Latest Post

Presiden Jokowi 
 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) yang memberhentikan Hasyim Asy'ari sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan memecat Hasyim Asy'ari.

 

Hasyim terbukti melakukan pelanggaran etik berupa perbuatan asusila terhadap anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag.

 

"Pemerintah menghormati Putusan DKPP sebagai lembaga yang berwenang menangani pelanggaran kode etik dari Penyelenggara Pemilu," kata Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana dalam keterangannya, Rabu (3/7).

 

"Mengenai sanksi pemberhentian tetap untuk Ketua KPU Hasyim Asy'ari oleh DKPP, akan ditindaklanjuti dengan penerbitan Keputusan Presiden," sambungnya.

 

Ari juga memastikan, pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 berlangsung sesuai jadwal. Ia menekankan, tidak ada hambatan dalam gelaran Pilkada 2024.

 

"Pemerintah memastikan Pilkada Serentak tetap berlangsung sesuai jadwal, karena terdapat mekanisme pemberhentian antar waktu untuk mengisi kekosongan anggota KPU," tegasnya.

 

Sebagaimana diketahui, DKPP menjatuhkan sanksi berat berupa pemecatan terhadap Hasyim Asy'ari. Hasyim terbukti melakukan tindakan asusila terhadap Anggota PPLN.

 

"Menjatuhkan sanksi pemberhetian tetap kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku Ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan," ucap Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan di kantor DKPP, Jakarta, Rabu (3/7).

 

Heddy menjelaskan, putusan ini harus segera dilaksanakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) secepatnya. DKPP meminta Jokowi menindaklanjutinya paling lambat tujuh hari setelah putusan diketut.

 

"Presiden RI untuk melakukan putusan ini terhitung 7 setelah putusan ini," pungkasnya. (jawapos)


Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo/Ist  

 

SANCAnews.id – Mabes Polri turun tangan menangani kasus meninggalnya siswa SMP bernama Afif Maulana di Kuranji, Padang, Sumatera Barat. Sebab, kasus ini menarik perhatian publik.

 

"Sudah turun dari Mabes, tim Itwasum, Propam untuk cek penyidikan dan proses yang dilakukan. Termasuk Kompolnas juga turun untuk cek," kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada wartawan pada Selasa (2/7).

 

Sigit pun memastikan kasus tersebut belum ditutup seperti yang disampaikan oleh Kapolda Sumatera Barat Irjen Suharyono yang menyebut penyebab Afif tewas karena mengalami patah tulang, akibat melompat dari jembatan.

 

Justru sebaliknya, Sigit mempersilakan publik memantau perkembangan pengungkapan kasus tersebut.

 

Nantinya, bila ada bukti baru dalam kasus ini, Sigit memastikan akan menindak tegas anggotanya yang terbukti melakukan perbuatan pidana.

 

"Proses etik menunjukkan kita tidak ada yang ditutupi dan bila ada kasus pidana juga akan ditindaklanjuti, tim Bareskrim juga sudah kita minta untuk supervisi.

 

Silakan saja dimonitor karena mitra dari pengawas eksternal juga mengikuti kasus tersebut," tandas Sigit. (rmol)


Ibunda Afif Maulana, Anggun Andriani bersama keluarga dan kuasa hukum memberikan keterangan kepada wartawan usai melakukan audiensi di kantor Komnas HAM, Jl Latuharhary, Jakarta, Senin (1/7/2024) 

 

SANCAnews.id – Keluarga Afif Maulana, remaja 13 tahun asal Padang, Sumatera Barat, yang menjadi korban dugaan penyiksaan hingga meninggal dunia terus memperjuangkan keadilan.

 

Kemarin (1/7) mereka mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta untuk memberikan informasi dan berbagai bukti.

 

Orang tua Afif, Afrinaldi dan Anggun Andriani, datang didampingi kuasa hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang.

 

Setibanya di Komnas HAM, mereka langsung memberikan keterangan dan menyerahkan sejumlah dokumen terkait dugaan penyiksaan terhadap Afif.

 

Direktur LBH Padang Indira Suryani menjelaskan, berbagai dokumen dibawa keluarga korban untuk membantu mengungkap kejanggalan penanganan kasus tersebut.

 

”Kami memberikan berbagai macam dokumentasi dan cerita tentang tragedi Jembatan Kuranji,” ujarnya di kantor Komnas HAM.

 

Indira menambahkan, pihaknya mendesak Komnas HAM untuk melakukan investigasi guna mencari penyebab kematian Afif. Sejauh ini, pihak keluarga menduga Afif merupakan korban dugaan penyiksaan berujung penyiksaan. 


Namun, di sisi lain, kepolisian menyebut Afif tewas karena melompat dari jembatan.

 

Indira menyebut, kesimpulan terkait penyebab dugaan tewasnya Afif yang disampaikan kepolisian terkesan janggal dan terburu-buru. Polisi seolah ingin segera menutup penanganan kasus tewasnya Afif.


”Kami merasa ada dugaan kuat obstruction of justice yang dilakukan kepolisian Sumatera Barat dalam tragedi ini,” paparnya.

 

Indira berharap perjuangan keluarga korban mendapat dukungan secara luas. Dengan begitu, kejanggalan demi kejanggalan dalam penanganan kasus itu bisa terungkap. (jawapos)


Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia (BEM SI), Herianto/Ist 

 

SANCAnews.id – Koordinator BEM Seluruh Indonesia (BEM SI), Herianto juga menyoroti RUU Polri yang dinilai mengancam gerakan mahasiswa kritis.

