Latest Post

Ratusan pelajar STM melakukan aksi lanjutan Kawal Putusan MK dan menolak pengesahan revisi UU Pilkada menggeruduk Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta, Jumat 23 Agustus 2024. Aksi demonstrasi muncul setelah adanya upaya dari DPR yang disebut-sebut bakal menganulir putusan MK. Upaya anulir putusan MK itu dilakukan melalui agenda rapat Badan Legislasi atau Baleg DPR. Aksi demonstrasi dimulai pada Kamis, 22 Agustus 2024, yang diikuti berbagai elemen masyarakat mulai dari mahasiswa hingga koalisi sipil  

 

SANCAnews.id – Beberapa media massa Jepang menyoroti isu terkini menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Indonesia, yaitu demonstrasi pada Kamis lalu yang memprotes revisi RUU Pilkada pasca putusan MK terkait syarat usia minimum calon kepala daerah.

 

The Japan Times, misalnya, dalam artikelnya yang berjudul "Power struggle between Indonesia’s court and parliament sparks protests" menulis bahwa DPR Indonesia telah menunda pengesahan revisi RUU Pikada yang telah memicu protes, menyusul penolakan undang-undang tersebut karena dianggap memperkuat pengaruh politik Presiden Joko Widodo yang akan lengser.

 

Media itu mengatakan perubahan RUU Pilkada yang ditentang banyak pihak akan menghalangi kritik keras pemerintah dalam pemilihan gubernur Jakarta.

 

Perubahan itu juga membuka jalan bagi putra bungsu Joko Widodo, Kaesang Pangarep, untuk maju dalam pemilihan kepala daerah di Jawa pada bulan November ini.

 

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pengesahan dalam sidang paripurna DPR RI itu ditunda karena jumlah anggota yang hadir  tak memenuhi syarat kuorum.

 

Namun, adu kekuatan antara parlemen dan lembaga yudikatif itu disebutkan terjadi di tengah perkembangan politik yang dramatis selama sepekan di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia itu dan terjadi di akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo periode kedua.

 

Manuver politik itu juga memicu gelombang protes daring yang memunculkan poster berlatar belakang warna biru bertuliskan “Peringatan Darurat” di atas lambang negara Indonesia burung Garuda di berbagai media sosial.

 

Ratusan peserta aksi mengenakan baju hitam berkumpul di luar gedung DPR, Jakarta, Kamis. Aksi dengan tuntutan senada juga pecah di beberapa kota lain seperti Surabaya dan Yogyakarta. Sebanyak 3.000 personel polisi telah dikerahkan untuk mengantisipasi masa di Jakarta.

 

Dalam putusan MK terhadap permohonan perkara No.70/PUU-XXII/2024 itu, salah satunya diatur usia kandidat yang berhak maju dalam Pilkada minimal 30 tahun saat penetapan calon.

 

“Aturan tersebut secara efektif menjegal pencalonan putra bungsu Jokowi, Kaesang yang masih berusia 29 tahun, dari kontestasi wakil gubernur di Jawa Tengah dan memungkinkan Anies Baswedan, yang saat ini favorit, untuk melangkah di Pilkada Jakarta,” tulis The Japan Times.

 

Media itu juga menyebutkan bahwa presiden terpilih Prabowo Subianto akan segera dilantik pada 20 Oktober 2024 dengan wakil presiden terpilih yang merupakan anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.

 

Selain The Japan Times, media ekonomi Nikkei Asia juga menyoroti isu serupa dalam beritanya yang berjudul "Prabowo extends grip on Indonesia parliament as parties join his coalition".

 

Genggaman Prabowo Subianto disebut semakin kokoh di parlemen setelah nyaris seluruh partai politik bergabung bersama koalisinya.

 

Koalisinya itu saat ini didukung13 parpol, termasuk tujuh dari delapan parpol yang memenangkan kursi DPR dalam pemilihan legislatif Februari lalu.

