Latest Post

Ribuan massa aksi unjuk rasa menolak revisi RUU Pilkada terlibat bentrok dengan pihak kepolisian saat menjebol jeruji pagar di salah satu sisi gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 22 Agustus 2024. Kepolisian mengerahkan 2.013 personel gabungan untuk mengawal aksi demo di DPR RI 

 

SANCAnews.id – Personel TNI dan Polri diduga melakukan pemukulan dan ancaman akan membunuh jurnalis Tempo yang sedang meliput aksi unjuk rasa Kawal Putusan Mahkamah Konstitusi di Kompleks Parlemen DPR RI pada Kamis, 22 Agustus 2024. Aksi unjuk rasa berakhir ricuh setelah massa aksi berhasil menerobos. pagar di sisi kanan dan kiri gerbang utama DPR.

 

Kekerasan terhadap jurnalis Tempo berinisial H ini bermula saat ia merekam aparat TNI dan Polri yang diduga menganiaya demonstran yang terbaring terluka.

 

Saat itu H berada di dekat pagar sisi kanan gerbang utama Gedung DPR RI yang dijebol massa sekitar pukul 17.00 WIB. Lokasi pagar jebol ini berada di dekat jembatan penyeberangan orang Jalan Gatot Subroto.

 

“Saya merekam pendemo yang sudah lemas terbaring tetapi terus dipukuli oleh tentara,” kata H kepada Tempo.

 

Tiba-tiba, tiga orang aparat memegang H di kanan, kiri, dan depan. Polisi yang memegangnya menanyakan asal H. H menjawab dia jurnalis Tempo dan menunjukkan surat tugas peliputan. Namun, polisi tersebut justru memaksa H menghapus video yang dia rekam. H menolak. “Kamera, kamera, lu dari mana?“ tanya polisi tersebut.

 

Tiba-tiba, semakin banyak aparat yang mengelilingi H. Salah seorang aparat sempat mengancam H dibunuh.  “Udah matiin aja,” teriak salah seorang yang mengerubunginya.

 

Salah seorang aparat menonjok pipi kanan H. Bagian kepala H juga dipukul. Tak sampai di situ. Seorang tentara juga menendang bagian belakang H saat akan digiring ke pos keamanan. “Sewaktu digiring ke pos ada yang menendang bagian belakang saya,” ujar H.

 

Setibanya di pos, seorang polisi dari biro Provos menginterogasi H. Provos tersebut menanyakan asal H. H kembali menegaskan bahwa dia seorang jurnalis Tempo. Provos tersebut kemudian meminta H menghapus rekaman penganiayaan sebelum melepaskannya.

 

Penganiayaan terhadap H juga dilihat langsung jurnalis Kompas berinisial W. W, yang juga meliput kericuhan di belakang pagar, melihat H tiba-tiba dikeliling aparat TNI dan Polri. W melihat langsung detik-detik pemukulan terhadap H.

 

“Saya lihat H ditendang TNI seragam loreng pas H dibawa ke pos,” kata W kepada Tempo.

 

W mendengar polisi meminta H menghapus rekamannya. Jurnalis Kompas tersebut sempat berupaya menghentikan aparat memukuli H. Tetapi aparat tetap memukuli H, bahkan saat dibawa ke pos keamanan.

 

H lalu pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi kesehatannya setelah mendapat pukulan di kepala. Menurut dokter yang menangani, ia mengalami trauma ringan. "Butuh observasi dua hari ke depan," katanya. (**)


Sekretaris Jenderal Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK), M. Thobahul Aftoni /Ist 

 

SANCAnews.id – Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyetujui pembahasan RUU Pilkada versus putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sangat disayangkan.


Sekretaris Jenderal Gerakan Pemuda Ka'bah (GPK), M. Thobahul Aftoni mengatakan, UUD 1945 jelas menyatakan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.

 

“Sangat disesalkan DPR RI dengan begitu mudahnya menyepakati revisi UU Pilkada dengan menabrak Putusan MK, padahal amanah UUD 1945 pasal 24C ayat (1) menyatakan bahwa Putusan MK bersifat final dan mengikat,” kata Aftoni dalam keterangannya, Kamis (22/8).

 

Aftoni yang juga menjabat sebagai salah Ketua DPP PPP Bidang Pemuda ini menambahkan bahwa keputusan DPR RI tersebut justru memicu kegaduhan politik dan ketidakpastian hukum.

 

“Bukankah Indonesia ini adalah negara Hukum?” kata Aftoni.

