Latest Post

Dahlan Gege 


SANCAnews.id – Jelang Pilkada Serentak Sulsel, Pilgub, dan Pilkada Kabupaten/Kota November 2024. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Masyarakat Nelayan Indonesia (HMNI) Provinsi Sulsel Dahlan Gege mengirimkan surat pesan kepada seluruh calon pemimpin untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat pesisir dan nelayan.

 

Menurutnya, siapa pun yang dicalonkan dan terpilih menjadi Gubernur, Bupati, dan Walikota pada tahun 2024, hal ini perlu mendapat perhatian khusus.

 

"Kita lihat selama ini, pemerintah kurang memperhatikan kesejahteraan masyarakat pesisir, nelayan padahal mereka juga salah satu kelompok anak bangsa atau masyarakat Indonesia yang mempunyai hak sama dengan kelompok masyarakat lainnya," kata Dahlan Gege, Jumat (21/6/2024).

 

"Kesejahteraan dalam aspek bagaimana kehidupan mereka, tersediannya pasokan air bersih, bantuan tempat tinggal dan bedah rumah, bantuan alat, listrik yang memadai bagi nelayan dipulau-pulau, keamanan dan termasuk pendidikan dasar yang layak bagi keluarga dan anak-anak nelayan," tambahnya.

"Termasuk kebutuhan primer makanan. Individu membutuhkan asupan makanan yang cukup dan bergizi untuk mempertahankan kesehatan tubuhnya, pola hidup bersih," tambahnya.

 

Lanjutnya, ia menjelaskan bahwa selama ini alokasi anggaran hanya berpusat pada sektor pertanian, pendidikan saja, sehingga kurang memperhatikan pada aspek kehidupan pesisir nelayan hal ini kurang layak dipandang.

 

"Sulsel ini terkenal dengan keindahan alam di laut, banyak pulau, hasil laut melimpah, namun minim perhatian kesejahteraan nelayan pesisir hingga pelosok," tegasnya.

 

Dengan demikian, pihaknya akan terus berkomitmen hadir sebagai organisasi masyarakat nelayan untuk senantiasa memberikan ruang dan memperjuangkan hak-hak masyarakat nelayan untuk layak hidup setara dengan masyarakat lainnya.

 

"Bagaimanapun kelompok masyarakat pesisir dan nelayan adalah salah satu anak bangsa yang punyak hak dan perlindungan sama dengan kelompok masyarakat lainnya," harapnya. (fajar)


Jajaran pimpinan KPU RI 


SANCAnews.id – Tujuh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), karena diduga melakukan pelanggaran berat pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

 

Aduan ini disampaikan Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan (KMPKP), ke Kantor DKPP RI, Jalan Abdul Muis, Petojo Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (21/6).

 

Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati Tangka menjelaskan pelanggaran etik berat yang dilakukan 7 anggota KPU terkait penerapan batas keterwakilan minimal 30 persen caleg perempuan pada Pemilu 2024.

 

"Koalisi menganggap seluruh anggota KPU RI periode 2022–2027 telah melanggar kewajiban hukum dan etika untuk mengakomodir paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan pada daftar bakal calon legislatif di Pemilu DPR dan DPRD Tahun 2024," ujar Mike.

 

"Padahal, ketentuan tersebut merupakan perintah eksplisit dari Pasal 245 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum," imbuhnya.

 

Lebih parahnya lagi, Mike menyebutkan pengabaian hukum oleh seluruh anggota KPU tersebut tidak hanya dilakukan terhadap UU Pemilu, tetapi secara terang-terangan juga tidak menjalankan perintah Putusan Mahkamah Agung Nomor 24 P/HUM/2023 dan Putusan Bawaslu No.010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023.

 

Dalam Putusan MA No.24 P/HUM/2023 disebutkan, metode penghitungan keterwakilan caleg perempuan adalah dengan formula pembulatan ke bawah.

 

"Faktanya, sampai dengan berakhirnya persidangan perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), KPU tidak menindaklanjuti Putusan MA dan Putusan Bawaslu ataupun melakukan perubahan atas Peraturan KPU tentang Pencalonan sebagai tindak lanjut atas Putusan MA," demikian Mike menambahkan.

