Latest Post

Pengacara Hotman Paris Hutape 

 

SANCAnews.id – Kuasa hukum Hotman Paris Hutapea menyebut Pegi Setiawan berpotensi ditahan lagi oleh Polda Jabar. Menurut dia, proses perkara Pegi Setiawan belum selesai, hanya perkara praperadilan yang sudah selesai.

 

"Artinya, belum bebas dari pokok perkara," kata Hotman Paris, dikutip dari akunnya di Instagram, Rabu (10/7).

 

"Perkara praperadilan itu hanya soal teknis prosedural hukum acara," jelas Hotman Paris.

 

Hotman mengatakan bahwa kemungkinan Pegi Setiawan bakal kembali diperiksa oleh penyidik mengikuti hukum acara pidana.

 

“Itu bisa dilaksanakan penyidik dalam hitungan hari, atau dalam hitungan minggu berikutnya," kata Hotman Paris. Penyidik, lanjut Hotman, bisa memanggil Pegi sebagai saksi dan langsung ditetapkan sebagai tersangka, bahkan bisa ditetapkan sebagai tahanan.

 

Oleh karena itu, Hotman meminta masyarakan untuk memahami bahwa Pegi Setiawan belum bebas sepenuhnya.

 

"Jadi, pengertian bebas Pegi itu bisa dimaknai bebas praperadilan yang bisa dibuka lagi dalam hitungan hari oleh penyidik," ucap Hotman. (jpnn)


Politikus Partai Gerindra Maruarar Sirait 


SANCAnews.id – Kabar Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) kembali mencuat setelah Badan Legislatif (Baleg) DPR RI menyetujui revisi UU Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres.

 

Politisi Partai Gerindra Maruarar Sirait menilai Presiden Jokowi akan menjadi anggota DPA Presiden terpilih Prabowo Subianto, jika wacana kebangkitan DPA diwujudkan melalui revisi UU Wantimpres.

 

“Saya berdoa. Saya yakin. Saya harapkan Pak Jokowi jadi anggota DPA ke depan. Beliau punya pengalaman sebagai wali kota, gubernur, dan presiden,” kata Maruarar saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, pada Rabu, 10 Juli 2024.

 

Eks politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengklaim, Jokowi orang yang paling pantas menjadi anggota DPA di era presiden terpilih Prabowo. Sebab, kata dia, Jokowi dengan Prabowo punya hubungan yang luar biasa baik.

 

Namun demikian, Maruarar menegaskan, status anggota DPA itu ke depannya bukan untuk mengawasi pemerintahan.

 

“Memberikan pertimbangan. Itu bukan mengawasi. Memberikan pertimbangan masukan nasihat, saran, kepada Prabowo. Saya rasa itu posisi DPA,” kata Ara, panggilan Maruarar.

 

Berbeda dengan Ara, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengaku tidak tahu menahu bahwa upaya membangkitkan DPA ini untuk mengakomodasi wacana Presiden Jokowi menjadi penasihat khusus Presiden terpilih Prabowo Subianto.

 

“(Soal sikap Koalisi Indonesia Maju) ini kan udah persetujuan semua fraksi di DPR. (mengenai wacana Jokowi jadi penasihat Prabowo) itu kita belum tahu,” kata Airlangga di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu, 10 Juli 2024.

 

Namun Airlangga mengatakan, DPA bisa dibangkitkan melalui revisi UU Wantimpres. Airlangga menambahkan, DPR mengusulkan ke pemerintah rencana demikian. Perubahan aturan Wantimpres ini, katanya, sudah disetujui oleh semua fraksi di DPR.

 

“Kalau usulan perubahan undang-undang kan mungkin. Itu kan usulan DPR ke pemerintah. dan itu diparipurnakan nanti,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu.

 

Isu Jokowi menjadi penasihat Prabowo beberapa kali mencuat. Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet sempat mengusulkan DPA kembali diaktifkan. Lembaga ini, kata Bamsoet, bisa menjadi bentuk formal presidential club yang ingin diinisiasi oleh Prabowo.

 

Adapun Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani merespons usulan Bamsoet ini saat sesi wawancara cegat di kompleks DPR/MPR, kawasan Senayan, Jakarta Pusat, pada Ahad, 12 Mei 2024. Soal kemungkinan Jokowi menjadi penasihat Prabowo lewat DPA, Muzani mengatakan, saat ini semua kelembagaan tengah dikaji.

 

Menanggapi hal tersebut, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, dibangkitkannya DPA sebagai lembaga yang sejajar dengan presiden seperti mau kembali ke era Orde Baru. Setelah amandemen 1999-2022, level Wantimpres diubah tidak setinggi lembaga independen lain sebab tugasnya hanya memberi saran.

