Latest Post

Politikus PDI Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu menilai kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tak paham soal amicus curiae atau sahabat pengadilan.  

 

SANCAnews.id – Politisi PDI Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu menilai kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kurang paham soal amicus curiae atau sahabat pengadilan.

 

Hal itu menanggapi pernyataan Wakil Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran, Fahri Bachmid yang menyebut Megawati dan sejumlah tokoh memiliki amicus curiae sebagai bentuk intervensi peradilan yang dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Masinton menjelaskan, Megawati merupakan Presiden ke-5 yang membentuk Mahkamah Konstitusi. Ia pun menganggap Fahri tidak paham.

 

"Enggak paham itu, itu orang ya gimana, gimana cerita enggak paham. Bu Mega itu yang melahirkan MK," kata Masinton di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat (19/4/2024) malam.

 

"Beliau (Megawati) itu ya lebih dari sahabat MK, lebih dari sahabat peradilan. Bu Mega tokoh yang selalu konsisten menempuh jalan legal formal," ujarnya menambahkan.

 

Masinton lalu menceritakan perjuangan Megawati menghadapi pemerintahan orde baru (Orba) Soeharto.

 

Menurutnya, pada peristiwa Kudatuli, yaitu kerusuhan dua puluh tujuh Juli tahun 1996, Megawati menempuh jalan hukum meskipun dikendalikan orde baru.

 

"Tapi beliau (Megawati) percaya pada sistem hukum yang akan bisa memberikan sedikit keadilan meskipun itu aparat peradilan kita dikendalikan oleh kekuasaan," ucap Masinton.

 

Karenanya, Masinton membantah anggapan amicus curiae yang diajukan Megawati sebagai bentuk intervensi peradilan.

 

"Jadi apa yang ditempuh oleh Bu Megawati bukan upaya mengintervensi, tapi itu adalah upaya Ibu Megawati merawat konstitusi dan percaya pada mekanisme hukum kita," imbuhnya.

 

Sebelumnya, Fahri menilai amicus curiae yang diajukan sejumlah tokoh dalam sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 merupakan bentuk intervensi terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Sebab, amicus curiae itu diajukan pada saat majelis hakim MK sedang menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk membuat putusan.

 

"Menurut hemat saya (ini) adalah bentuk lain dari sikap intervensi sesungguhnya kepada lembaga peradilan MK, yang dibingkai dalam format hukum atau pranata amicus curiae," kata Fahri kepada Tribunnews.com, Rabu (17/4/2024).

 

Fahri menjelaskan, sejatinya amicus curiae atau sahabat pengadilan hanya sebatas memberikan opini dalam sebuah perkara.

 

Menurutnya, penggunaan pranata "amicus curiae" secara generik biasanya digunakan pada negara-negara yang menggunakan sistem hukum common law.

 

Sebaliknya, tidak terlalu umum digunakan pada negara-negara dengan sistem hukum civil law system termasuk Indonesia.

 

"Akan tetapi pada hakikatnya praktik seperti (ini) tidak dilarang jika digunakan dalam sistem hukum nasional kita," ujar Fahri.

 

Fahri menegaskan, secara yuridis, konsep amicus curiae di Indonesia adalah ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

 

"Dan secara praksis hukum, sesungguhnya praktik amicus curiae lebih condong dipraktikan pada badan peradilan di bawah Mahkamah Agung," ucap pakar hukum tata negara ini.

 

Dia menyebut bahwa pelembagaan amicus curiae secara samar-samar sesungguhnya dapat dilihat serta dipraktikan dalam persidangan pengujian undang-undang di MK.

 

Menurut Fahri, berdasarkan ketentuan hukum acara MK, pihak ketiga yang berkepentingan bisa mendaftarkan diri dan memberikan pendapat dalam proses pengujian undang-undang judicial review.

 

Dia menerangkan, konsep itu sebenarnya sedikit identik dengan praktik amicus curiae yang dianut negara-negara dengan sistem hukum common law system.

 

Sesungguhnya, kata dia, berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 tahun 2020 tentang MK, serta Peraturan MK nomor 4 tahun 2023 tentang tata beracara dalam penyelesaian sengketa Pilpres sama sekali tidak dikenal adanya pranata hukum amicus curiae.

 

Sebab, pada dasarnya hakim MK dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara-perkara konstitusi, termasuk PHPU Pilpres, sandarannya adalah konstitusi serta fakta-fakta hukum.

