Latest Post

Ketua KPU DKI Jakarta Wahyu Dinata (tengah) menyerahkan keputusan meloloskan Dharma Pongrekun-Kun Wardana di Pilkada Jakarta 2024 

 

SANCAnews.id – KPU DKI Jakarta memutuskan Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto lolos sebagai calon perseorangan Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pilkada Jakarta 2024.

 

Artinya, besar kemungkinan bakal ada lebih dari satu pasangan calon peserta Pilkada Jakarta 2024, mengingat Ridwan Kamil berencana mencalonkan diri di Pilkada Jakarta 2024 melalui jalur partai politik.

 

Keputusan itu disampaikannya dalam rapat paripurna yang digelar KPU DKI Jakarta pada Kamis (15/8) malam terkait hasil verifikasi faktual kedua pasangan Dharma-Kun.

 

"Pak Dharma Pongrekun dan Kun Wardana memenuhi syarat sebagai bakal calon pasangan calon gubernur dan wakil gubernur untuk 27 November mendatang," ujar Ketua KPU DKI Jakarta Wahyu Dinata, Kamis (15/8).

 

Sementara itu, Ketua Divisi Teknis Pemilu KPU DKI Jakarta Dody Wijaya menjelaskan, berkas persyaratan pasangan Dharma-Kun telah memenuhi syarat dengan 677.468 dukungan.

 

Jumlah itu melebihi syarat dukungan minimal Pilkada Jakarta 2024, yakni di angka 618.968 dukungan yang minimal tersebar di empat wilayah kabupaten dan kota di Jakarta.

 

"Data dukungan untuk verifikasi faktual kedua yang diserahkan 826.766 dukungan yang lolos verifikasi administrasi," ucap Dody.

 

"Dari angka itu, data yang memenuhi syarat verifikasi faktual ada 494.467 dukungan dan yang tidak memenuhi syaratnya 332.299 dukungan," sambungnya.

 

Jika ditotal dengan data yang memenuhi syarat di verifikasi faktual pertama sejumlah 183.001 data dukungan, maka total dukungan di hasil rekapitulasi akhir data yang memenuhi syarat berjumlah 677.468.

 

Menanggapi hal itu, Dharma Pongrekun mengaku sangat bersyukur bisa dinyatakan lolos dari jalur perseorangan.

 

"Yang pertama-tama, saya dan Pak Kun serta semua tim hanya bisa mengatakan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat. Kami boleh berdiri di sini sampai detik ini itu karena kemurahan tuhan," ujarnya.

 

"Dan hasil yang tadi sudah dibacakan bahwa kami lolos karena sudah melebihi batas minimal itu semua karena kemurahan Tuhan dan kekompakan tim selama ini," pungkas Dharma. (jawapos)


Paskibraka 2024/Net 

 

SANCAnews.id – Kontroversi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang melarang 18 anggota Paskibraka muslimah mengenakan jilbab berbuntut panjang.

 

Sekjen Gerakan Pemuda Islam (GPI), Khoirul Amin menantang Kepala BPIP untuk melakukan debat terbuka tentang Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

 

"Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, maka dengan ini saya menyatakan menantang debat terbuka kepada kepala BPIP tentang Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya," kata Amin dalam keterangannya kepada redaksi, Kamis (15/8).

 

Alumni Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY) dan Pasca Sarjana Universitas Jayabaya Jakarta tersebut menilai bahwa BPIP tidak memahami nilai-nilai kebhinekaan yang terkandung dalam ideologi Pancasila.

 

"Jika pemahaman BPIP bahwa penyeragaman uniform itu adalah bagian dari pengejawentahan nilai-nilai Pancasila, maka jelas ada yang salah dalam otak dan pola pikir serta pemahaman mereka tentang Pancasila," tegas Amin.

 

"Bagaimana mungkin sebuah nilai-nilai kebinekaan yang terkandung dalam Pancasila serta hak warga negara untuk melaksanakan ajaran agama dan keyakinannya akan dikangkangi oleh BPIP dengan dalih penyeragaman uniform," lanjutnya.

