Latest Post

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko 

 

SANCAnews.id – Divisi Propam Polda Sumbar melakukan pemeriksaan terhadap anggota Polres Padang yang sedang bertugas saat jenazah remaja Afif Maulana, 14, ditemukan di bawah Jembatan Kuranji.

 

Klarifikasi para anggota itu menyusul pemberitaan bahwa mereka melakukan kekerasan terhadap anak-anak yang diduga terlibat tawuran.

 

"Polda Sumatera Barat juga melakukan pemeriksaan dan pendalaman terhadap internal melibatkan Propam untuk memintai, mengklarifikasi keterangan-keterangan petugas pada saat itu yang melakukan preemtif dan preventif," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko kepada wartawan, Senin (24/6).

 

Meski begitu, Trunoyudo belum mengungkap hasil pemeriksaan tersebut. Sebab, proses pemdalaman masih berlangsung.

 

"Secara hasilnya tentu jangan disimpulkan terlebih dahulu ya, secara eksplisit ini hasilnya akan disampaikan lebih dalam oleh Polda Sumatera Barat dan juga kami mengimbau tidak membuat opini-opini jauh sebelum adanya hasil pemeriksaan oleh Polda Sumatera Barat," jelasnya.

 

Sebelumnya, warga yang berada di kawasan Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, digegerkan dengan penemuan sesosok jasad remaja laki-laki, yang diperkirakan berusia 14 tahun, dalam kondisi mengambang di aliran sungai bawah jembatan Jalan Bypass Kilometer 9, Minggu (9/6). Korban pun teridentifikasi sebagai Afif Maulana.

 

Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono pada jumpa pers di Mapolresta Padang, Minggu (23/6) mengatakan, sudah ada 40 orang saksi diperiksa dan dimintai keterangannya. Dari 40 orang itu, terdapat 30 orang personel Sabhara Polda Sumbar.

 

“Sebanyak 30 orang personel itu saat kejadian sedang mengamankan 18 orang pelajar yang diduga melakukan aksi tawuran di kawasan Kecamatan Kuranji tersebut,” katanya.

 

“Saya bertanggung jawab penuh akan kasus penemuan jasad Afif Maulana. Sampai saat sekarang kita masih mendalami kasus ini. Di hari yang sama itu, kita mengamankan 18 orang remaja yang diduga pelaku tawuran. Tidak ada yang namanya Afif Maulana,” tambahnya.

 

Ia mengungkapkan, saat pengamanan 18 orang itu, memang ada diamankan satu sepeda motor milik Afif Maulana, tapi yang mengendarai sepeda motor itu adalah temannya. Saat kejadian, ada salah satu personel mendengar bahwa temannya itu diajak Afif Maulana untuk terjun dari jembatan.

 

“Ketika kita amankan ada puluhan senjata tajam milik para pelaku tawuran. Semuanya kita bawa. 18 orang remaja yang kita amankan, 17 diantaranya diserahkan ke pihak orang tua, satu orang masih dilakukan penyelidikan,” ujarnya. (jawapos)

Seorang siswa kelas 1 SMP di Kota Padang, Sumatera Barat, Afif Mualana (AM) (13) ditemukan tewas mengenaskan di bawah Jembatan Batang Kuranji, Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji 

 

SANCAnews.id – Seorang siswi SMP berinisial AM (13) ditemukan tewas di bawah jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Minggu (9/6/2024) sore. AM ditemukan tewas dengan luka memar. Korban diduga tewas akibat disiksa petugas polisi yang sedang berpatroli saat terjadi tawuran.

 

Terkait hal itu, Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono berbicara dalam jumpa pers didampingi Dirreskrimum Pol Kombes Alfian Nurnas, Dirreskrimum Pol Kombes Andri Kurniawan, Wakil Kapolreta Padang AKBP Rully Indra Wijayanto, Minggu (23/6/2024).

 

"Kami menyampaikan ucapan belasungkawa terhadap keluarga korban dari saudara almarhum Afif Maulana (AM) yang ditemukan telah meninggal dunia," kata Irjen Pol Suharyono, dilansir TribunPadang.com.

 

Suharyono menjelaskan, pada malam kejadian, polisi bergerak dengan mengerahkan tak kurang dari 30 personel pengurai massa.

 

Menurutnya, apabila polisi tak hadir di lokasi, maka korban yang berjatuhan bisa lebih banyak. Pasalnya, para pelaku aksi tawuran itu diduga membawa senjata tajam.

 

Adapun sebanyak enam senjata tajam telah diamankan pihak kepolisian dalam peristiwa itu.

 

"Kemudian perlu kami luruskan di sini, bahwa telah viral di media massa, justifikasi seolah-olah polisi bertindak salah, polisi telah menganiaya seseorang sehingga berakibat hilangnya nyawa orang lain. Namun, tidak ada bukti dan saksi sama sekali," sambungnya. 


Lebih lanjut, ia mengatakan, pada saat kejadian petugas juga mengamankan 18 orang yang diduga akan melakukan tawuran. Dan menurutnya tidak terdapat nama AM yang dibawa ke Polsek Kuranji.

