Latest Post

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto 

 

SANCAnews.id – Putusan praperadilan yang dijatuhkan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung terkait penetapan tersangka Pegi Setiawan dalam kasus dugaan pembunuhan Vina Cirebon, mendapat banyak tanggapan dari berbagai pihak.

 

Ada anggapan penyidik ​​dalam kasus ini tidak mengikuti prosedur sebenarnya sehingga polisi dianggap lalai dalam menjalankan tugasnya.

 

Penilaian salah satunya datang dari pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto.

 

Ia bahkan menilai kepercayaan masyarakat terhadap kinerja polisi semakin menurun pasca Polda Jabar kalah dalam gugatan praperadilan Pegi Setiawan.

 

Hakim tunggal Eman Sulaeman memutuskan mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan terhadap Polda Jabar sebagai tersangka. Artinya, Pegi Setiawan bebas dari tuntutan hukum dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon.

 

Bambang mengatakan, kelalaian polisi dalam menetapkan tersangka telah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap polisi.

 

Hal ini membuktikan adanya penyalahgunaan kekuasaan dalam penetapan tersangka pembunuhan yang terjadi pada tahun 2016.

 

“Artinya publik akan makin meragukan kinerja dan hasil kerja penyidik kepolisian ke depan,” kata Bambang dilansir dari JPNN, Senin (8/7/2024).

 

“Bahwa dengan kewenangan yang besar yang diberika negara tanpa ada kontrol dan pengawasan yang ketat, dan sistem yang transparan dan akuntabel, risikonya mereka bisa melakukan abuse of power dalam penetapan seseorang menjadi tersangka,” sambung dia.

 

Ia mengungkapkan, dalam kasus ini, ada banyak pihak yang dirugikan. Tidak hanya Pegi Setiawan sebagai korban salah tangkap, tetapi juga institusi Polri.

 

“Rakyat yang sudah membayar pajak untuk membiayai kepolisian, institusi Polri yang harus dijaga marwahnya sebagai penegak hukum yang profesional, dan marwah penegakan hukum yang terkonfirmasi dengan kasus tersebut rapuh,” ungkapnya.

 

Sebelumnya, hakim tunggal Eman Sulaeman memutus untuk mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan atas penetapan tersangka oleh Polda Jabar. Hakim menilai penetapan tersangka oleh penyidik tidak dilakukan sesuai dengan prosedur yakni pemeriksaan atau klarifikasi sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

 

"Hakim tidak sependapat penetapan tersangka hanya berdasarkan dua alat bukti. Harus dilakukan pemeriksaan calon tersangka terlebih dahulu. Alasan-alasan praperadilan, patut dikabulkan. Maka seluruh tindakan termohon menjadi tidak sah," ucap Hakim Eman saat membacakan amar putusan.

 

"Dengan demikian, petitum dalam peradilan secara hukum dapat dikabulkan secara seluruhnya," lanjut Eman. (fajar)


Kuasa hukum Pegi Setiawan, Toni RM di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/6) 

 

SANCAnews.id – Kuasa hukum Pegi Setiawan, Iswandi Marwan meminta Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengambil langkah tegas setelah praperadilan kliennya dimenangkan PN Bandung.

 

Ia mendesak agar Kapolda Jabar Irjen Pol Akhmad Wiyagus dan Dirreskrimum Polda Jabar Kompol Surawan dicopot dari jabatannya.

 

"Ini harus bertanggung jawab. saya meminta agar Dirkrimum bahkan Kapolda dicopot. Ini permintaan ku kepada Kapolri," kata Iswandi kepada wartawan, Senin (8/7).

 

Iswandi menilai Polda Jawa Barat harus bertanggungjawab atas kekeliruannya dalam menetapkan Pegi sebagai tersangka. Sebab, Pengadilan Negeri Bandung sudau memutuskan penetapan tersangka tidak sah secara hukum.

 

"Termasuk yang memimpin beberapa kali gelar perkara itu harus dicopot, harus bertanggungjawab. ini kan sudah hak asasi manusia, pelanggaran hak asasi manusia, ini kesewenang-wenangan," jelasnya.

 

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Bandung memutuskan mengabulkan praperadilan yang diajukan oleh Pegi Setiawan alias Perong alias Robi Irawan. Hakim Tunggal Eman Sulaiman menilai penetapan tersangka Pegi tidak sah secara hukum.

 

"Mengadili satu mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya," kata Eman dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Senin (8/7).

 

"Dua menyatakan proses penetapan tersangka kepada pemohon berdasarkan surat ketetapan nomer SK/90/V/RES124/2024/DITRESKRIMUM tanggal 21 Mei 2024 Atas nama Pegi Setiawan beserta surat yang berkaitan lainnya dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum," lanjutnya.

 

Atas dasar itu, Hakim memerintahkan Polda Jawa Barat menghentikan penyidikan kepada Pegi. Sebab, proses penyidikan dianggap tidak sah.

 

"Memerintahkan kepada termohon Untuk menghentikan penyidikan terhadap berita penyidikan kepada pemohon," jelas Eman. (jawapos)

 

Ibunda Afif Maulana, Anggun Andriani bersama keluarga dan kuasa hukum melakukan audiensi di kantor Komnas HAM, Jakarta. 

 

SANCAnews.id – Netizen mengkritik Polda Sumbar terkait meninggalnya mahasiswa bernama Afif Maulana. Dia diduga tewas karena dianiaya petugas polisi. Informasi kerusakan CCTV dan pernyataan polisi akan mencari pihak yang membuat kasus tersebut viral justru membuat netizen geram.