 

"MK tidak memutus suatu perkara konstitusi berdasarkan opini atau pendapat yang dikemas dalam bingkai amicus curiae," ucap Fahri.

 

Apalagi, Fahri menuturkan bahwa jika pihak yang mengajukan amicus curiae mempunyai conflict of interest secara subjektif terhadap perkara itu sendiri.

 

"Pihak-pihak ini tentunya mempunyai intention agar memenangkan perkara in case yang sifatnya kongkrit dengan mencoba mengunakan sarana hukum tersamar amicus curiae atau bentuk lain dari intervensi yang sesungguhnya kepada lembaga peradilan MK," jelasnya.

 

Karenanya, Fahri meminta semua pihak untuk membiarkan para hakim memutus perkara sengketa Pilpres secara objektif dengan mengedepankan prinsip Imparsialitas. (tribunnews)


Politikus PDI Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu, menilai Ketua Umum Megawati Soekarnoputri tak perlu bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).  
 

SANCAnews.id – Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dinilai tak perlu bertemu lagi dengan Presiden Jowo Widodo.

 

Alasannya, Presiden tidak menghormati konstitusi, demokrasi, dan cita-cita reformasi. Hal itu disampaikan politikus senior PDIP Masinton Pasaribu.

 

"Menurut saya Megawati tidak perlu bertemu dengan orang yang tidak menghormati konsitusi, reformasi, dan demokrasi. Buata apa," kata Masinton di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat (19/4/2024) malam.

 

Dia menjelaskan, Megawati merupakan sosok yang menjunjung tinggi konsitusi, reformasi, dan demokrasi.

 

Masinton menuturkan, seorang presiden seharusnya menjunjung tinggi konstitusi, reformasi, dan demokrasi.

 

"Maka bagi saya tidak perlu ada basa basi terhadap orang yang begitu, penguasa yang begitu menafikan konstitusi, reformasi, dan demokrasi," ujarnya seperti dilansir Tribunnews.

 

Dia menegaskan, sekalipun sosok itu adalah presiden jika tidak menghormati konstitusi, reformasi, dan demokrasi.

 

"Sudah lah tidak perlu basa-basi dengan tokoh yang seperti itu, bahkan presiden sekalipun," ucap Masinton.

 

Hubungan Presiden Jokowi dan PDIP memang sedang tidak baik karena pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

 

Sebab, dalam Pilpres 2024 Jokowi tak mendukung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden yang diusung PDIP.

 

Sebaliknya, Jokowi mendukung anaknya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang diduetkan dengan Prabowo Subianto.

 

Padahal, saat ini status Jokowi masih sebagai kader partai berlambang banteng moncong putih itu.

 

Tak percaya Jokowi sejak lama

Masinton mengaku sudah tak mempercayai Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak akhir tahun 2021.

 

Mulanya, Masinton menegaskan, dirinya menolak ketika Jokowi berupaya melanggengkan kekuasaannya.

 

Sebab, dia menilai pelanggengan kekuasaan tidak senafas dengan semangat reformasi dan demokrasi.

 

"Apakah layak kita dukung? Tidak, dia adalah musuh," kata Masinton dalam sebuah diskusi di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat (19/4/2024) malam.

 

Karenanya, Masinton mengaku sudah tak mempercayai Jokowi sejak tahun 2021 akhir meskipun PDIP mengusungnya.

 

"Sejak 2021 di akhir-akhir itu saya sudah enggak percaya sebenarnya presiden hari ini, walupun saya berasal dari partai politik yang mengusung presiden, tapi sikap saya itu menolak dan saya tidak percaya," ujarnya.

 

Menurutnya, Jokowi telah melakukan kebohongan. Hanya saja, dia tak menyebut kebohongan yang dimaksud.

 

"Karena (Jokowi) mereproduksi kepalsuan dan kebohongan," ucap Masinton.

 

Masinton juga mengkritisi pelaksanaan Pemilu 2024 yang dianggap penuh dengan intervensi kekuasaan.

 

Dia pun mengajak seluruh anak muda untuk melakukan suatu gerakan reformasi dan demokrasi.

 

"Bangsa ini kita bisa menemukan momentum reformasi demokrasi kita bukan melalui MK, bukan melalui Pemilu, tapi melalui gerakan teman-teman anak muda," imbuh Masinton.

 

Berpeluang bertemu Prabowo

Secara terpisah politikus PDI Perjuangan Chico Hakim menjawab peluang rekonsiliasi Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

 

Ini disampaikan Chico merespons kabar rencana pertemuan Megawati dengan Prabowo dan Jokowi yang berembus baru-baru ini.