 

“Kalau kita mau objektif menganalisisnya dari aspek hukum tata negara, pertanyaannya adalah apa wewenangnya? Apa yang membuat dia harus menjadi komisi independen tersendiri yang harus selevel presiden, DPR, dan lain lain,” kata Bivitri saat dihubungi Tempo pada Rabu, 10 Juli 2024.

 

Sebelumnya, Baleg DPR menyepakati revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden.

 

Revisi tersebut dibawa ke sidang paripurna seperti dikonfirmasi oleh Ketua Baleg Supratman Andi Agtas pada Selasa, 10 Juli 2024. Nantinya, status dewan pertimbangan ini akan beralih dari lembaga pemerintah menjadi lembaga negara sehingga akan berkedudukan sejajar dengan presiden.

 

Berdasarkan Pasal 9 draf revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden yang dilihat Tempo, anggota Dewan Pertimbangan Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden melalui keputusan presiden (Keppres). (tempo)


Pakar hukum tata negara, Mahfud MD 

 

SANCAnews.id – Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, mengaku sedih sekaligus malu mengetahui Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari diberhentikan karena melakukan perbuatan asusila. Sebab, saat ini ada dua pimpinan lembaga negara yang terbukti melakukan pelanggaran etik.

 

Mahfud juga menyoroti kasus Ketua KPU sebelumnya dan Hasnaeni si Wanita Emas. Ia menilai masyarakat harus lebih berhati-hati dalam memilih pemimpin yang menjunjung tinggi moral dan etika.

 

"Karena apa, kalau orang berani melanggar moral seperti itu, membohongi istrinya, membohongi anaknya, membohongi teman-teman kerjanya, pasti berani melakukan apa saja untuk membohongi rakyat Indonesia, pasti. Iya dong, pasti," kata  Mahfud dikutip dari podcast Terus Terang Mahfud MD, pada Rabu, 10 Juli 2024.

 

Mahfud menuturkan, persoalan yang ada di beberapa lembaga itu muncul pada era Reformasi sebagai akibat dari demokratisasi. Sebab, kata dia, DPR punya peran yang banyak karena pada era sebelumnya di Orde Baru. 

 

Dia bilang saat itu DPR hanya sebagai rubber stamp atau stempel karet mengesahkan kehendak pemerintah.

 

Ketua KPU RI Hasyim Asyari saat putusan Sidang Perselisihan Hasil Pilpres 2024 

Ia menekankan DPR jadi bisa melakukan tawar-menawar dengan pemerintah. Pasalnya, lanjut Mahfud, mulai dari pengangkatan Hakim Agung, tiga hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pengawas Keuangan (BPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komnas HAM sampai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus melalui DPR.

 

Mahfud menambahkan, tawar-menawar terjadi dengan partai politik dan siapa yang memiliki lobi-lobi khusus dengan partai politik akan menang.

 

Bahkan, kata dia, terjadi trade off atau tukar-menukar jasa karena mereka bisa saja menjanjikan untuk memilih orang-orang yang mengisi deretan lembaga negara tersebut dengan perjanjian tertentu.

 

"Kamu akan saya pilih tapi besok kalau terpilih begini, kamu akan saya pilih tapi besok kalau kamu jadi hakim agung ini diamankan, kalau KPU harus gini dan seterusnya," lanjut Mahfud. 

 

"Di BPK kemudian koruptor, di MA juga hakim agung penerima suap, yang seperti itu merupakan akibat lain, konsekuensi baru dari demokrasi yang tidak terkendali," ujar Mahfud.

 

Sebelum kasus Hasyim, kata Mahfud, Ketua Mahkamah Kontitusi (MK) Anwar Usman sudah lebih dulu terkena pelanggaran etik. Meski demikian, hasil dari yang sudah dikerjakan ketua lembaga negara itu suka tidak suka memang harus kita terima.

 

"Di MK ketua MK-nya pelanggaran etik, sekarang KPU dengan disclaimer, hasil yang sudah dia kerjakan harus kita terima, meskipun lahir dari orang tidak bermoral," kata Mahfud.

 

Menurutnya, kualitas seseorang yang tidak bermoral jadi pemimpin membuat masyarakat ragu atas apa yang sudah dikerjakan. Sekalipun, lanjut Mahfud, apa yang sudah dikerjakan seperti pemilihan umum memang berjalan dengan relatif baik.

 

"Karena secara moral kalau orang seperti itu jangankan membohongi rakyat yang tidak melihat dia langsung, membohongi istrinya yang sehari hari dengan dia saja bisa, anaknya dipermalukan, istrinya dipermalukan, institusinya dipermalukan dan merasa tenang tenang saja tuh sudah begitu," ujar Mahfud. (viva)

Pakar psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel. 

