Latest Post

Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung/Net 

 

SANCAnews.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta tidak lagi menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.

 

Hal itu disampaikan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung dalam diskusi publik bertajuk "Sirekap Pemilu 2024: Evaluasi dan Rekomendasi Pilkada Serentak 2024 yang disiarkan melalui kanal YouTube Network for Democracy and Election Integrity (Netgrit), Sabtu (6/7).

 

"Kami meminta kepada KPU kalau ada penggunaan Sirekap di pilkada, kami ingin penjelasan lebih detail tentang pelaksanaannya, dan evaluasi terhadap di pileg dan pilpres kemarin, sebelum nanti kami ambil keputusan," ujar dia.

 

Menurut Doli, penggunaan Sirekap diperlukan di masa era digitalisasi sekarang ini, karena memberikan dampak positif berupa kemudahan bagi penyelenggara pemilu merekapitulasi hasil penghitungan suara.

 

"Tapi kalau teman-teman penyelenggara tidak siap, daripada timbul kekisruhan lagi lebih baik kita tunda," sambungnya menyarankan.

 

Pasalnya, Doli menemukan sejumlah masukan dari berbagai pihak tentang penggunaan Sirekap di pemilihan umum (Pemilu) Serentak 2024 kemarin tidak luput dari berbagai permasalahan.

 

"Kemarin banyak sekali yang ribut. Kami di parpol antara caleg, karena mereka melihat hari ini angkanya sekian, tapi besok pagi perolehan suara yang dia peroleh hilang atau berpindah ke calon yang lain," urai Doli.

 

"Jadi sebenarnya kita masyarakat semua melihatnya dari display-nya saja. Maka pada waktu itu saya termasuk yang menyarankan untuk disetop daripada kisruh, ribut," demikian politisi Partai Golkar ini menambahkan. (rmol)


Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri usai menjalani pemeriksaan di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (27/12/2023) 

 

SANCAnews.id – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri berstatus tersangka. Firli Bahuri merupakan tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

 

Hingga saat ini, kelanjutan kasus Firli masih belum jelas. Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menjelaskan alasan lambatnya penanganan kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Firli Bahuri kepada SYL. Diakuinya, berdasarkan instruksi jaksa, kasus tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu.

 

"Kita sudah koordinasi dengan jaksa kembali bahwa kita tidak boleh mencicil perkara, makanya agak lambat," kata Karyoto, Sabtu (6/7).

 

Polda Metro Jaya selain menangani kasus dugaan pemerasan, kini tengah menyelidiki perkara pertemuan pimpinan KPK dengan pihak berperkara. Selain itu, ada pula perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

 

"Pada prinsipnya dalam asas hukum pidana kami tidak boleh mencicil perkara karena memang kemarin Pasal 36 agak belakang. Kita fokus kemarin di pasal pemerasan dan dugaan suap tapi karena kita sudah koordinasi dengan jaksa kembali bahwa kita tidak boleh mencicil perkara. Makanya, agak lambat," jelasnya.

 

Diketahui, Polda Metro Jaya resmi menaikkan status Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan kepada SYL. Penetapan itu dilakukan usai gelar perkara. "Menetapkan Saudara FB selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka," kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (22/11/2023).

 

Penetapan tersangka juga berdasarkan hasil pemeriksaan 91 saksi. Dilengkapi dengan penggeledahan di dua lokasi, yakni rumah Jalan Kertanegara Nomor 46, Jakarta Selatan, dan rumah Gardenia Villa Galaxy, Bekasi Selatan.

 

Penyidik juga telah melakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa data elektronik dan bahan elektronik. Kemudian dokumen penukaran vallas dalam pecahan SGD dan USD dari beberapa outlet money changer dengan nilai total Rp 7,4 miliar sejak bulan Februari 2021 sampai September 2023.

 

Penyitaan juga dilakukan terhadap salinan berita acara penggeledahan, penyitaan, penitipan barang bukti pada rumah dinas Mentan yang didalamnya berisi lembar disposisi pimpinan KPK. Dilakukan penyitaan terhadap pakaian, sepatu, maupun pin yang digunakan oleh SYL saat pertemuan di Gor bersama Firli pada Maret 2022.

 

Barang bukti lainnya yakni satu eksternal hardisk dari penyerahan KPK RI. Hardisk ini berisi ekstraksi data dari barang bukti elektronik yang telah dilakukan penyitaan KPK, dilakukan juga penyitaan LHKPN atas nama Firli pada periode 2019 sampai 2022.

 

Barang bukti selanjutnya 21 unit handphone, 17 akun email, 4 flashdisk, 2 mobil, 3 kartu uang elektronik, 1 buah kunci atau remote keyless mobil, 1 dompet cokelat, 1 anak kunci gembok dan gantungan kunci kuning berlogo KPK, serta beberapa surat atau dokumen lainnya.

 

Firli dijerat Pasal 12 e atau Pasal 12B atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Junto Pasal 65 KUHP. (jawapos)


Ahmad Farisi dan A. Fahrur Rozi selaku pemohon menyampaikan pokok permasalahannya pada sidang pendahuluan di Mahkamah Konstitusi, Jumat (5/7)/Ist 

 

SANCAnews.id – Dua warga negara yakni Ahmad Farisi yang berprofesi sebagai peneliti bersama A. Fahrur Rozi yang merupakan mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Mereka memohonkan pengujian Pasal 70 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi.