 

Sekretaris Jenderal Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI) 2007-2010 ini juga menyayangkan ketidakpahaman BPIP tentang hirarki perundang-undangan. Sehingga membuat aturan yang menabrak peraturan dan perundang-undangan di atasnya.

 

"Kalau BPIP paham, tidak mungkin BPIP membuat aturan yang menabrak ideologi negara dan juga peraturan perundang-undangan di atasnya," kata Amin.

 

Amin berharap Presiden Joko Widodo di akhir masa jabatannya untuk meninjau ulang urgensi BPIP.

 

"Jika tidak ada kerjanya, tidak berguna dan hanya menghabiskan uang negara, lebih baik BPIP dibubarkan saja," pungkas Amin. (rmol)


Persiapan 76 Anggota Paskibraka 2024 yang akan bertugas di Istana Negara, IKN pada 17 Agustus 2024 


SANCAnews.id – Kasus pencopotan jilbab 18 perempuan anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibraka) 2024 berbuntut panjang. Presiden Joko Widodo dan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi digugat setelah muncul polemik pencopotan jilbab Paskibraka.

 

Gugatan tersebut salah satunya diajukan oleh Arif Sahudi yang saat ini menjabat sebagai Ketua Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Republik Indonesia (LP3HI), bersama Boyamin Saiman sebagai Ketua Umum Yayasan Mega Bintang dan Rus Utaryono sebagai pengurus atau anggota dari Yayasan Mega Bintang.

 

“Kami mendaftarkan gugatan ini dengan tergugat salah satunya adalah Presiden Jokowi selaku penanggung jawab pelaksanaan upacara ini (peringatan Hari Kemerdekaan RI di Ibu Kota Nusantara (IKN), dan yang kedua adalah BPIP," ujar Arif kepada wartawan, hari ini.

 

Dalam konferensi pers di Kota Solo, Arif selaku penggugat satu mengemukakan gugatan hukum kepada Presiden Jokowi dan kepala BPIP itu telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Solo, Jawa Tengah, Kamis, 15 Agustus 2024. Gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara 172/Pdt.G/2024/PN Skt.

 

Ia menjelaskan alasan pengajuan gugatan hukum itu karena pihaknya menilai tindakan pelepasan jilbab para anggota putri Paskibraka Nasional 2024 oleh BPIP itu melanggar undang-undang hak asasi manusia (HAM). Menurut dia, sejak era reformasi hingga tahun lalu tidak ada larangan bagi anggota putri Paskibraka menggunakan jilbab.

 

"Menurut pendapat kami ini jelas-jelas tindakan melanggar undang-undang HAM dan ini belum pernah dalam sejarah, karena sejak era reformasi sampai 2023 tidak ada larangan menggunakan jilbab," tutur dia.

 

"Tapi dari format gambar (YouTube yang menayangkan pengukuhan Paskibraka Nasional 2024) itu jelas tidak ada gambar orang berjilbab makanya dilaksanakan tanpa jilbab."

 

Salah seorang kuasa hukum penggugat, Dwi Nurdiansyah Santoso menambahkan petitum gugatan mereka adalah berkaitan dengan perbuatan melawan hukum pihak tergugat. Pihak tergugat dianggap melawan hukum karena dalam upacara peringatan Hari Kemerdekaan itu anggota Paskibraka diduga dipaksa atau terpaksa melepas jilbabnya imbas adanya aturan dari BPIP.

 

Dalam tuntutannya, mereka meminta presiden dan Kepala BPIP membayar ganti rugi RP 100 juta untuk biaya pemulihan anggota Paskibraka. Kedua, ganti rugi Rp 100 juta karena Paskibraka diminta melepas hijab atau jilbab saat upacara pengukuhan mereka.