 

SANCAnews.id – Kasus Pegi Setiawan semata-mata persoalan hukum. Namun pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mempertanyakan relevansi penegakan hukum saat Pegi Setiawan mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi.

 

”Sayangnya, Pegi tidak menjelaskan mengapa Presiden disebut secara khusus sebagai pihak yang perlu diberikan ucapan terima kasih,” papar Reza.

 

Ketika Pegi berterima kasih kepada Kapolri, lanjut dia, itu pada awalnya agak membingungkan. Kecuali seandainya proses hukum atas Pegi sudah dihentikan sebelum sidang praperadilan, mungkin memang ada asistensi dan kritisi dari Kapolri terkait aspek prosedural, proporsional, dan profesional, dalam kerja Polda Jabar.

 

”Atau, siapa tahu Kapolri juga sudah menekankan agar Polda selekasnya mengeluarkan SP3 atas Pegi, demi memenuhi keadilan dan kemanusiaan, pasca putusan praperadilan,” tutur Reza.

 

”Jadi, bisalah dipahami ucapan terima kasih Pegi kepada Kapolri,” imbuh dia.

 

Pada sisi lain, menurut dia, apa relevansi atau kontribusi Presiden Jokowi atas kasus Pegi? Tanpa klarifikasi, justru bisa dianggap seolah-olah ada intervensi politik atas kasus Pegi. Dan anggapan seperti itu justru merugikan Pegi, di samping memunculkan aroma kurang sedap tentang independensi otoritas penegakan hukum.

 

”Plus, jangan sampai ucapan terima kasih dari Pegi malah menambah beban Presiden bahwa seakan-akan dia punya kuasa untuk cawe-cawe terhadap proses hukum,” terang Reza.

 

”Ingat perkataan Hakim Eman Sulaeman. Tegasnya, tidak ada kepentingan yang bisa merusak objektivitasnya dalam membuat putusan sidang praperadilan,” tambah dia. (jawapos)



 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang beberapa waktu lalu memastikan akan memindahkan kantornya ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara pada Juli 2024, tampaknya batal.

 

Hal ini, Jokowi mengumumkan rencana tersebut ditunda karena infrastruktur pendukungnya yang belum memadai.

 

"Airnya udah siap belum? Listriknya udah siap belum? Tempatnya sudah siap belum? Kalau siap, pindah," kata Presiden Jokowi saat memberikan keterangan pers usai melepas bantuan Indonesia untuk penanganan bencana di Papua Nugini dan Afganistan di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (8/7/2024) lalu.

 

Jokowi menegaskan bahwa penerbitan Keputusan Presiden tentang pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Nusantara tergantung pada progres pembangunan di lapangan.

 

Kepala Negara juga menyatakan bahwa Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono telah memberikan laporan terkait progres pembangunan infrastruktur di IKN.

 

Salah satu poin penting dari laporan tersebut adalah infrastruktur air dan listrik yang belum siap digunakan, meskipun kantor Presiden sudah siap.

 

"Sudah (dapat laporan), tapi belum (siap digunakan)," ucap Jokowi saat ditanya awak media soal laporan kesiapan infrastruktur dari Kementerian PUPR.

 

Penundaan ini pun mendapat sorotan dari warganet di media sosial, yang banyak memberikan kritikan tajam.

 

Pegiat media sosial Maudy Asmara, misalnya, memposting video Jokowi saat diwawancarai awak media.

 

"Respon Presiden Jokowi soal batal ngantor di IKN bulan Juli.. Kita tidak ingin memaksakan sesuatu yang belum siap," tulis Maudy di akun media sosialnya, Selasa (9/7/2024).

 

"Anaknya juga dipaksa padahal belum layak, sampe mengubah aturan UU lewat MK. Hayo siapa nih dulu 2014 yang nyoblos dia. Dosa kalian seluas galaxy 😄," balas warganet di kolom komentar.

 

"Kau itu Presiden Pa Jokowi!!! tinggal tunjuk ini air mesti ada… itu jaringan listrik mesti siap. jangan cuman mampu ngatur MK doang Pak!!! Gag malu ya Pa… Udah mau lengser, makin hari makin keliatan isine Byueh… ampun sampeyan iki Pa!!! Ampun-ampun kita rakyatmu ki," tambah lainnya.

 

"Tapi kenapa kamu wiiii @jokowi mudah betul ngomong ini itu pindah ngantor di ikn bulan juli, pas ditanya pindah ngantor bulan ini, malah balik nanya ; airnya dah siap belum, listriknya dah siap belum ??????," kritik warganet lainnya. (fajar)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.