sosialisasi Pengelolaan Komoditas Hortikultura".

 

"Menolak rezim otoriter!," tertulis pada spanduk yang dibawa oleh massa aksi.

 

Orator dari massa aksi silih berganti meneriakkan orasi ilmiahnya dengan menantang keras upaya Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ingin menganulir keputusan MK.

 

"Hari ini kita berkumpul di bawah flyover yang dibangun dari yang rakyat. Kita berkumpul atas dasar kekecewaan dan cinta kepada negara," teriak salah seorang orator sambil mengangkat toaknya tinggi-tinggi.

 

Menurut orator, apa yang dilakukan DPR keputusan MK yang dianggap mampu memperbaiki citranya itu dilecehkan oleh pihak yang haus kekuasaan.

 

"Keputusan MK yang hari ini kita kawal telah dilecehkan. Revolusi, revolusi, revolusi," tambahnya diikuti oleh para massa aksi.

 

Tidak berhenti di situ, ribuan mahasiswa yang berkumpul di bawah flyover Makassar itu menggaungkan sumpah mahasiswa Indonesia sebagai bentuk solidaritas perlawanan.

 

"Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, bertanah air satu. Tanah air tanpa penindasan. Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan. Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan," teriak massa aksi dipimpin oleh salah seorang orator. (fajar)


Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad 

 

SANCAnews.id – Pemerintah dan DPR sepakat untuk mematuhi dan melaksanakan putusan uji materi Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 dan 70 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

 

Hal itu ditegaskan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menanggapi kekhawatiran publik terhadap manuver pemerintah dengan menerbitkan Perppu Pilkada.

 

Dasco memastikan DPR telah berkoordinasi dengan pemerintah untuk menyepakati pelaksanaan putusan MK tersebut.

 

"Kami juga sudah mengkonfirmasikan kepada pihak pemerintah dalam hal ini kita ada koordinasi juga dengan Mendagri bahwa pihak pemerintah sudah sepakat untuk menjalankan putusan dari judicial review MK," kata Dasco di Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/8).

 

Ketua Harian DPP Partai Gerindra ini menambahkan, Komisi II DPR juga telah mengagendakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan KPU dan Bawaslu serta pihak pemerintah dalam hal ini Kemendagri untuk memutuskan hasil PKPU.

 

Adapun keputusan PKPU itu nanti bakal disepakati bersama untuk menjalankan dan mematuhi aturan dalam putusan MK soal ambang batas partai dan batas usia calon kepala daerah.

 

"Saya tegaskan sekali lagi, bahwa pemerintah maupun DPR itu akan sama-sama menaati putusan dari KPU, dan akan dituangkan dalam PKPU, setelah Komisi Pemilihan Umum pada hari Senin nanti mengadakan rapat konsultasi dengan DPR melalui Komisi II DPR," tutupnya. (rmol)


Ribuan massa aksi unjuk rasa menolak revisi RUU Pilkada terlibat bentrok dengan pihak kepolisian saat menjebol jeruji pagar di salah satu sisi gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 22 Agustus 2024. Kepolisian mengerahkan 2.013 personel gabungan untuk mengawal aksi demo di DPR RI 

 

SANCAnews.id – Personel TNI dan Polri diduga melakukan pemukulan dan ancaman akan membunuh jurnalis Tempo yang sedang meliput aksi unjuk rasa Kawal Putusan Mahkamah Konstitusi di Kompleks Parlemen DPR RI pada Kamis, 22 Agustus 2024. Aksi unjuk rasa berakhir ricuh setelah massa aksi berhasil menerobos. pagar di sisi kanan dan kiri gerbang utama DPR.

 

Kekerasan terhadap jurnalis Tempo berinisial H ini bermula saat ia merekam aparat TNI dan Polri yang diduga menganiaya demonstran yang terbaring terluka.

 

Saat itu H berada di dekat pagar sisi kanan gerbang utama Gedung DPR RI yang dijebol massa sekitar pukul 17.00 WIB. Lokasi pagar jebol ini berada di dekat jembatan penyeberangan orang Jalan Gatot Subroto.

 

“Saya merekam pendemo yang sudah lemas terbaring tetapi terus dipukuli oleh tentara,” kata H kepada Tempo.

