Latest Post

Kuasa hukum Pegi Setiawan, Toni RM di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/6) 

 

SANCAnews.id – Kuasa hukum Pegi Setiawan, Iswandi Marwan meminta Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengambil langkah tegas setelah praperadilan kliennya dimenangkan PN Bandung.

 

Ia mendesak agar Kapolda Jabar Irjen Pol Akhmad Wiyagus dan Dirreskrimum Polda Jabar Kompol Surawan dicopot dari jabatannya.

 

"Ini harus bertanggung jawab. saya meminta agar Dirkrimum bahkan Kapolda dicopot. Ini permintaan ku kepada Kapolri," kata Iswandi kepada wartawan, Senin (8/7).

 

Iswandi menilai Polda Jawa Barat harus bertanggungjawab atas kekeliruannya dalam menetapkan Pegi sebagai tersangka. Sebab, Pengadilan Negeri Bandung sudau memutuskan penetapan tersangka tidak sah secara hukum.

 

"Termasuk yang memimpin beberapa kali gelar perkara itu harus dicopot, harus bertanggungjawab. ini kan sudah hak asasi manusia, pelanggaran hak asasi manusia, ini kesewenang-wenangan," jelasnya.

 

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Bandung memutuskan mengabulkan praperadilan yang diajukan oleh Pegi Setiawan alias Perong alias Robi Irawan. Hakim Tunggal Eman Sulaiman menilai penetapan tersangka Pegi tidak sah secara hukum.

 

"Mengadili satu mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya," kata Eman dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Senin (8/7).

 

"Dua menyatakan proses penetapan tersangka kepada pemohon berdasarkan surat ketetapan nomer SK/90/V/RES124/2024/DITRESKRIMUM tanggal 21 Mei 2024 Atas nama Pegi Setiawan beserta surat yang berkaitan lainnya dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum," lanjutnya.

 

Atas dasar itu, Hakim memerintahkan Polda Jawa Barat menghentikan penyidikan kepada Pegi. Sebab, proses penyidikan dianggap tidak sah.

 

"Memerintahkan kepada termohon Untuk menghentikan penyidikan terhadap berita penyidikan kepada pemohon," jelas Eman. (jawapos)

 

Ibunda Afif Maulana, Anggun Andriani bersama keluarga dan kuasa hukum melakukan audiensi di kantor Komnas HAM, Jakarta. 

 

SANCAnews.id – Netizen mengkritik Polda Sumbar terkait meninggalnya mahasiswa bernama Afif Maulana. Dia diduga tewas karena dianiaya petugas polisi. Informasi kerusakan CCTV dan pernyataan polisi akan mencari pihak yang membuat kasus tersebut viral justru membuat netizen geram.

 

Netizen mengkritik Polda Sumbar terkait meninggalnya mahasiswa bernama Afif Maulana. Dia diduga tewas karena dianiaya petugas polisi. Informasi kerusakan CCTV dan pernyataan polisi akan mencari pihak yang membuat kasus tersebut viral justru membuat netizen geram.

 

Lalu seberapa mungkin Afif Maulana, seperti kata Polda Sumbar, melompat dari atas jembatan guna menyelamatkan diri?

 

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyatakan, pada usia seperti Afif 13 tahun, teman sepermainan punya pengaruh besar. Baik dalam berpikir maupun beraktivitas.

 

Posisi Afif dalam kegiatan pada malam tersebut lanjut dia, sebagai pihak yang diajak. Dia diajak mengikuti kegiatan oleh teman yang beberapa tahun lebih tua daripada dirinya.

 

”Afif berumur puber, sementara temannya berusia pasca puber. Bisa dipastikan Afif bukan pengendali, apalagi penginisiasi,” papar Reza.

 

Berdasar keterangan lanjut dia, situasi pada malam itu boleh dibilang kritis bahkan menakutkan. Mereka dikejar polisi.

 

”Kombinasi ketiga hal tersebut mendorong bekerjanya sistem berpikir 1, bukan sistem berpikir 2. Sistem berpikir 1 berlangsung secara sangat cepat. Data di-bypass sangat ekstrem, sehingga proses berpikir laksana garis lurus tanpa percabangan,” terang Reza.

 

”Tidak ada opsi keputusan yang bersifat majemuk. Opsi tunggal, yakni menyamakan diri dengan keputusan atau perilaku orang-orang lain,” tambah dia.

 

Sehingga, menurut dia, hitung-hitungan di atas kertas, kalau teman-temannya lari, Afif juga akan lari. Kalau teman-temannya melawan, Afif juga akan melawan, dan sejenisnya.

 

”Andai dibayangkan bahwa ketika teman-temannya menyerah kepada polisi, Afif justru menjadi satu-satunya orang yang melompat dari jembatan, perilaku Afif sedemikian rupa bertolak belakang dengan rumusan tadi,” ujar Reza.

 

Dia mengatakan, kemungkinan Afif melompat, selalu ada.

 

”Namun landasan berpikir saya condong mengarah ke probabilitas yang lebih besar bahwa dalam situasi genting pada saat dikejar polisi, Afif akan membuat keputusan untuk juga melakukan apa yang dilakukan teman-temannya,” ucap Reza. (jawapos)


Ilustrasi Foto/Net 

 

SANCAnews.id – DPR didesak membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut skandal mark-up (selisih harga) impor beras 2,2 juta ton senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar.

 

Hal itu diungkapkan Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan terkait kasus yang menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.

 

"Segera nanti kita usulkan dan dorong,” kata Daniel Johan lewat keterangan tertulis yang diterima redaksi, Minggu (7/7).