 

"Hanya saja sebelum ditemukan jenazah di bawah Jembatan Kuranji, berdasarkan kesaksian Adit yang membonceng, Afif Maulana diajak masuk ke sungai agar aman dari kejaran polisi."

 

"Jadi sudah ada kesaksian, bahwa memang Afif Maulana berencana akan masuk ke sungai atau menceburkan diri ke sungai," ucap Suharyono.

 

Sampai saat ini telah ada 40 saksi yang diperiksa terkait kasus penemuan jasad AM. Dari 40 saksi itu, 30 di antaranya personel Sabhara Polda Sumbar. Mereka dimintai keterangan karena hadir pada saat kejadian pengamanan sebanyak 18 orang pelajar yang diduga akan melakukan tawuran itu.

 

Kemudian, 30 personel yang telah dimintai keterangan itu, jelas Suharyono, apabila ada yang terbukti melakukan perbuatan tersebut akan ditindak tegas.

 

Lebih lanjut, Suharyono menyebut sampai saat ini belum ada yang diamankan dalam kasus ini dan hasil autopsi masih belum keluar.

 

"Saya bertanggung jawab penuh akan kasus penemuan jasad Afif Maulana, sampai saat sekarang kita masih mendalami kasus ini."

 

"Saat ini ada satu yang memang diamankan karena di tangannya ada membawa sajam, sedangkan senjata lainnya berserakan dan belum diketahui siapa yang punya," ungkapnya.

 

Lalu, pihaknya juga akan meminta keterangan dari pembuat konten di media sosial yang menyebarkan kesaksian dari teman AM itu.

 

"Kami sedang berupaya mendapatkan yang bersangkutan untuk diperiksa, sejauh mana dan apa yang diketahuinya terhadap apa yang diucapkan di media sosial itu," ujarnya.

 

Sebelumnya, berdasarkan investigasi, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menduga korban meninggal dunia karena disiksa anggota polisi yang sedang patroli.

 

"Berdasarkan hasil investigasi LBH, kami melihat almarhum menjadi korban penyiksaan oleh kepolisian diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar," kata Direktur LBH Padang Indira Suryani, Kamis (20/6/2024).

 

Setelah itu, jenazah korban diautopsi dan keluarga korban menerima fotocopy sertifikat kematian Nomor: SK/34/VI/2024/Rumkit dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar.

 

"Keluarga korban sempat diberitahu oleh polisi AM meninggal akibat tulang rusuk patah 6 buah dan robek di bagian paru-paru," kata Indira.

 

Komnas HAM Terima Pengaduan

Adapun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bakal menerima pengaduan dari keluarga AM.

 

Rencananya, keluarga korban akan mendatangi Komnas HAM untuk melayangkan aduan atas peristiwa penyiksaan yang sampai menewaskan AM pada Senin (24/6/2024) besok.

 

"Saya baru dikasih tahu Pak Uli (Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM) kalau mereka besok mengadu," kata Komisioner Bidang Pengaduan Komnas HAM, Hari Kurniawan, saat dikonfirmasi, Minggu.

 

Setelah menerima aduan, Komnas HAM terlebih dulu akan mempelajarinya. Pendalaman akan dilakukan terhadap peristiwa yang sampai membuat AM meregang nyawa.

 

"Kami pertama akan mempelajari dan mendalami kasusnya seperti apa? Dan bagiamana proses penyiksaan hingga menewaskan korban," ucap Hari.

 

Selepas melakukan pendalaman, Komnas HAM akan menindaklanjutinya dengan melakukan pemantauan.

 

Pemantauan bakal dilakukan karena adanya potensi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum polisi terhadap AM.

 

"Setelah itu baru dilakukan rencana tindak lanjut untuk dilakukan pemantauan, mengingat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian berpotensi melanggar HAM," tuturnya. (tribunnews)



 

SANCAnews.id – Maraknya permasalahan hukum, politik, bahkan kebijakan sewenang-wenang menjadi salah satu faktor penentu melemahnya nilai tukar Rupiah pada masa pemerintahan Joko Widodo.

 

Komunikator politik dan hukum nasional, Tamil Selvan alias Kang Tamil menilai pelemahan rupiah menjadi faktor ketidakmampuan perekonomian Indonesia mengimbangi persentase perekonomian Amerika yang semakin meningkat.

 

"Kenapa? Karena, satu, konflik dan cekcok masalah hukum dan politik di Indonesia tidak kunjung habis, bahkan malah menjadi-jadi," tegas Kang Tamil, di Jakarta, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (23/6).

 

Kedua, kata akademisi Universitas Dian Nusantara itu, diakibatkan konflik politik yang tidak berkesudahan, baik proses dan pelaksanaan Pilpres 2024 hingga Pilkada 2024 mendatang.

 

"Nah, lalu yang ketiga, kebijakan-kebijakan para pemangku kewenangan yang tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat. Contohnya Tapera dan lain sebagainya," pungkasnya. (*)


Ilustrasi tindak aniaya 


SANCAnews.id – Anggota Polda Sumbar diduga menganiaya sejumlah anak pada Minggu, 9 Juni 2024. Salah satu anak berinisial AM (13) tewas akibat penyiksaan.