 

"Penggugat meminta Presiden Jokowi dan PPIP selaku pihak tergugat, untuk kemudian menyampaikan permintaan maaf dalam bentuk iklan di sepuluh media massa baik televisi dan online," katanya.

 

Ia pun meminta agar Majelis Hakim untuk memerintahkan Presiden Jokowi atau tergugat satu agar memberhentikan tergugat dua, yaitu Kepala BPIP. Lebih lanjut Arif menuturkan gugatan itu mereka daftarkan dengan tergesa-gesa lantaran ingin pada 17 Agustus 2024 nanti, pelaksanaan upacara peringatan kemerdekaan dapat berjalan seperti halnya tahun lalu.

 

"Jadi yang berhijab ya biar berhijab. Sebab siapa yang akan bisa menjamin? Terbukti bahwa pada saat pengukuhan kemarin tidak pakai (jilbab), kemudian saat muncul polemik katanya boleh pakai. Siapa yang akan menjamin? Karena aturannya tidak dicabut," ujar dia.

 

Di sisi lain, pengurus Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Se-Jakarta juga mengkritik BPIP soal 18 Paskibraka putri yang melepaskan jilbab mereka. Ketua Pengurus Provinsi Purna Paskibraka Indonesia (PPI) DKI Jakarta, Muhammad Nizar menyayangkan dugaan pelepasan jilbab terhadap Paskibraka putri angkatan 2024 itu.

 

"Kami heran saat melihat pengukuhan para calon Paskibraka 2024 oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu di Istana Negara IKN, semua petugas perempuan tidak ada yang memakai jilbab," katanya kepada Tempo hari ini. (tempo)


Anggota DPD RI Dapil Daerah Khusus Jakarta, Fahira Idris 
 

SANCAnews.id – Setelah mendapat respon keras dan penolakan dari berbagai elemen masyarakat, akhirnya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memperbolehkan Paskibraka perempuan berhijab saat bertugas pada Upacara HUT ke-79 RI di Ibu Kota Nusantara (IKN).

 

Polemik atau kegaduhan ini seharusnya tidak terjadi, andai saja BPIP memahami bahwa di Indonesia selama puluhan tahun tidak ada lagi larangan berhijab bagi muslimah apapun profesi dan aktivitasnya, termasuk di acara resmi kenegaraan.

 

Anggota DPD RI Daerah Pemilihan DKI Jakarta Fahira Idris mengatakan, kebebasan yang diberikan negara kepada muslimah di Indonesia untuk berhijab apapun profesi dan aktivitasnya, bahkan bagi personel Polri/TNI, merupakan sebuah hal yang nyata menegakan konstitusi, penghidupan kembali semangat Bhinneka Tunggal Ika, penerapan prinsip dasar Pancasila yang menjunjung tinggi keberagaman sebagai penguat persatuan.

 

Hal ini, lanjut Senator asal Jakarta ini, harus menjadi nilai-nilai yang dijaga dan diperkuat BPIP dalam setiap kebijakannya. Namun dalam konteks kebijakan BPIP yang tidak mengakomodir pakaian atau atribut Paskibraka Muslim berhijab, lembaga ini telah melakukan kesalahan yang sangat fatal karena merugikan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi.


“Walau Paskibraka putri akhirnya dibolehkan pakai jilbab saat Upacara HUT RI di IKN, tetapi tetap, BPIP harus dievaluasi secara menyeluruh. Apa sebenarnya yang ada di dalam benak Kepala BPIP sehingga bisa-bisanya membuat kebijakan seperti ini? Apakah BPIP tidak berpikir bahwa kebijakan ini akan menjadi persoalan besar? Apakah tidak ada kekhawatiran kebijakan mereka ini justru bertentangan dengan semangat Pancasila yang mereka usung? Apa mereka pikir, publik akan diam saja? Menurut saya, penting bagi Presiden, DPR RI dan DPD RI mengevaluasi kinerja BPIP termasuk kewenangan mereka sebagai institusi yang menaungi, membina dan mengukuhkan Paskibraka,” ujar Fahira Idris yang juga Ketua Umum PP Daiyah Parmusi di sela-sela Pertemuan MUI dengan pimpinan Ormas Islam di Jakarta (15/8).