 

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini memandang, pembentukan Pansus skandal impor beras diperlukan untuk memperbaiki tata kelola pangan.

 

Daniel Johan juga menekankan, pembentukan Pansus ini sebagai komitmen dan langkah pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan.

 

“Sekaligus perbaiki tata kelola dan memastikan komitmen dan langkah pemerintah dalam wujudkan kedaulatan pangan dan keberpihakan kepada petani dan kemandirian pangan,” tandas Daniel Johan.

 

Adapun terkait kasus itu, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) telah melaporkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Jakarta, Rabu, (3/7). (rmol)


Ketua KPK Non Aktif Firli Bahuri saat menjalani proses penyidikan 

 

SANCAnews.id – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dikabarkan menghilang seiring dengan hilangnya kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sejak November 2023. Dalam kasus yang ditangani Polda Metro Jaya, Firli telah menjadi tersangka selama tujuh bulan.

 

Video yang beredar memperlihatkan Firli bermain bulu tangkis bersama mantan atlet nasional Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Marcus Fernaldi Gideon atau The Minions di GOR Djarum, Jl Slipi I, No 57, Jakarta Barat. Firli tertangkap kamera sedang bermain tepok bulu setelah videonya diunggah ke akun X dengan akun @caramelscroffle.

 

“Finally!! Our MINIONS,” cuit akun @caramelscroffle di platform X, Minggu (6/7).

 

Video yang berdurasi 0:59 detik itu memperlihatkan Firli bermain dengan melawan Marcus/Kevin. Dalam video tersebut juga terdengar suara "Jangan kendor serang terus.”

 

Menanggapi itu, Hariyanto Arbi selaku panitia pelaksana acara tersebut menyebut pertandingan tersebut dalam rangka acara kumpul-kumpul saja.

 

“Acara kumpul2 aja. tidak (soal Kevin/Marcus kembali main profesional) kalau itu tanya mereka (Kevin/Marcus). Kita cuma ngumpul,” ujar Hariyanto.

 

Hariyanto juga mengungkapkan, acara tersebut diselenggarakan di GOR Djarum, Jakbar, pada Sabtu (6/7) pagi. Hariyanto mengatakan yang bermain bukan hanya Kevin/Marcus, melainkan ada legenda lainnya, seperti Tontowi Ahmad, Susy Susanti, dan Alan Budikusuma.

 

 “Banyak, ada Susy (Susanti) dan Alan (Budikusuma),” paparnya.

 

Sementara soal adanya Firli dalam laga di GOR Djarum, Hariyanto mengatakan bahwa dirinya tak mengetahui hal tersebut.

 

“Lah tahu dari mana? Gak tahu ya,” papar Hariyanto.(jawapos)


Dokter Tifa/Net 

 

SANCAnews.id – Akademika Universitas Airlangga (UNAIR) yang didominasi kalangan dokter pun turut menggelar aksi unjuk rasa. Mereka memprotes pencopotan Prof Budi Santoso dari jabatannya karena menolak program dokter asing di Indonesia.

 

Menanggapi aksi tersebut, pegiat media sosial yang juga seorang dokter, dr Tifauziyah Tyassuma memberikan tanggapan dingin. Menurutnya, yang harus ditunjukkan adalah implementasi undang-undang yang memperbolehkan dokter asing bekerja di Indonesia.

 

"Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law tahun 2023 sudah menyebutkan bahwa Dokter Asing diizinkan oleh Undang-Undang untuk bekerja di Konoha," tulis Dokter Tifa, mengawali cuitannya di X.

 

Artinya, lanjut dia, kebijakan Menkes mau impor Dokter Asing 1 juta orang pun sudah dilindungi Undang-Undang. "Mau 91 Dekan Fakultas Kedokteran lain selain Prof BUS menolak, paling-paling akan menemui nasib yang sama dengan Prof BUS," tambahnya.

 

"Jadi, Para Dokter sekalian, yang harus dilakukan bukan demo Prof BUS dipecat. Tapi negara ini harus diruwat. diruqyah. Sudah kebanyakan setan jadi Pejabat," tandasnya, dikutip Sabtu (6/7/2024).

 

"Kemarin UNAIR diam saja, bagus ada peristiwa begini, jadi pada bangun. Harusnya semua akademisi kampus bangun. Trus jangan mbacoooottttt saja. Mogok masal kampus seluruh Indonesia. Rakyat juga, jangan diam asal perut kenyang. Truk truk distribusi mogok masal. Mandeg Pemerintahan," balas warganet di kolom komentar.

 

"Dokter impor? Apakah kita kekurangan dokter? Padahal faktanya masih banyak dokter yang pendistribusiannya aja gak bener…," komentar lainnya.

 

"Just info.. KONOHA adl singkatan dari: Kingdom Of Nepotism, oligarchy, Hypocritical, Anticriticism.," kritik warganet lainnya. 

 

Untuk diketahui, aksi unjuk rasa para akademisi berlangsung di Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, buntut pencopotan Dekan FK Budi Santoso.

 

Aksi solidaritas penolakan itu dihadiri oleh ratusan dosen, alumni dan sejawat dokter hingga mahasiswa di halaman Gedung FK Kampus A UNAIR pada Kamis, 4 Juli 2024.

 

Guru besar hingga dosen di Falkultas Kedokteran (FK) UNAIR mengancam akan melakukan mogok belajar dan mengajar di kampus buntut pencopotan Prof dr Budi Santoso. (fajar)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.