 

Untuk itu, Aftoni mendukung apa yang sudah diputuskan oleh MK. Dengan adanya putusan MK tersebut maka marwah demokrasi tetap terjaga dengan semakin terbukanya partisipasi publik dalam memilih calon pemimpin.

 

“Kami meminta DPR dan Pemerintah tidak tutup mata, demokrasi tidak boleh di kebiri dan hukum harus ditegakkan,” pungkasnya.

 

Sebelumnya, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Baleg DPR RI) tengah merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) pada hari ini, Rabu (21/8).

 

Pembahasan revisi itu bergulir usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutus judicial review atas UU Pilkada yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora, Selasa (20/8).

 

Dalam putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut, MK mengubah ambang batas (threshold) pengusungan calon kepala daerah di pilkada, yakni disetarakan dengan besaran persentase persyaratan calon perseorangan, yaitu berbasis jumlah penduduk.

 

Teranyar, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memastikan DPR tidak akan menggelar rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada.

 

Ketua Harian DPP Partai Gerindra ini menuturkan, pelaksanaan pendaftaran calon kepala daerah (cakada) akan berlangsung beberapa hari ke depan, sehingga tidak memungkinkan untuk kembali menggelar rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada.

 

“Enggak ada. Karena hari paripurna kan Selasa dan Kamis. Selasa sudah pendaftaran. Masa kita paripurnakan pada saat pendaftaran? Malah bikin chaos dong,” tegas Dasco kepada wartawan, Kamis (22/8). (rmol)

Pasukan Brimob memukul mundur pendemo di depan Gedung DPR RI dengan gas air mata 


SANCAnews.id – Aparat kepolisian Satuan Brimob menghalau massa aksi yang masih melakukan penyerangan di depan Gedung DPR RI, Kamis malam (22/8).

 

Berdasarkan pantauan redaksi RMOL, sekitar pukul 19.00 WIB, petugas Brimob menggunakan sepeda motor dan mobil mendorong mundur massa dari arah Slipi menuju Semanggi.

 

Brimob terus menembakkan gas air mata ke arah massa. Melihat hal tersebut, massa berhamburan menghindari efek gas air mata dan menghindari kejaran Brimob.

 

Hingga pukul 19.06 WIB, massa berhasil dipukul mundur hingga ke Flyover Jalan Gerbang Pemuda. (*)


Aksi unjuk rasa mahasiswa di DPRD Jateng berlangsung ricuh/Istimewa 


SANCAnews.id – Kericuhan mewarnai aksi unjuk rasa mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Semarang menentang revisi UU Pilkada yang dipusatkan di depan gedung DPRD Jateng di Kota Semarang, Jateng, Kamis (22/8). Massa mahasiswa dan polisi pun terlibat aksi dorong dan dorong.


Para mahasiswa berjaket almamater itu berusaha masuk ke gedung DPRD Jateng namun terhalang pintu gerbang yang dijaga ketat polisi. Aksi saling dorong di depan pintu gerbang Gedung DPRD Jateng menimbulkan kericuhan hingga menyebabkan petugas menembakkan gas air mata.

 

Alhasil para mahasiswa pun mundur berlarian dari Taman Indonesia Raya menuju ke Jalan Pahlawan. Para pendemo pun berlarian ke arah bundaran air mancur.

 

Dilansir RMOLJateng, beberapa Mahasiswa tampak terjatuh karena menabrak pembatas jalan di Jalan Pahlawan. Bahkan ada seorang mahasiswa yang pingsan. Dia segera dijemput oleh teman-temannya.

"Dibawa ke kampus Undip," kata seorang mahasiswa, Kamis (22/8).

 

Sebanyak 12 mahasiswa dilaporkan menderita luka sehingga dibawa ke Rumah Sakit Roemani Semarang.

 

Mahasiswa yang mundur memilih bertahan di Jalan Imam Bardjo, depan kampus Universitas Diponegoro (Undip). Sejumlah polisi bersepeda motor sempat mencoba merangsek ke lokasi itu. Namun, mahasiswa melakukan perlawanan.

 

Polisi yang kalah jumlah memilih mundur. Mereka berkumpul di depan Gedung DPRD Semarang, yang jaraknya sekitar 200 meter dari lokasi konsentrasi mahasiswa.

 

Mahasiswa yang berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Jateng ini merupakan gabungan dari mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Semarang. Seperti Undip, Universitas Negeri Semarang, UIN Semarang, dan lainnya.