 

Menurut Fahira Idris, Surat Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 yang mengatur standar pakaian, atribut, dan sikap tampang Paskibraka yang dibuat untuk memastikan keseragaman dan kesatuan dalam penampilan anggota Paskibraka selama upacara kenegaraan sangat-sangat problematik bahkan salah kaprah.

 

Pasalnya, aturan ini sangat kental nuansa diskriminasi karena abai dalam melindungi hak-hak petugas Paskibraka putri menjalankan keyakinannya.

 

Selain itu, alasan BPIP bahwa larangan memakai jilbab ini hanya berlaku selama acara pengukuhan dan pengibaran bendera di HUT Kemerdekaan 17 Agustus saja, sangat tidak bisa diterima. Bagi muslimah mengenakan jilbab bernilai ibadah dan ini adalah pengetahuan umum dan sangat mendasar.

 

Itulah kenapa negara memberikan perlindungan dan kebebasan bagi muslimah di Indonesia apapun profesinya mengenakan jilbab termasuk muslimah berprestasi seperti Paskibraka yang akan menjalankan tugas negara.

 

“Fokus kita sekarang adalah mengawal dan memastikan petugas Paskibraka yang sehari-hari mengenakan jilbab, tetap mengenakan jilbab saat nanti bertugas saat Upacara HUT RI, 17 Agustus 2024. Kemudian, mendesak mendesak Presiden, DPR dan DPD RI untuk mengevaluasi dan memberikan sanksi kepada Kepala BPIP atas kebijakannya yang membuat kegaduhan yang benar-benar mengganggu kekhidmatan rakyat menjelang HUT RI,” pungkas Fahira Idris. (fajar)


Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024/Ist 

 

SANCAnews.id – Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi akhirnya meminta maaf terkait isu Paskibraka perempuan yang wajib melepas jilbab saat bertugas di HUT Kemerdekaan RI ke-79, di ibu kota nusantara, Kalimantan Timur.

 

"BPIP menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh Masyarakat Indonesia atas pemberitaan yang berkembang terkait dengan berita Pelepasan Jilbab bagi Paskibraka Putri Tingkat Pusat Tahun 2024," kata Yudian dalam keterangan tertulis, Kamis (15/8).

 

Kata Yudi, BPIP menegaskan mengikuti arahan Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) selaku Penanggung Jawab Pelaksanaan Upacara HUT RI yangmenyatakan bahwa Paskibraka Putri yang mengenakan jilbab dapat bertugas tanpa melepaskan jilbabnya.

 

Di sisi lain, lanjutnya, BPIP turut menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi yang setinggi- tingginya atas peran media dalam memberitakan kiprah Paskibraka selama ini. 

 

Sehari sebelumnya, BPIP membantah tuduhan perihal larangan Paskibraka Putri untuk mengenakan jilbab atau kerudung. 

 

Yudi menegaskan bahwa pihaknya memahami aspirasi masyarakat. Hanya saja, BPIP tidak pernah memaksakan pelarangan penggunaan jilbab. 

 

“Tidak ada pemaksaan tersebut,” tegasnya dalam keterangan tertulis, Rabu (14/8).

 

Menurutnya, penampilan Paskibraka Putri yang mengenakan pakaian, atribut, dan sikap tampang tertentu selama upacara kenegaraan, seperti Pengukuhan Paskibraka dan Pengibaran Sang Merah Putih, dilakukan secara sukarela oleh para anggota Paskibraka. 

 

"Hal ini semata-mata untuk mematuhi peraturan yang berlaku dan hanya diterapkan pada saat Pengukuhan Paskibraka dan Pengibaran Sang Merah Putih pada Upacara Kenegaraan," jelasnya. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.