 

Sidang Perkara Nomor 52/PUU-XXII/2024 yang dipimpin oleh Wakil MK Saldi Isra dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur ini digelar di Ruang Sidang Panel MK pada Jumat (5/7).

 

Para Pemohon menyebut berhak atas penyelenggaraan Pilkada yang jujur, demokratis, berkepastian secara hukum serta bebas dari adanya konflik kepentingan. Namun pasal yang diujikan membuka pintu monopoli kekuasaan dan praktik nepotisme oleh kepala daerah aktif dan pajabat negara lainnya.

 

Untuk itu, para Pemohon memohonkan agar Mahkamah mewajibkan kepala daerah dan pejabat negara lainnya cuti dari jabatannya selama waktu kampanye.

 

“Pada intinya pasal a quo tidak memberikan limitasi akses kekuasaan dan penggunaan perangkat kenegaraan bagi pejabat negara dimaksud ketika melakukan kampanye politik," jelas Farisi yang hadir langsung di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK.

 

"Hal tersebut sangat memungkinkan membuka adanya monopoli wewenang dan instrumen kekuasaan untuk kepentingan calon tertentu yang menyebabkan pelaksanaan Pilkada tidak menjadi fair, demokratis, dan bebas dari segala bentuk praktik kolusi dan nepotisme,” sambungnya.

 

Selain itu, menurut para Pemohon, pasal tersebut menyebabkan ketiadaan batasan yang mengatur secara rigid instrumen kekuasaan dan perangkat kenegaraan yang senantiasa melekat dalam pejabat negara. Sehingga membuka ruang besar bagi monopoli keterpilihan elektoral melalui perangkat dan instrumen kekuasaan oleh pejabat negara.

 

Di samping itu, tidak adanya ketentuan yang melarang Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, Pejabat Daerah, serta pejabat lainnya melakukan kampanye yang memiliki hubungan keluarga/semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan peserta Pilkada juga sangat memungkinkan bagi terjadinya praktik nepotisme dalam Pilkada.

 

Dengan demikian, Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 70 ayat (2) menjadi berbunyi, “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, pejabat negara lainnya, serta pejabat daerah dapat ikut dalam kampanye dengan: a. tidak menggunakan fasilitas jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan; b. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan c. tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pasangan calon serta tidak memiliki potensi konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak jabatan masing-masing.” (rmol)


Chusnul Chotimah 

 

SANCAnews.id – Loyalis Ganjar Pranowo, Chusnul Chotimah pun mengomentari penghentian festival kuliner non-halal di Solo. Festival tersebut dihentikan menyusul protes dari beberapa Organisasi Masyarakat (Ormas).

 

Menanggapi hal tersebut, Chusnul mengkritik Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang dinilai tidak punya power.

 

"Walikotanya sibuk pencitraan di DKI, daerahnya sendiri kalah sama ormas," ujar Chusnul dalam keterangannya di aplikasi X @ch_chotimah2 (4/7/2024).

 

Tidak berhenti di situ, Chusnul juga memberikan tamparan kepada Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang bungkam terkait isu tersebut.

 

"Biasanya PSI paling cepat bersuara soal ini, sudah bersuara belum? Jangan berani hanya sama Anies," cetusnya.

 

Sebelumnya, Festival Kuliner Non-Halal di Solo batal setelah mendapat protes dari Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS).

 

Festival yang bertajuk "Festival Kuliner Pecinan Nusantara" sedianya digelar di Solo Paragon Mal pada 3-7 Juli 2024.

 

Namun, keberatan dari DSKS disampaikan secara tertulis melalui Pemerintah Kota (Pemkot) dan Polresta Surakarta.

 

Humas DSKS, Endro Sudarsono, mengklaim festival kuliner tersebut menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

 

Ia membandingkan festival kuliner non-halal serupa yang digelar di daerah lain, yang meskipun menyajikan kuliner non-halal, tidak terlalu terbuka mempublikasikan kegiatannya.

 

Selain itu, Endro juga mempersoalkan perizinan festival kuliner non-halal di Solo Paragon Mal.

 

Ia mengatakan bahwa Pemkot Solo hingga saat ini belum mengeluarkan izin untuk kegiatan yang direncanakan di pusat pertokoan tersebut. (fajar)


Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh 

 

SANCAnews.id – Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) terus diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satunya dengan mendalami aliran uang korupsi Kementerian Pertanian untuk pembangunan green house di Kepulauan Seribu.

 

Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan berencana memanggil Ketua Nasdem Surya Paloh untuk mendalami pernyataan pendiri Nasdem Kisman Latumakulita yang menyebut green house itu milik Surya Paloh.

 

"Tentunya seperti juga pernah disampaikan oleh Pak Jubir, siapa pun yang terkait dengan tindak pidana korupsi itu akan kami minta keterangan (termasuk memanggil Surya Paloh)," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, Jumat (5/6).

 

Asep juga mendapat informasi lain terkait pembangunan green house di Pulau Balige dengan sumber keuangan dari Kementan.

 

"Memang kami dapat informasi terkait dengan masalah pembangunan green house ini," terang Asep.

 

Untuk itu, kata Asep, pihaknya akan mendalami hal tersebut di perkara TPPU SYL yang hingga saat ini masih dalam proses penyidikan di KPK. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.