 

Netizen mengkritik Polda Sumbar terkait meninggalnya mahasiswa bernama Afif Maulana. Dia diduga tewas karena dianiaya petugas polisi. Informasi kerusakan CCTV dan pernyataan polisi akan mencari pihak yang membuat kasus tersebut viral justru membuat netizen geram.

 

Lalu seberapa mungkin Afif Maulana, seperti kata Polda Sumbar, melompat dari atas jembatan guna menyelamatkan diri?

 

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyatakan, pada usia seperti Afif 13 tahun, teman sepermainan punya pengaruh besar. Baik dalam berpikir maupun beraktivitas.

 

Posisi Afif dalam kegiatan pada malam tersebut lanjut dia, sebagai pihak yang diajak. Dia diajak mengikuti kegiatan oleh teman yang beberapa tahun lebih tua daripada dirinya.

 

”Afif berumur puber, sementara temannya berusia pasca puber. Bisa dipastikan Afif bukan pengendali, apalagi penginisiasi,” papar Reza.

 

Berdasar keterangan lanjut dia, situasi pada malam itu boleh dibilang kritis bahkan menakutkan. Mereka dikejar polisi.

 

”Kombinasi ketiga hal tersebut mendorong bekerjanya sistem berpikir 1, bukan sistem berpikir 2. Sistem berpikir 1 berlangsung secara sangat cepat. Data di-bypass sangat ekstrem, sehingga proses berpikir laksana garis lurus tanpa percabangan,” terang Reza.

 

”Tidak ada opsi keputusan yang bersifat majemuk. Opsi tunggal, yakni menyamakan diri dengan keputusan atau perilaku orang-orang lain,” tambah dia.

 

Sehingga, menurut dia, hitung-hitungan di atas kertas, kalau teman-temannya lari, Afif juga akan lari. Kalau teman-temannya melawan, Afif juga akan melawan, dan sejenisnya.

 

”Andai dibayangkan bahwa ketika teman-temannya menyerah kepada polisi, Afif justru menjadi satu-satunya orang yang melompat dari jembatan, perilaku Afif sedemikian rupa bertolak belakang dengan rumusan tadi,” ujar Reza.

 

Dia mengatakan, kemungkinan Afif melompat, selalu ada.

 

”Namun landasan berpikir saya condong mengarah ke probabilitas yang lebih besar bahwa dalam situasi genting pada saat dikejar polisi, Afif akan membuat keputusan untuk juga melakukan apa yang dilakukan teman-temannya,” ucap Reza. (jawapos)


Ilustrasi Foto/Net 

 

SANCAnews.id – DPR didesak membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut skandal mark-up (selisih harga) impor beras 2,2 juta ton senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar.

 

Hal itu diungkapkan Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan terkait kasus yang menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.

 

"Segera nanti kita usulkan dan dorong,” kata Daniel Johan lewat keterangan tertulis yang diterima redaksi, Minggu (7/7).

 

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini memandang, pembentukan Pansus skandal impor beras diperlukan untuk memperbaiki tata kelola pangan.

 

Daniel Johan juga menekankan, pembentukan Pansus ini sebagai komitmen dan langkah pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan.

 

“Sekaligus perbaiki tata kelola dan memastikan komitmen dan langkah pemerintah dalam wujudkan kedaulatan pangan dan keberpihakan kepada petani dan kemandirian pangan,” tandas Daniel Johan.

 

Adapun terkait kasus itu, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) telah melaporkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Jakarta, Rabu, (3/7). (rmol)


Ketua KPK Non Aktif Firli Bahuri saat menjalani proses penyidikan 

 

SANCAnews.id – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dikabarkan menghilang seiring dengan hilangnya kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sejak November 2023. Dalam kasus yang ditangani Polda Metro Jaya, Firli telah menjadi tersangka selama tujuh bulan.

 

Video yang beredar memperlihatkan Firli bermain bulu tangkis bersama mantan atlet nasional Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Marcus Fernaldi Gideon atau The Minions di GOR Djarum, Jl Slipi I, No 57, Jakarta Barat. Firli tertangkap kamera sedang bermain tepok bulu setelah videonya diunggah ke akun X dengan akun @caramelscroffle.

 

“Finally!! Our MINIONS,” cuit akun @caramelscroffle di platform X, Minggu (6/7).

 

Video yang berdurasi 0:59 detik itu memperlihatkan Firli bermain dengan melawan Marcus/Kevin. Dalam video tersebut juga terdengar suara "Jangan kendor serang terus.”

 

Menanggapi itu, Hariyanto Arbi selaku panitia pelaksana acara tersebut menyebut pertandingan tersebut dalam rangka acara kumpul-kumpul saja.

 

“Acara kumpul2 aja. tidak (soal Kevin/Marcus kembali main profesional) kalau itu tanya mereka (Kevin/Marcus). Kita cuma ngumpul,” ujar Hariyanto.

 

Hariyanto juga mengungkapkan, acara tersebut diselenggarakan di GOR Djarum, Jakbar, pada Sabtu (6/7) pagi. Hariyanto mengatakan yang bermain bukan hanya Kevin/Marcus, melainkan ada legenda lainnya, seperti Tontowi Ahmad, Susy Susanti, dan Alan Budikusuma.

 

 “Banyak, ada Susy (Susanti) dan Alan (Budikusuma),” paparnya.

 

Sementara soal adanya Firli dalam laga di GOR Djarum, Hariyanto mengatakan bahwa dirinya tak mengetahui hal tersebut.

 

“Lah tahu dari mana? Gak tahu ya,” papar Hariyanto.(jawapos)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.