 

“Mereka akan menguasai 80 persen kursi DPR, dua kali lipat dari jumlah yang diperoleh anggota koalisi sebelumnya, termasuk Partai Gerindra milik Prabowo,” tulis Nikkei.

 

Hanya PDIP sebagai pemenang Pemilu legislatif 2024 dengan perolehan 17 persen suara yang tampaknya berperan sebagai oposisi.

 

Peralihan parpol ke Koalisi Indonesia Maju Plus itu dikaitkan dengan pemilihan gubernur, wali kota dan bupati yang harus mengumpulkan dukungan sedikitnya 20 persen di DPRD.

 

Namun, MK menguji abang batas tersebut yang dianggap “angin segar” bagi para aktivis pro-demokrasi di tengah kekhawatiran aturan lama.

 

Dalam putusan MK yang disambut baik kalangan akademisi dan berbagai elemen masyarakat itu disebutkan bahwa partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meskipun tidak punya kursi DPRD.

 

Kelegaan itu tidak berlangsung lama sebab DPR menggelar revisi RUU Pilkada untuk menganulir putusan MK tersebut yang akhirnya menuai protes baik secara daring maupun aksi demonstrasi di depan gedung DPR. (tempo)


Massa aksi dari elemen mahasiswa berhasil menjebol pintu Gerbang utama DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8/2024) 

 

SANCAnews.id – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang UU Pilkada harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pembuat undang-undang, baik legislatif maupun eksekutif. Jika tidak, berpotensi menimbulkan masalah baru dan dapat digugat kembali melalui uji materi.

 

Praktisi hukum Henry Indraguna mengatakan DPR seharusnya tidak menafsirkan apa yang sudah jelas diatur dalam putusan MK.

 

"Saya menyarankan regulasi pilkada yang diatur di dalam UU Pilkada hanya perlu dibenahi dan disesuaikan dengan Putusan MK, bukan dibuat berbeda dengan Putusan MK tersebut," ujarnya, Jumat (23/8).

 

Henry mengatakan, dari putusan MK tersebut dapat dipastikan ketersediaan calon beragam. Jadi, masyarakat pun memiliki pilihan yang beragam.

 

"Dalam putusannya, MK memutuskan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD," katanya.

 

"MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada," tambah Henry.

 

Selain itu, MK juga memastikan partai non seat alias tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenur.

 

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak seluruh gugatan terhadap Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Pilkada. Gugatan nomor 70/PUU-XXII/2024 itu diajukan oleh dua orang mahasiswa Fahrur Rozi, dan Anthony Lee. Mereka menggugat syarat minimal usi pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur.

 

Dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e disebutkan bahwa calon gubernu berusia paling rendah 30 tahun dan wakil Gubernur. Kemudian berusia minimal 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak penetapan pasangan calon.

 

Aturan ini digugat karena adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyebutkan bahwa seseorang maju jadi calon kepala daerah berusia 30 tahun saat pelantikan, bukan ditetapkan sebagai calon.

 

Sedangkan, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyepakati batas usia cagub-cawagub merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA). Yakni minimal 30 tahun sejak pelantikan kepala daerah terpilih.

 

Kesepakatan ini diambil setelah disetujui oleh mayoritas fraksi, kecuali fraksi PDIP dalam rapat Panja RUU Pilkada di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8).

 

Kesepakatan itu kembali membuka peluang Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep untuk berlaga pada Pilkada Serentak 2024 di level provinsi alias pilgub.

 

Sebelumnya, peluang Kaesang tertutup untuk Pilkada 2024 level provinsi, karena Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan usia cagub-cawagub minimal 30 tahun pada saat ditetapkan sebagai calon. (jawapos)

Ilustrasi pengeroyokan 

 

SANCAnews.id – Kasus dugaan penganiayaan yang dialami jurnalis FAJAR berinisial BS tertahan di Polda. Sudah lebih dari seminggu dilaporkan, namun belum ada perkembangan.

 

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Makassar Kompol Devi Sujana saat dikonfirmasi belum memberikan penjelasan terkait perkembangan kasus tersebut. Namun, ia memastikan pihaknya akan memberikan perhatian khusus.