 

Menurut Chico, Megawati dan Prabowo memiliki hubungan baik. Tidak ada persoalan pribadi antara kedua elite politik.

 

“Kalau kita bicara hubungan antara Ibu Megawati dengan Pak Prabowo sampai hari ini memang tidak ada dan tidak pernah ada masalah-masalah pribadi dan masalah-masalah yang mendasar yaitu hubungan mereka,” kata Chico.

 

Kendati kerap berbeda jalan dan bersaing dalam kontestasi pemilu legislatif (pileg) maupun pemilu presiden (pilpres), kata Chico, PDI-P selalu menghargai dan menghormati Partai Gerindra.

 

Oleh karenanya, Chico menyebut, peluang pertemuan Megawati dengan Prabowo terbuka lebar.

 

“Bilamana ada pertemuan antara Bu Mega dan Pak Prabowo itu tidak akan menjadi suatu hal yang mengejutkan, karena itu tadi dengan alasan-alasan memang hubungan pribadi yang baik dan sudah cukup lama dan juga hubungan antarkepercayaan yang jelas,” ujarnya seperti dilansir Kompas.com

 

Namun, tidak demikian dengan Jokowi.

Chico mengatakan, jajaran kader PDIP belum bisa menerima perlakuan Jokowi dan keluarga terhadap negara belakangan ini.

 

Itulah mengapa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto melempar sinyal penolakan terhadap wacana pertemuan Jokowi dengan Megawati.

 

“Memang ada suasana kebatinan yang umum di kalangan kader dengan simpatisan, di kalangan pemilih kami, sampai hari ini masih belum bisa menerima apa yang dilakukan di beberapa bulan terakhir oleh Pak Jokowi maupun keluarganya terkait dengan bangsa dan negara ini,” katanya.

 

Chico menyebut, suasana kebatinan kader PDIP tercermin dari gugatan partai banteng terhadap hasil Pemilu 2024 yang tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Dalam gugatan itu, PDI-P mendalilkan adanya dugaan pelanggaran pemilu, yang antara lain meliputi nepotisme, abused of power atau penyalahgunaan kekuasaan, politisasi bantuan sosial (bansos), hingga pengerahan aparat.

 

Menurut Chico, berbagai dugaan pelanggaran ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap perjuangan bangsa.

 

“Ini bukan suatu hal yang sifatnya egosistik atau egois atau hanya memikirkan terjadi pengkhianatan dari kader-kader PDIP terhadap partai.

 

Tetapi juga kami melihat ini pengkhianatan terhadap cita-cita dan perjuangan bangsa Indonesia,” ujarnya.

 

Kendati demikian, Chico menyebut, Hasto tidak pernah menyatakan pelarangan wacana pertemuan Jokowi dengan Megawati.

 

Hanya saja, menurutnya, sampai saat ini belum ada upaya komunikasi dari pihak yang ingin bertemu dengan Mega. (wartakota)


Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dilaporkan ke DKPP karena diduga merayu hingga melakukan perbuatan asusila kepada panitia penyelenggara luarnya negeri (PPLN) 

 

SANCAnews.id – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dilaporkan ke DKPP karena diduga melakukan rayuan dan melakukan perbuatan asusila terhadap panitia penyelenggara luar negeri (PPLN).

 

Tudingan tersebut disampaikan Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) dan LBH APIK selaku tim kuasa hukum korban.

 

Dugaan perbuatan asusila dengan PPLN ini membuat pernyataan Hasyim terkait kasus yang menimpanya kembali viral.

 

Dalam video klip di Tiktok, seorang pembawa acara televisi swasta menanyakan tudingan wanita emas tersebut.

 

"Bapak ini pernah terseret kasus wanita emas, walaupun akhirnya sudah diklarifikasi bahwa hal itu tidak benar gitu lho. Nah, saya kepo nih bagaimana sih reaksi keluarga, terutama istri dan anak-anak Bapak gitu lho ketika tahu bapak dituduh terlibat kasus tersebut? tanya pembawa acara. Hasyim yang menjadi bintang tamu menjawab singkat.

 

"Ya risiko orang ganteng mbak," kata Hasyim.

 

Saya orang cantik nih Pak. Bisa masuk partai Ganteng. Gimana pak? tanya pembawa acara.

 

Hasyim lantas melanjutkan. "Orang tua saya, keluarga, itu ibaratnya sudah menghibahkan saya untuk urusan pekerjaan ini dan segala risikonya.

