SANCAnews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi atau
KPK membuka saluran pengaduan masyarakat terkait dugaan praktik korupsi pada
pemilihan kepala daerah mendatang.
KPK juga mencermati potensi penyalahgunaan anggaran, antara
lain dana beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk aspirasi anggota DPR di
sejumlah daerah untuk keperluan pemilu di Pilkada 2024 dan lainnya.
“Bagi masyarakat yang menemukan dugaan praktek korupsi dan
penyalahgunaan anggaran silakan laporkan. Kita akan proses,” kata Juru Bicara
KPK, Tessa Mahardika di Jakarta.
Seperti dikutip Metrotvnews.com Tessa menjelaskan, terkait
Pilkada, KPK melakukan 3 pendekatan, yaknj Kampanye antikorupsi dengan tema
Hajar Serangan Fajar, untuk meningkatkan kesadaran publik terkait pencegahan
Politik Uang dan korupsi menjelang pencoblosan.
Selain itu, penguatan Antikorupsi untuk Penyelenggara Negara
Berintegritas (PAKU Integritas), (Bawaslu - penyelenggara pemilu); Politik
Cerdas Berintegritas (PCB) terpadu (partai, kader - sebagai peserta pemilu)
Kedua, pencegahan yakni kewajiban melaporkan LHKPN bagi bagi
bakal calon kepala daerah. Monitoring Center for Prevention (MCP) oleh korsup -
yang menjadi basis identifikasi permasalahan di tiap daerah.
“Ketiga, membuka saluran pengaduan masyarakat,” ujar Tessa.
Terkait Pilkada, Ombudsman Republik Indonesia sebelumnya juga
mempertanyakan standar moral dugaan praktik penyaluran beasiswa Kartu Indonesia
Pintar (KIP) Kuliah jalur aspirasi oleh anggota DPR di sejumlah daerah untuk
kepentingan elektoral Pilkada 2024 dan lainnya.
"Tak hanya KIP, ada juga beberapa lainnya. Ini yang
perlu dipertanyakan, apakah secara moral patut? Bukankah itu sarat dengan
konflik kepentingan dan lainnya," kata Anggota Ombudsman Republik
Indonesia, Indraza Marzuki Rais beberapa waktu lalu.
Founder Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pendidikan Fuad Adnan
juga ikut mengkritisi model penyaluran KIP Kuliah jalur aspirasi anggota DPR di
sejumlah daerah untuk kepentingan Pilkada 2024 dan elektoral lainnya.
LBH Pendidikan bahkan menyebut cara penyaluran beasiswa
berbau politis ini melanggar ketentuan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020 tentang
Program Indonesia Pintar.
Indraza melanjutkan, tak hanya secara moral dan etika,
praktik semacam itu patut dipertanyakan prosedurnya. "Apakah KIP Kuliah
jalur aspirasi oleh DPR ini sudah benar secara prosedur?"
Oleh karena itu, tegasnya, pihak terkait perlu mempertegas
dan memperjelas prosedurnya seperti apa.
Ia juga menilai publik seharusnya melakukan perlawanan dengan
cara tidak melayani tindakan yang tidak patut ini.
"Sanksinya tentu juga secara moral. Publik bisa saja
menghukumnya dengan tidak memilih kepentingan elektoral dari anggota DPR
tersebut," tegasnya.
Ditanya, apakah institusi lain seperti Komisi Pemberantasan
Korupsi layak melakukan penyelidikan karena potensi penyalahgunaan ini juga
menggunakan dana APBN yang nota bene uang rakyat, Indraza enggan berkomentar.
"Itu silahkan, urusan penegak hukum untuk masuk atau
tidak. Bagi kami hanya kepentingan moral dan kepatutan," katanya.
Tak tepat sasaran
Sebelumnya, Staf Khusus (Stafsus) Presiden Billy Mambrasar
juga mengkritisi program KIP Kuliah ini karena diduga kerap dimanfaatkan untuk
kepentingan elektoral anggota DPR dan bahkan kepentingan elektoral keluarganya
yang tengah mengikuti momentum pilkada.
“Siapa yang dapat menjamin dan mencegah agar DPR tidak
subjektif dan hanya memberikan program KIP Kuliah jalur aspirasi mereka ini,
kepada hanya orang-orang yang memilih mereka saat Pileg, atau buruknya,
kerabat, serta kenalannya saja,” kata Billy.
Menurut Billy, dirinya khawatir dengan subjektivitas DPR
dalam memilih calon pendaftar KIP Kuliah banyak tidak tepat sasaran.
Karena itu, tambahnya, masyarakat Indonesia yang secara
ekonomi kurang mampu dan membutuhkan, bakal kehilangan kesempatan untuk
mendapatkan manfaat program ini.
Warga Polewali Mandar, Andi Maulana sebelumnya mengeluhkan
penyerahan beasiswa KIP Kuliah kepada mahasiswa STIKES Bina Bangsa (BBM) yang
dilakukan oleh salah satu Anggota Komisi X DPR, Ratih Megasari Singkaru.
Andi Maulana menilai anggota DPR tersebut seringkali
mempolitisasi pemberian beasiswa untuk diri dan keluarganya.
Menurutnya, Ratih bahkan tidak malu mengklaim beasiswa
tersebut sebagai beasiswa dari dirinya, padahal anggaran beasiswa tersebut
bersumber dari APBN. (fajar)