 

"Saya cek dulu bro. Segera diatensi," singkat Devi kepada FAJAR, Rabu, 21 Agustus 2024.

 

Diketahui, dugaan pengeroyokan dialami BS di tempat ia menumpang tinggal di Kantor Yayasan Zakat Infaq Sedekah Pemburuh Amal Saleh Jl Komp. Ukhuwah UMI, Makassar, pada Jumat, 9 Agustus 2024, sekitar pukul 14.00 Wita.

 

Terduga pelakunya adalah dua orang pria yang bekerja di yayasan tersebut. Masing-masing yaitu Rifaldi dan Hermansyah alias Aso.

 

BS menceritakan, pengeroyokan dialaminya berawal ketika dirinya sedang makan siang. Di saat bersamaan datang Rifaldi menegurnya dengan nada yang menyinggung.

 

BS yang tidak terima lantas membalas singgungan Rifaldi, hingga terjadi ketegangan antara keduanya.

 

"Saat itu saya sedang makan siang, pelaku Rifaldi tiba-tiba datang dan menegur saya dengan nada yang menyinggung," ujar BS menceritakan pristiwa nahas yang dialaminya.

 

Saat ketegangan di antara keduanya terjadi, terduga pelaku lainnya yaitu Aso datang untuk membela Rifaldi dengan meneriaki BS. Kemudian sambil berlari, ia menghujani pukulan kepada BS secara membabi buta.

 

"Sebelum saya dipukul itu, Rifaldi lebih dulu memiting saya," ucapnya.

 

"Nah, dalam kondisi terdesak karena dipiting dan dipukuli, saya merasa sulit bergerak dan bernafas. Saya kemudian mencari sesuatu untuk melepaskan diri, dan menemukan pisau dapur," sambungnya.

 

Pisau dapur yang digenggam BS itu digunakan untuk menakut-nakuti Rifaldi dan Aso, agar keduanya berhenti melakukan pemukulan terhadap dirinya. Namun, bukannya berhenti, Aso justru mengambil badik.

 

"Pisau saya genggam baru bilang ke mereka untuk melepaskan saya, kalau tidak saya tusuk. Tujuan saya bilang begitu hanya agar dilepaskan dari pitingannya Rifaldi," tutur BS.

 

"Tapi Aso ini kemudian lari menuju kamar, mengambil badik, dan mengayunkannya ke arah saya. Terjadilah aksi kejar-kejaran antara saya dan Aso. Dalam peristiwa itu, kami sempat berhadapan dan tangan saya terkena badik yang diayunkan pelaku," imbuhnya.

 

Setelah kejadian itu, keesokan harinya pada 10 Agustus 2024, BS melapor ke Mapolrestabes Makassar dan menjalani visum di RS Bhayangkara Makassar. Namun disesalkannya, laporannya hingga saat ini belum ada perkembangan.

 

"Saya berharap laporan saya bisa segera diusut, dan polisi menangkap para pelaku yang telah mengeroyok saya waktu itu," tukasnya. (*)


Diskusi publik Suaranetizen+62/Ist  

 

SANCAnews.id – Diskusi publik yang digelar Suaranetizen+62 mencuat setelah para calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga bertugas melindungi keluarga Joko Widodo pasca-lengsernya.

 

Hal itu dipertanyakan Iskandar Sitorus selaku moderator kepada para pembicara yang hadir, termasuk Roy Suryo selaku konsultan IT KPK saat pertama kali berdiri.

 

"Awal KPK pertama berdiri independen sesuai UU KPK Nomor 30 Tahun 2002, lembaga yang tidak bergantung pada siapa pun," kata Roy Suryo, Jumat (23/8).

 

Begitu diubah UU KPK No 19 Tahun 2019 di era Presiden Jokowi kemudian langsung berbeda auranya.

 

Sesuai Pasal 1 ayat 3 UU KPK, lembaga anti rasuah itu berubah menjadi badan eksekutif, bukan lagi lembaga independen.