 

Demo mahasiswa ini sebagai reaksi atas upaya DPR yang mencoba mengakali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurunkan ambang batas pencalonan calon kepala daerah serta menetapkan usia minimal calon kepala daerah adalah pada penetapan calon oleh KPU.

 

DPR langsung menggelar sidang kilat untuk meloloskan revisi UU Pilkada yang bertentangan dengan putusan MK.

 

Berikut nama-nama mahasiswa yang menjadi korban tembakan gas air mata saat aksi unjuk rasa di DPRD Jateng:

 

1. Muchamad Fatah Akrom (23) Lpm Dinamika - sesak napas, pingsan

 

2. ?Nabil Abiyan (20) BEM FPIK Undip - sesak napas, pingsan

 

3. ?Tiza (19) BEM Undip - sesak napas, mata perih

 

4. ?Zahra (19) BEM Unnes - sesak napas, mata perih pingsan

 

5. Alzena (19) mahasiswa FH Undip - sesak napas, mata perih, mual

 

6. ?Indraswari (18) mahasiswa UIN Walisongo - sesak napas, mata perih, pingsan, mual

 

7. ?Ala Faizah (23) Sema u UIN Walisongo ketua korpri UIN Walisongo - sesak napas, mata perih

 

8. ?Nadya Calista (20) BEM Undip - sesak napas, mata perih, pingsan, mual

 

9. ?Hanif Muammar (21) Unnes - sesak napas, hampir pingsan, kaki kena pagar bengkak

 

10. ?Najwa (20) mahasiswa UIN Walisongo -sesak napas, bagian perut sakit

 

11. ?Dimas afila (2021) BEM FH Undip - kena tembak peluru gas air mata, dijahit hidungnya

 

12. Imam Akbar (21) FH Undip - mata perih, telinga pengang, sesak napas. (*)

Sejumlah massa aksi berdatangan di Gedung DPR RI (ist) 

 

SANCAnews.id – DPR RI batal mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang dijadwalkan pada Rapat Paripurna hari ini.

 

"Pengesahan revisi UU Pilkada yang direncanakan hari ini tanggal 22 Agustus batal dilaksanakan," kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad lewat akun media sosial X, Kamis (22/8) sore.

 

"Oleh karenanya pada saat pendaftaran Pilkada pada tanggal 27 Agustus nanti yang akan berlaku adalah keputusan Judicial Review MK yang mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora," ujarnya melanjutkan.

 

Pernyataan tersebut muncul usai Partai Buruh dan berbagai kelompok sipil melancarkan demonstrasi di depan Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta.

 

Aksi ini merupakan bagian dari gerakan 'peringatan darurat Indonesia' yang viral di media sosial setelah DPR bermanuver mengabaikan putusan MK.

 

Badan Legislatif (Baleg) DPR menyepakati revisi UU Pilkada dalam rapat pada Selasa. RUU itu disetujui delapan dari sembilan fraksi di DPR. Hanya PDIP yang menolak.

 

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan ikut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berkaitan dengan perubahan norma dalam UU Pilkada, meskipun DPR melakukan akrobat politik dengan menempuh revisi kilat dalam 7 jam melalui Badan Legislasi (Baleg) kemarin.

 

Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menegaskan, tidak ada perubahan sikap KPU dibandingkan yang disampaikan pada Selasa (20/8/2024) setelah putusan MK terkait UU Pilkada terbit.

 

"Kami sampaikan, kami ulangi lagi, sebagaimana berita beredar, KPU dalam hal ini sudah menempuh langkah untuk menindaklanjuti putusan MK," kata Afif dalam jumpa pers yang berlangsung pada Kamis (22/8/2024).

 

"Jadi kalau pertanyaannya apakah KPU menindaklanjuti putusan MK, kami tegaskan KPU menindaklanjuti putusan MK," tegasnya.

 

Afif juga menyatakan kembali, dalam rangka menindaklanjuti putusan MK ke dalam peraturan KPU (PKPU), KPU perlu menempuh konsultasi terlebih dengan pembentuk undang-undang.

 

Namun, ia menegaskan, konsultasi itu sekadar bentuk "tertib prosedur".

 

Pasalnya, berdasarkan Putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016, KPU wajib menempuh konsultasi dengan DPR dan pemerintah sebelum menerbitkan PKPU.

 

Pada putusan lain MK tahun 2017, Mahkamah memutus hasil rapat konsultasi tersebut tidak mengikat bagi KPU. (fajar)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.