 

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari akan menanggapi aduan dirinya yang dilayangkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI atas dugaan tindakan asusila yang dilakukannya terhadap panitia penyelenggara luar negeri (PPLN) pada waktu yang tepat.

 

"Nanti saja saya tanggapi pada waktu yang tepat. Mohon maaf ya," ujar Hasyim saat dihubungi dari Jakarta, Kamis.

 

Aduan tersebut dilayangkan oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) dan LBH APIK ke Kantor DKPP RI, Jakarta, Kamis.

 

“Hari ini kita melaporkan ketua KPU RI ke DKPP atas pelanggaran etik integritas dan profesionalitas yang diduga melibatkan tindakan-tindakannya dalam membina hubungan personal, hubungan romantis dengan seorang PPLN di luar negeri,” kata kuasa hukum pelapor, Aristo Pangaribuan di Kantor DKPP RI, Jakarta, Kamis.

 

Hasyim diduga melakukan tindakan asusila kepada korban selama proses pemilu, yakni sejak bulan Agustus 2023 hingga Maret 2024.

 

Tindakan yang dilakukan Hasyim adalah dengan cara mendekati, merayu, hingga melakukan perbuatan asusila kepada korban.

 

Hasyim diduga menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya dengan memakai berbagai fasilitas lembaga. Selain itu, ia juga disebut memberikan janji-janji serta melakukan berbagai manipulasi informasi terhadap korban.

 

“Terjadi relasi kuasa oleh Hasyim kepada PPLN yang merupakan jajaran pelaksana pemilu di luar negeri,” jelas Aristo.

 

Ini bukan kali pertama Hasyim dilaporkan akibat dugaan asusila. Sebelumnya, pada Senin (3/4/2023), DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari terkait dengan pertemuan dan perjalanan ke DI Yogyakarta bersama Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni.

 

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada teradu Hasyim Asya'ri selaku Ketua merangkap Anggota KPU RI, terhitung sejak putusan ini dibacakan," ujar Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan Perkara Nomor 35-PKE-DKPP/II/2023 dan Perkara Nomor 39-PKE-DKPP/II/2023 di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin.

 

Dalam kesimpulannya, DKPP menilai Hasyim selaku pihak teradu terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu atas pertemuan dan perjalanan bersama Hasnaeni yang dilaporkan oleh mahasiswa atau perwakilan Perkumpulan Pemuda Keadilan Dendi Budiman dalam Perkara Nomor 35-PKE-DKPP/II/2023.

Hasyim dinyatakan terbukti melanggar sejumlah pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Di antaranya, Pasal 6 ayat (2) huruf b, c, dan ayat (3) huruf e; Pasal 7 ayat (1); Pasal 8 huruf a, b, g, h, i, j, dan l; Pasal 11 huruf d: Pasal 12 huruf a, b; Pasal 14 huruf c; Pasal 15; Pasal 16 huruf e; serta Pasal 19 huruf f.

 

Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menyampaikan Hasyim dinyatakan terbukti melanggar pasal-pasal tersebut karena berdasarkan bukti, fakta, bahkan pengakuannya di persidangan, dia secara sadar telah melakukan perjalanan "ziarah" bersama Hasnaeni selaku Ketua Umum Partai Republik Satu yang sedang mengikuti pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024.

 

Perjalanan tersebut dilakukan Hasyim pada 19 Agustus 2022 di sejumlah tempat di DI Yogyakarta. Salah satunya, Partai Baron di Gunungkidul, DI Yogyakarta, padahal ia memiliki agenda menghadiri penandatanganan nota kesepahaman dengan tujuh perguruan tinggi di Yogyakarta pada 18-20 Agustus 2022.

 

Dengan demikian, DKPP menilai pertemuan Hasyim dan Hasnaeni itu merupakan tindakan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, terlebih perjalanan bersama dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tahapan verifikasi administrasi parpol calon peserta Pemilu 2024.

 

DKPP juga menilai Hasyim sebagai Ketua KPU RI terbukti telah melanggar prinsip mandiri, proporsional, dan profesional.

 

Berikutnya, sanksi peringatan keras terakhir itu juga terkait dengan Perkara Nomor 39-PKE-DKPP/II/2023.

 

Hasyim dilaporkan oleh Hasnaeni mengenai dugaan pelecehan seksual. Meskipun tidak terbukti melakukan pelecehan seksual, terdapat fakta lain yang terungkap di persidangan, yakni Hasyim terbukti aktif berkomunikasi melalui percakapan WhatsApp dengan Hasnaeni.