 

Tiba-tiba, tiga orang aparat memegang H di kanan, kiri, dan depan. Polisi yang memegangnya menanyakan asal H. H menjawab dia jurnalis Tempo dan menunjukkan surat tugas peliputan. Namun, polisi tersebut justru memaksa H menghapus video yang dia rekam. H menolak. “Kamera, kamera, lu dari mana?“ tanya polisi tersebut.

 

Tiba-tiba, semakin banyak aparat yang mengelilingi H. Salah seorang aparat sempat mengancam H dibunuh.  “Udah matiin aja,” teriak salah seorang yang mengerubunginya.

 

Salah seorang aparat menonjok pipi kanan H. Bagian kepala H juga dipukul. Tak sampai di situ. Seorang tentara juga menendang bagian belakang H saat akan digiring ke pos keamanan. “Sewaktu digiring ke pos ada yang menendang bagian belakang saya,” ujar H.

 

Setibanya di pos, seorang polisi dari biro Provos menginterogasi H. Provos tersebut menanyakan asal H. H kembali menegaskan bahwa dia seorang jurnalis Tempo. Provos tersebut kemudian meminta H menghapus rekaman penganiayaan sebelum melepaskannya.

 

Penganiayaan terhadap H juga dilihat langsung jurnalis Kompas berinisial W. W, yang juga meliput kericuhan di belakang pagar, melihat H tiba-tiba dikeliling aparat TNI dan Polri. W melihat langsung detik-detik pemukulan terhadap H.

 

“Saya lihat H ditendang TNI seragam loreng pas H dibawa ke pos,” kata W kepada Tempo.

 

W mendengar polisi meminta H menghapus rekamannya. Jurnalis Kompas tersebut sempat berupaya menghentikan aparat memukuli H. Tetapi aparat tetap memukuli H, bahkan saat dibawa ke pos keamanan.

 

H lalu pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi kesehatannya setelah mendapat pukulan di kepala. Menurut dokter yang menangani, ia mengalami trauma ringan. "Butuh observasi dua hari ke depan," katanya. (**)


Sekretaris Jenderal Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK), M. Thobahul Aftoni /Ist 

 

SANCAnews.id – Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyetujui pembahasan RUU Pilkada versus putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sangat disayangkan.


Sekretaris Jenderal Gerakan Pemuda Ka'bah (GPK), M. Thobahul Aftoni mengatakan, UUD 1945 jelas menyatakan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.

 

“Sangat disesalkan DPR RI dengan begitu mudahnya menyepakati revisi UU Pilkada dengan menabrak Putusan MK, padahal amanah UUD 1945 pasal 24C ayat (1) menyatakan bahwa Putusan MK bersifat final dan mengikat,” kata Aftoni dalam keterangannya, Kamis (22/8).

 

Aftoni yang juga menjabat sebagai salah Ketua DPP PPP Bidang Pemuda ini menambahkan bahwa keputusan DPR RI tersebut justru memicu kegaduhan politik dan ketidakpastian hukum.

 

“Bukankah Indonesia ini adalah negara Hukum?” kata Aftoni.

 

Untuk itu, Aftoni mendukung apa yang sudah diputuskan oleh MK. Dengan adanya putusan MK tersebut maka marwah demokrasi tetap terjaga dengan semakin terbukanya partisipasi publik dalam memilih calon pemimpin.

 

“Kami meminta DPR dan Pemerintah tidak tutup mata, demokrasi tidak boleh di kebiri dan hukum harus ditegakkan,” pungkasnya.

 

Sebelumnya, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Baleg DPR RI) tengah merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) pada hari ini, Rabu (21/8).

 

Pembahasan revisi itu bergulir usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutus judicial review atas UU Pilkada yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora, Selasa (20/8).

 

Dalam putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut, MK mengubah ambang batas (threshold) pengusungan calon kepala daerah di pilkada, yakni disetarakan dengan besaran persentase persyaratan calon perseorangan, yaitu berbasis jumlah penduduk.

 

Teranyar, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memastikan DPR tidak akan menggelar rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada.

 

Ketua Harian DPP Partai Gerindra ini menuturkan, pelaksanaan pendaftaran calon kepala daerah (cakada) akan berlangsung beberapa hari ke depan, sehingga tidak memungkinkan untuk kembali menggelar rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada.

 

“Enggak ada. Karena hari paripurna kan Selasa dan Kamis. Selasa sudah pendaftaran. Masa kita paripurnakan pada saat pendaftaran? Malah bikin chaos dong,” tegas Dasco kepada wartawan, Kamis (22/8). (rmol)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.