Tindakan Respresif Kepolisian di Kampus UNM Merupakan Pelanggaran HAM
SANCAnews.id – Amnesty International Indonesia
mengecam tindakan represif aparat kepolisian yang memasuki kawasan kampus
Universitas Negeri Makassar (UNM) usai aksi unjuk rasa memperingati Hari Buruh
Internasional atau May Day, Rabu (1/5).
Aparat kepolisian dinilai tidak punya komitmen dalam
melindungi kebebasan berekspresi dan berkumpul.
“Kami mengecam kekerasan dan penangkapan yang dilakukan oleh
aparat kepolisian terhadap para mahasiswa di dalam lingkungan universitas di
Kota Makassar. Ini terjadi dalam dua momen penting secara berturut-turut, Hari
Buruh Internasional 1 Mei dan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei," kata
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam
keterangannya, Jumat (3/5).
Tindakan aparat kepolisian dengan penggunaan kekuatan
berlebih masuk ke dalam kampus, melakukan tindakan kekerasan, dan menangkap
mahasiswa secara sewenang-wenang, mencerminkan bahwa aparat negara tidak
memiliki komitmen dalam melindungi kebebasan berekpresi dan berkumpul.
Bahkan, penggunaan gas air mata ke arah kampus juga merupakan
bukti dari penggunaan kekuatan secara berlebih terhadap penyampaian ekspresi
secara damai.
“Di mana komitmen Kepolisian Republik Indonesia sebagai
penegak hukum dan pengayom masyarakat ketika lebih mengedepankan pendekatan
kekerasan kepada warga yang hanya mengekspresikan hak mereka secara
damai?," sesalnya.
Usman menegaskan, penggunaan kekuatan berlebihan ini tidak
dapat diterima. Karena berpotensi memunculkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Ia menekankan, negara seharusnya menjamin perlindungan warga dari tindak
kekerasan di manapun, termasuk di lingkungan universitas.
“Kami mendesak Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan untuk
mengusut dan menindak aparat yang menggunakan kekuatan secara berlebihan kepada
mahasiswa dalam insiden tersebut. Hal ini sangat penting agar peristiwa serupa
tidak terulang di masa depan," tegas Usman.
“Kami juga mendesak polisi segera bebaskan semua peserta aksi
yang masih ditahan hanya karena menggunakan hak mereka untuk berekspresi,"
sambungnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Amnesty International
Indonesia dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, tercatat dua insiden
dugaan kekerasan dan penangkapan aparat kepolisian atas para mahasiswa di dalam
lingkungan universitas di Kota Makassar dalam dua hari berturut-turut di lokasi
yang berbeda. Dua lokasi tersebut yaitu di Universitas Negeri Makassar (UNM)
dan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Menurut Usman, informasi yang didapat dari LBH Makassar
disebutkan bahwa polisi bertindak represif ke dalam kampus UNM Gunung Sari
setelah para mahasiswa mengikuti unjuk rasa memperingati Hari Buruh, Rabu 1 Mei
2024 di flyover dan di depan Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Unjuk rasa
itu berakhir pukul 17.00 dan para mahasiswa UNM kembali ke kampus mereka.
Sesampai di kampus, para mahasiswa menemukan sekelompok orang
yang tidak dikenal dan bukan bagian dari massa aksi melakukan pembakaran ban di
depan gerbang UNM di Jalan Pendidikan. Para mahasiswa itu tidak menghiraukan
aksi bakar ban dan tetap berjalan ke sekretariat lembaga masing-masing.
Sekitar pukul 18.50 terjadi beberapa tembakan gas air mata
yang mengarah ke dalam kampus, tembakan ini disusul penyerbuan puluhan aparat
bersenjata berseragam lengkap. Ia menyebut, aparat melakukan penyisiran dengan
cara memaksa masuk ke ruangan-ruangan Sekretariat Lembaga Kemahasiswaan.
"Tindakan aparat bahkan mendobrak salah satu pintu ruang
perkuliahan hingga rusak," papar Usman.
Beberapa mahasiswa juga dilaporkan dipukul menggunakan
pentungan. Sebanyak 43 Mahasiswa BEM FIS-H dan Mahasiswa Fakultas Ekonomi
kemudian dikumpulkan di depan parkiran FIS-H. Mahasiswa dipaksa membuka baju,
satu persatu, rambut mereka ditarik dan wajah difoto secara paksa.
"Mereka ditanya identitas, nomor HP, alamat dan diancam
akan dilaporkan kepada pihak universitas," pungkas Usman. (jawapos)