 

Tujuh pimpinan KPU yang diadukan KMPKD adalah Hasyim Asyari selaku ketua sekaligus anggota, serta 6 anggota yakni Idham Holik, August Mellaz, Yulianto Sudrajad, Betty Epsilon Idroos, Mochammad Afifuddin, Parsadaan Harahap.

 

KMPKP diisi oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat yakni KPI, Kalyanamitra, INFID, NETGRIT, Perludem, ICW, MPI, Institut Perempuan.

 

Beberapa LSM tersebut mengadukan KPU ke DKPP bersama Anggota Bawaslu 2008-2012 Wirdyaningsih dan Anggota Bawaslu 2008-2012 Wahidah Suaib. Mereka memberikan kuasa kepada kantor hukum Themis Indonesia. (rmol)


Viral ucapan selamat ulang tahun kepada Presiden Jokowi dari Kemenkominfo malah lebih mirip ucapan belasungkawa. (Istimewa) 

 

SANCAnews.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus digunjingkan warganet di dunia maya. Ucapan selamat ulang tahun terbaru ditujukan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

 

Sebelumnya, ucapan selamat ulang tahun yang ditujukan kepada Presiden Jokowi diunggah di akun Instagram resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika. Usai dibantai warganet, ucapan ulang tahun tersebut akhirnya dihapus pada Jumat (21/6) malam.

 

"Keluarga besar Kementerian Komunikasi dan Informatika mengucapkan, Selamat ulang tahun ke-63 Bapak Joko Widodo, Presiden RI," demikian tulis deskripsi posting-an ucapan ulang tahun tersebut.

 

Yang salah bukan ucapannya, melainkan foto yang ditampilkan. Foto tersebut menampilkan Presiden Jokowi dalam sebuah bingkai. Lucunya, foto tersebut menurut netizen jadi lebih mirip ucapan belasungkawa alih-alih ucapan ulang tahun.

 

Di Instagram sudah dihapus, netizen pindah ke X atau Twitter untuk membahas hal tersebut. Menurutnya, Kominfo beserta jajarannya tidak memiliki staff atau tenaga yang kompeten bahkan untuk urusan membuat foto ucapan tersebut.

 

"Ini template foto yang biasa dipakai untuk buku yasinan almarhum/ah," cuit netizen dengan akun @andromeda2021g.

 

Posting-an tersebut, yang membuat gambar Presiden Jokowi jadi seolah ucapan belasungkawa pindah bahasannya di X. Hal ini dibahas di akun @dhemit_is_back.

 

"Knapa Dihapus @kemkominfo ??? Sekelas Kominfo apakah memang benar? minim org berkompeten? Anggaran besar kerja minimalis banget.. Tolong Anak TKJ atau DKV /MM SMK tolong dong bantu om² kalian di Kementerian," kata akun tersebut.

 

Seluruh netizen sepakat mempertanyakan bahwa ucapan tersebut mirip dengan ucapan orang meninggal. Memang mirip sih.

 

"Ucapan kok kayak untuk orang meninggal," kata akun X @Candj09.

 

Hingga berita ini dibuat, topik tersebut masih ramai dibahas netizen. Semua heran dengan alasan kenapa Kominfo dengan resource-nya bisa membuat gambar yang demikian.

 

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berulang tahun hari ini, Jumat (21/6). Tepat hari ini, Presiden ketujuh RI itu berusia 63 tahun. (jawapos)

 


Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (kanan) saat memberikan penghargaan tanda kehormatan bintang Bhayangkara Polri ke Menhan Prabowo Subianto. (Mabes Polri) 

 

SANCAnews.id – Menteri Pertahanan RI sekaligus presiden terpilih Prabowo Subianto menerima tanda kehormatan Bintang Bhayangkara Utama dari Polri. Penganugerahan tanda kehormatan tersebut dilakukan di Rupattama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (20/6) siang.