 

Keduanya intensif berbagi kabar setiap hari di luar kepentingan kepemiluan. Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo menyampaikan percakapan antara Hasyim dan Hasnaeni menunjukkan adanya kedekatan secara pribadi dan bukan percakapan Ketua KPU dan ketua parpol yang berkaitan dengan kepentingan kepemiluan.

 

Dengan demikian, Hasyim juga dinyatakan terbukti melanggar Pasal 6 ayat (3) huruf e dan f juncto Pasal 15 huruf a, b, dan g Peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu (KEPP). (tvone)


Suasana jalannya sidang pembacaan putusan pengujian formil dan materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara atau UU IKN di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (31/5/2022) 

 

SANCAnews.id – Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perselisihan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 akan menunjukkan apakah Indonesia masih layak disebut negara hukum. Baginya, MK harus memahami posisinya sebagai lembaga penegak konstitusi Indonesia.

 

“Sidang MK bagi saya bukan sekedar sidang untuk mengadili perselisihan pemilu,” ujar Sulistyowati di forum Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu di kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (19/4/2024).

 

“Tapi sidang (untuk membuktikan) apakah negara hukum Indonesia masih bisa berlangsung,” sambung dia.

 

Menurutnya, MK harus memberikan putusan yang dipahami oleh masyarakat. Kemudian, putusan itu sesuai dengan dinamika persidangan yang selama ini ditunjukan pada publik.

 

Sulistyowati berpendapat, MK harus menunjukan bahwa putusan diambil berdasarkan hukum bukan kepentingan pihak tertentu.

 

“Kita lihat debat di MK, bagaimana analisisnya yang kita harapkan pertimbangan putusan keluar dengan seusainya yang kita saksikan bersama,” paparnya.

 

Terakhir, ia menuturkan, MK harus independen dan memisahkan urusan hukum dan kekuasaan. Para hakim MK, lanjut dia, harus mengambil keputusan tanpa intervensi atau tekanan dari pihak tertentu. “Hakim MK sebagai guardian punya kewenangan besar untuk memastikan meskipun langit runtuh, konstitusi Indonesia harus tetap tegak,” imbuh dia. (kompas)


Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari 


SANCAnews.id – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari masih enggan mengomentari pengaduan terbaru yang disampaikan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan (DKPP), terkait dugaan perbuatan asusila yang kedua. Hasyim dihubungi Kantor Berita Politik RMOL melalui aplikasi pesan singkat Whatsapp, pada Jumat pagi (19/4).

 

Hasyim tidak merespons konfirmasi tersebut hingga siang tadi. Sebab, tidak ada pesan balasan dari Hasyim. Namun yang jelas, korban telah mengajukan pengaduan terhadap Hasyim terkait dugaan pelanggaran kode etik berupa asusila di Kantor DKPP, di Jalan Abdul Muis, Petojo Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis kemarin (19/4).

 

Pengaduan oleh korban yang diketahui merupakan salah seorang Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), diwakilkan oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) dan LBH Apik.

 

Hasyim mulai mendekati seorang PPLN yang melapor sejak Agustus 2023 sampai Maret 2024. Padahal, korban yang bersangkutan sudah menolak untuk didekati.

 

Dugaan tindakan asusila ini merupakan kali kedua. Sebelumnya, Hasyim dilaporkan ke DKPP atas dugaan pelanggaran yang sama dengan Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni Moein atau populer dengan nama Wanita Emas.

 

DKPP memutus perkara Wanita Emas itu dengan menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim, karena terbukti memiliki kedekatan personal dari bukti chat Whatsapp.

 

Isi percakapan dalam aplikasi pesan singkat tersebut, diungkap DKPP adalah menunjukkan adanya perjalanan ziarah Hasyim dan Wanita Emas ke Gua Langse dan Pantai Barong, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

 

Dalam kasus Wanita Emas, Hasyim terbukti melanggar Pasal 6 ayat (3) huruf e dan f Juncto Pasal 15 huruf a, d, dan g Peraturan DKPP 2/2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

 

Sementara, dalam kasus dugaan asusila dengan salah seorang PPLN, Hasyim diduga melanggar Pasal 6 ayat 2 huruf a dan c jo. Pasal 10 huruf a; Pasal 6 ayat (3) huruf e jo. Pasal 12 huruf a jo. Pasal 14 huruf a dan d; Pasal 6 ayat (3) huruf f jo. Pasal 15 huruf a dan d Peraturan DKPP 2/2017. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.