 

Berdasarkan keterangan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, ada 6 anak dan 2 orang dewasa berusia 18 tahun yang mengalami penyiksaan. Sementara itu, lainnya mengalami luka-luka.

 

“Mereka mendapatkan penyiksaan berupa dicambuk, disetrum, dipukul dengan rotan atau manau, ditendang motor atau pun langsung ke tubuh korban dan mendapatkan sulutan rokok di tubuh korban. Bahkan, ada keterangan yang kami dapatkan, adanya kekerasan seksual berupa memaksa ciuman sejenis,” kata keterangan dalam situs LBH Padang, dikutip pada Minggu, 23 Juni 2024.

 

Penyiksaan itu bermula saat anggota Sabhara Polda Sumatera Barat berpatroli pada 9 Juni 2024 dini hari hingga kemudian menuduh anak-anak tersebut melakukan tawuran.

 

“Mestinya polisi menerapkan asas praduga tidak bersalah dalam hal ini bukan melakukan penyiksaan,” ujar LBH Padang.

 

Kronologi Kejadian 

Pada Minggu, 9 Juni 2024, pukul 04.00 WIB, AM sedang berboncengan dengan korban lain berinisial A, menggunakan sepeda motor di Kota Padang.

 

Keduanya pun dihampiri oleh anggota Sabhara Polda Sumatera Barat yang sedang berpatroli. Saat itu, sepeda motor yang ditumpangi AM dan A ditendang oleh anggota polisi tersebut hingga membuat keduanya jatuh terpelanting ke bagian kiri jalan. Setelah itu, A langsung ditangkap dan dibawa ke Polsek Kuranji.

 

“Bahwa pada saat ditangkap, A melihat korban AM sempat berdiri dan dikelilingi oleh anggota Polda Sumatera Barat yang memegang rotan. Hingga saat itu, korban A tidak pernah lagi melihat korban AM,” ucap keterangan dalam situs LBH Padang.

 

“Korban A dan korban-korban yang ditangkap lainnya diinterogasi, bahkan korban A sempat ditendang dua kali di bagian muka, di sentrum serta diancam apabila melaporkan kejadian yang dialami maka akan ditindaklanjuti,” tuturnya.

 

Setelah itu, mereka dibawa ke Polda Sumatera Barat dan diperintah untuk berjalan jongkok dan berguling-guling sampai muntah.

 

“Kalau belum muntah belum boleh berhenti. Hingga pukul 10.00 WIB dan setelah membuat perjanjian untuk tidak melakukan kesalahan yang sama, korban A dan korban-korban lainnya dibolehkan pulang kerumah masing-masing,” katanya.

 

AM Ditemukan Meninggal Dunia

Kemudian, pada pukul 11.55 WIB, AM ditemukan mengambang tak bernyawa oleh warga. Ada luka lebam di bagian pinggang sebelah kiri, punggung, pergelangan tangan dan sikunya.

 

Tak hanya itu, kepala belakangnya juga luka hingga mengeluarkan darah. Pipi kirinya pun membiru. AM sudah diautopsi di Rumah Sakit Bhayangkara dan keluarga AM sudah menerima fotokopi sertifikat kematian Nomor: SK/34/VI/2024/Rumkit pada Senin, 10 Juni 2024.

 

Atas kematian anaknya, Ayah AM pun sudah melaporkannya ke Polresta Padang, dengan laporan Nomor : LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATERA BARAT. (pikiran-rakyat)

 

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo 


SANCAnews.id – Meningkatnya beban utang negara akan menjadi catatan merah bagi Presiden Joko Widodo di akhir masa kepemimpinannya. Kondisi itu sama saja dengan mengingkari janji Joko Widodo saat pertama kali menjadi Kepala Negara yang tidak akan menambah utang negara.

 

Pengamat politik Citra Institute, Efriza mengurai, utang negara di era Presiden Joko Widodo hingga 30 April 2024 tercatat mencapai Rp8.338,43 triliun. Angka ini jauh lebih besar dibanding era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mencatatkan utang negara Rp2.608,78 triliun di akhir tahun 2014.

 

"Ini menunjukkan Jokowi tidak sepenuhnya bisa dibanggakan dalam membangun maupun menghadirkan kemajuan bagi negeri ini, karena disertai dengan penumpukan utang," ujar Efriza kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (22/6).

 

Dia memandang, utang negara di era Jokowi yang naik hingga tiga kali lipat dibanding presiden sebelumnya membuktikan kinerja sebagai nakhoda pemerintahan Republik Indonesia gagal mengelola keuangan.

 

"Ini tentu membuktikan bahwa Jokowi tidak memiliki kemampuan dalam pengelolaan APBN yang baik," sambung dosen ilmu pemerintahan Universitas Pamulang (Unpam) itu.

 

"Membengkaknya utang negara ini semakin memperlihatkan Jokowi gagal dalam menepati janjinya untuk mengurangi beban utang negara," tutup Efriza. (*)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.