 

Mengenakan jaket dan kopiah, Prabowo tiba di Mabes Polri sekitar pukul 14.00 WIB dan disambut Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, Wakapolri, Komjen Pol. Agus Andrianto dan Pejabat Utama Mabes Polri lainnya.

 

Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, pemberian Bintang Bhayangkara Utama Polri kepada Menteri Pertahanan Prabowo merupakan bentuk apresiasi atas kerja sama pengamanan NKRI.

 

“Hari ini Kapolri memberikan penghargaan kepada Menhan Prabowo Subianto Bintang Bhayangkara Utama Polri. Ini adalah penghargaan yang diberikan atas hubungan timbal balik dan Kerjasama dalam upaya peningkatan keamanan NKRI," ujar Irjen Pol Dedi Prasetyo.

 

Irjen Pol Dedi Prasetyo menambahkan Menhan Prabowo memiliki jasa besar untuk kemajuan dan pengembangan institusi Polri.

 

Dalam berbagai kesempatan Prabowo Subianto terus mengingatkan peran dan fungsi TNI bersama Polri yang sangat penting bagi rakyat dan juga negara.

 

Dukungan kepada penguatan Polri juga pernah disampaikan Prabowo saat menjadi pembicara dalam dialog kebangsaan di Sekolah Staf dan Pimpinan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Sespim Lemdiklat) Polri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

 

Saat itu Menhan Prabowo menegaskan TNI dan Polri adalah jaminan terakhir NKRI. Untuk itulah rakyat membutuhkan TNI-Polri yang kuat dengan kualitas SDM tangguh dan unggul.

 

Penghargaan Bintang Bhayangkara Utama adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk menghormati jasa seseorang memajukan dan mengembangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Dalam Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2012 disebutkan, terdapat tiga tanda kehormatan Bintang Bhayangkara, yakni Bintang Bhayangkara Utama, Bintang Bhayangkara Pratama, dan Bintang Bhayangkara Nararya. Bintang Bhayangkara Utama kelas tertinggi, disusul Bhayangkara Pratama dan Bhayangkara Nararya. (jawapos)


Ilustrasi Komnas HAM. (Dok. JawaPos) 

 

SANCAnews.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia telah menerbitkan sekitar 7.000 surat keterangan kepada orang-orang yang pernah menjadi korban pelanggaran HAM berat di masa lalu.

 

Wakil Ketua Komnas HAM Abdul Haris Semendawai mengatakan meski ribuan surat keterangan telah diterbitkan, namun belum semua korban mendapatkan haknya sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

 

"Kalau untuk seluruh Indonesia Komnas HAM sudah menerbitkan sekitar 7.000 surat keterangan," kata Abdul Haris Semendawai di Padang, Kamis, dikutip dari ANTARA.

 

Namun, dari jumlah tersebut, banyak korban yang belum menerima hak mereka sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014.

 

Kedua undang-undang ini menetapkan bahwa korban pelanggaran HAM berat berhak mendapatkan bantuan psikologis, medis, dan psikososial, serta kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi dari negara.

 

Pelayanan kepada korban pelanggaran HAM berat bergantung pada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Komnas HAM hanya melakukan asesmen dan verifikasi, kemudian menerbitkan surat keterangan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan memang korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

 

"Kita membuat surat keterangan, tapi apakah permohonan layanannya dikabulkan atau tidak, sepenuhnya menjadi otoritas LPSK," tegas Semendawai.

 

Semendawai, yang juga merupakan mantan Ketua LPSK, menjelaskan bahwa untuk mendapatkan hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, korban harus terlebih dahulu mendapatkan surat keterangan dari Komnas HAM. Surat ini merupakan syarat untuk mengajukan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.

 

"Jadi, kalau ada korban yang ingin mendapatkan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi maka dia harus mengajukan dulu ke Komnas HAM untuk mendapatkan surat tersebut," ujarnya.

 

Berdasarkan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022, terdapat 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM. Beberapa di antaranya termasuk penghilangan orang secara paksa, kasus Tanjung Priok, dan peristiwa tahun 1965 dan 1966.

 

"Para korban kasus tersebut berhak mendapatkan pemulihan dari pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Semendawai menegaskan. (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.