 

Hal itu disampaikannya dalam Diskusi Publik bertajuk RUU Polri: Optimalisasi Fungsi atau Ancaman Terhadap Demokrasi yang digelar BEM UNJ di Lobi Humas UNJ, Rawamangun, Jakarta, Senin (1/7).

 

"Salah satu pasal yang akan mengancam gerakan mahasiswa ke depan dalam mengawal isu-isu yang bertentangan dengan kesejahteraan rakyat, yakni pada pasal 16 q, dimana mereka berwenang melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses Ruang Siber untuk tujuan Keamanan Dalam Negeri," kata Herianto dalam keterangannya yang diterima redaksi, Selasa (2/7).

 

Mahasiswa Universitas Mataram ini mengungkapkan potensi ancaman demokrasi di Indonesia.

 

"Hal ini tentu akan menghambat mahasiswa dalam menyuarakan aspirasi rakyat di media sosial nantinya," ungkapnya.

 

Dia pun mengajak komponen mahasiswa agar turut mengkritisi polemik RUU Polri.

 

"Sebagai mahasiswa kita sudah seharusnya peka dan menolak terhadap isu-isu yang tidak pro rakyat," imbuhnya.

 

Dia berpendapat, seharusnya kepolisian melakukan evaluasi terkait berbagai kasus yang terjadi yang jadi masalah publik.

 

"Seperti kasus yang saat ini sedang ramai kematian anak kecil yang dianiaya oleh oknum-oknum kepolisian, kasus kanjuruhan yang menewaskan banyak manusia yang sampai sekarang belum tuntas," jelasnya.

 

Dia pun menyayangkan pembahasan RUU Polri tidak mempertegas masalah penanganan penegakan hukum yang ada.

"Sangat disayangkan pembahasan RUU Polri tidak dipertegas menyentuh masalah terkait pelanggaran-pelanggaran SOP oknum-oknum kepolisian," tandasnya. (rmol)


Logo Dewan Pers (Dok.Dewan Pers) 

 

SANCAnews.id – Dewan Pers mendorong pembentukan tim Investigasi untuk mengusut kasus kebakaran rumah jurnalis di Karo, Sumatera Utara (Sumut). Kebakaran yang terjadi pada Kamis (27/6) menewaskan jurnalis Tribrata TV, Sempurna Pasaribu, 47 tahun.

 

Peristiwa kebakaran tersebut juga menewaskan istri Sempurna, Elfrida Boru Ginting, 48, putranya Sudi Investasi Pasaribu, 12, dan cucunya Loin Situkur, 3.

 

Anggota Dewan Pers Totok Suryanto menyatakan Dewan Pers menyayangkan kebakaran yang memakan korban jiwa tersebut. Ia pun meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersama Kapolda Brigjen Whisnu Hermawan Februanto membentuk tim penyidik ​​yang adil dan tidak memihak untuk mengusut kasus ini.

 

"Dewan Pers juga akan membentuk tim investigasi bersama yang melibatkan aparat dan unsur jurnalis atau Komisi Keselamatan Jurnalis (KKJ)," kata Totok dalam konferensi pers di Dewan Pers, Jakarta, Selasa (2/7).

 

Ia mengutarakan, Komisi Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumut yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) Sumut, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan telah memverifikasi dan mendalami kasus kebakaran tersebut. Ia mengakui, dari hasil investigasi ditemukan sejumlah fakta.

 

Menurutnya, temuan fakta itu salah satunya, kasus kebakaran yang menewaskan empat orang itu terjadi setelah korban memberitakan perjudian yang ada di Jalan Kapten Bom Ginting, Kelurahan Padang Mas, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dan diduga kuat melibatkan oknum TNI.

 

Tim pencari fakta KKJ menyatakan adanya dugaan keterlibatan oknum TNI dan terkait dengan pemberitaan perjudian di rumah oknum TNI tersebut. Sedangkan versi lain menyebutkan, kebakaran itu lantaran ada ceceren bensin di rumah korban dan kemudian menyulut bara api. Kebetulan rumah korban memang berjualan bensin eceran.

 

Selain kepolisian, Dewan Pers juga meminta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Pangdam Pangdam I/ Bukit Barisan Mayjen TNI Mochmmad Hasan membentuk tim untuk mengusut kasus ini.

 

"Dewan Pers meminta Panglima TNI dan Pangdam membentuk tim untuk mengusut kasus ini secara terbuka dan imparsial," ujar Totok.

 

Dewan Pers juga meminta Komnas HAM dan LPSK untuk turut serta secara melakukan upaya investigasi dan memberikan perlindungan yang dianggap perlu kepada keluarga korban.

 

Dewan Pers menekankan, kekerasan terhadap wartawan adalah pelanggaran hukum dan bertentangan dengan isi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Aktivitas wartawan, dalam hal ini wartawan Tribrata TV, menjalankan pekerjaan lain yang diduga melanggar hukum bukan merupakan pembenaran atas kekerasan yang dialaminya.

 

"Secara khusus Dewan Pers mengimbau wartawan dan media agar bekerja secara profesional dan memegang teguh Kode Etik Jurnalistik (KEJ) serta aturan lain yang terkait. Dewan Pers berharap peristiwa semacam ini tak lagi terjadi dan wartawan bisa menjalankan tugas jurnalistiknya dengan baik," pungkas Totok. (jawapos)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.