 

Roy Suryo juga mengkritisi ayat 6 UU KPK yang menyebutkan anggota KPK adalah seorang ASN.

 

"Artinya ASN tunduk pada pimpinan, jadi kita minta KPK dikembalikan sebagai lembaga independen," kata Roy Suryo.

 

Sementara Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai KPK saat ini dipakai sebagai alat politik.

 

"Jadi alat politik untuk melindungi dinastinya," kata Sugeng. (rmol)


Prof Jimly Asshiddiqie 

 

SANCAnews.id – Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie menanggapi keputusan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) yang tidak merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah menyusul maraknya aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa di seluruh Indonesia.

 

Jimly menyampaikan apresiasinya terhadap gerakan yang dilakukan oleh para aktivis mahasiswa, akademisi, selebritis, serta tokoh nasional yang secara spontan turun ke jalan untuk menyuarakan hati nuraninya.

 

"Alhamdulillah, berkat nurani bersih dan akal sehat yang disuarakan," ujar Jimly dalam keterangannya di aplikasi X @JimlyAs (23/8/2024).

 

Dikatakan Jimly, para aktifis mahasiswa, akademisi, selebriti, dan tokoh-tokoh nasional yang dalam waktu singkat tanpa rekayasa, semua tumpah ruah ke jalanan.

 

Menurut Jimly, aksi ini menunjukkan kekuatan rakyat dalam mempertahankan konstitusi dan menegakkan demokrasi di Indonesia.

 

"Akhirnya putusan MK dijadikn pegangan final untuk pndaftaran Pilkada mulai 27 Agustus 2024," sebutnya.

 

Jimly mengakhiri pernyataannya dengan ucapan selamat kepada seluruh pihak yang terlibat dalam perjuangan tersebut

 

"Selamat!," tandasnya.

 

Sebelumnya diberitakan, ribuan massa aksi yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat menggelar aksi unjuk rasa di Fly Over, Jalan AP Pettarani, Kecamatan Panakkukang, Makassar, Kamis (22/8/2024).

 

Di antara ribuan massa aksi, nampak beberapa di antaranya emak-emak dan bapak-bapak yang turut menuntut agar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tetap diberlakukan.

 

Pantauan di lokasi, ribuan massa itu terdiri dari beberapa kampus ternama di kota Makassar. Seperti Unhas Makassar, UNM, UMI, dan beberapa kampus swasta lainnya.

 

Sekadar informasi, sebelum massa menggelar aksi di Fly Over, terlebih dahulu iring-iringan rombongan Ibu Negara, Iriana Jokowi melintas.

 

Ibu dari Kaesang Pangarep itu dijadwalkan hadir di ASS Building yang yang tepat di samping kampus UMI Makassar untuk menghadiri agenda "Sosialisasi Pengelolaan Komoditas Hortikultura".

 

"Menolak rezim otoriter!," tertulis pada spanduk yang dibawa oleh massa aksi.

 

Orator dari massa aksi silih berganti meneriakkan orasi ilmiahnya dengan menantang keras upaya Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ingin menganulir keputusan MK.

 

"Hari ini kita berkumpul di bawah flyover yang dibangun dari yang rakyat. Kita berkumpul atas dasar kekecewaan dan cinta kepada negara," teriak salah seorang orator sambil mengangkat toaknya tinggi-tinggi.

 

Menurut orator, apa yang dilakukan DPR keputusan MK yang dianggap mampu memperbaiki citranya itu dilecehkan oleh pihak yang haus kekuasaan.

 

"Keputusan MK yang hari ini kita kawal telah dilecehkan. Revolusi, revolusi, revolusi," tambahnya diikuti oleh para massa aksi.

 

Tidak berhenti di situ, ribuan mahasiswa yang berkumpul di bawah flyover Makassar itu menggaungkan sumpah mahasiswa Indonesia sebagai bentuk solidaritas perlawanan.

 

"Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, bertanah air satu. Tanah air tanpa penindasan. Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan. Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan," teriak massa aksi dipimpin oleh salah seorang orator. (fajar)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.