Latest Post

Ketua Umum PA 212, Shabri Lubis, di tengah aksi dukungan terhadap hakim MK di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Jumat (19/4) 

 

SANCAnews.id – Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) diminta tidak takut mengambil keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa pemilihan presiden 2024.

 

Harapan tersebut disampaikan Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212, Shabri Lubis, saat menghadiri aksi pendukung proses sengketa Pilpres yang disidangkan Mahkamah Konstitusi di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Jumat (19/14).

 

"Jangan takut, kita siap pasang badan untuk menjaga Hakim-hakim (MK)," kata Shabri Lubis memberi garansi dari atas podium aksi.

 

Shabri Lubis pun mengajak seluruh peserta aksi yang hadir untuk mendoakan para hakim agar diberikan kekuatan dan keberanian dalam memutuskan sengketa Pilpres yang dianggap banyak kecurangan dan intervensi kekuasaan.

 

"Kita doakan semoga hakim bisa jujur, adil, dan benar dalam memutuskan perkara ini," pungkasnya.

 

Aksi dukungan yang berlangsung di sekitaran Patung Kuda Arjuna Wiwaha ini dihiasi sejumlah spanduk yang menyuarakan dukungan kepada Hakim Mahkamah Konstitusi untuk dapat memutuskan perkara sengketa Pilpres dengan seadil-adilnya.

 

Ada juga spanduk yang bertuliskan agar Presiden Joko Widodo ditangkap dan diadili karena dianggap sebagai sumber kekacauan dan melakukan nepotisme (rmol)


Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat 

 

SANCAnews.id – Poros Buruh dari berbagai elemen ikut serta dalam aksi dukungan terhadap proses sengketa Pilpres yang disidangkan Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Dalam aksi yang digelar di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Jumat (19/4), Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat menyatakan, pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi sangat Barbarian.

 

"Kaum buruh merasakan ini pemerintahan barbarian, karena kebijakan yang dibuat seenaknya," kata Jumhur dari atas podium.

 

Istilah barbarian digunakan untuk menggambarkan perilaku yang kasar, tidak beradab atau tidak beradat, serta tidak bermoral.

 

Poros buruh berharap kebijakan Jokowi yang ugal-ugalan ini tidak terjadi dalam putusan MK terkait perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

 

"Setidaknya ada satu hakim yang barbarian. Tetapi 7 lainnya Insya Allah dapat melihat kebenaran," kata Jumhur tanpa menyebutkan nama.

 

"Kita harap hakim MK jadi orang pemberani menyelamatkan bangsa ini dari keterpurukan," tandas mantan Co-Kapten Timnas Anies-Muhaimin (Amin) ini.

 

Mahkamah Konstitusi akan memutuskan perkara sengketa Pilpres pada Senin, 22 April 2024. Saat ini, delapan hakim MK sedang maraton melakukan rapat permusyawaratan hakim (RPH). (*)

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto usai menghadiri acara Halal Bi Halal bersama sejumlah tokoh purnawirawan TNI-Polri di markas Forum Penyelamat Demokrasi dan Reformasi (F-PDR), Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Kamis (18/4/2024) 

 

SANCAnews.id – Banyaknya tokoh nasional yang mengajukan diri sebagai sahabat peradilan atau amicus curiae dinilai menjadi bukti terpuruknya demokrasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

 

Pandangan tersebut disampaikan pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (19/4).

 

"Banyak yang mengajukan diri sebagai amicus curiae dari mulai tokoh partai politik, tokoh agama, kalangan pendidik, maupun unsur kampus menunjukkan demokrasi di Indonesia mengalami masalah di akhir kepemimpinan Presiden Jokowi," ujar Efriza.

 

Dia menjelaskan, fenomena amicus curiae merupakan bentuk kesadaran masyarakat terhadap hukum dan kaitannya pelaksanaan pesta demokrasi atau pemilihan umum (Pemilu).

 

"Memang di satu sisi, dengan adanya amicus curiae ini menjadi bentuk kepedulian, kesadaran politik yang tinggi dari banyak kalangan dan tokoh-tokoh nasional," tuturnya.

 

Oleh karena itu, Efriza menganggap fenomena amicus curiae yang masif dilakukan para tokoh nasional sebagai bentuk kritik terhadap pelaksanaan pemilu oleh lembaga pemerintahan negara.

 

"Bukan saja kemunduran demokrasi yang menyertainya, tetapi juga proses pemilu yang dianggap tidak lagi bersifat Luber dan Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil)," demikian Efriza menambahkan. (*)


Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto usai menghadiri acara Halal Bi Halal bersama sejumlah tokoh purnawirawan TNI-Polri di markas Forum Penyelamat Demokrasi dan Reformasi (F-PDR), Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Kamis (18/4/2024) 

 

SANCAnews.id – Anggota Tim Hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan menilai Amicus Curiae atau sahabat pengadilan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terkait perselisihan hasil Pemilihan Presiden (PHPU) 2024, tidak tepat.

 

Pernyataan Otto Hasibuan pun ditanggapi Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. Hasto justru mengingatkan Otto Hasibuan dan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Gibran yang sempat meminta Megawati hadir dalam sidang PHPU Pilpres sebagai saksi.

 

Hasto pun menilai pesan yang disampaikan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Gibran adalah untuk memberikan tekanan, namun Megawati malah mengaku siap jika diminta hadir di sidang MK.

 

Hal itu disampaikan Hasto usai menghadiri acara Halal Bi Halal bersama sejumlah purnawirawan TNI-Polri di Markas Forum Penyelamatan Demokrasi dan Reformasi (F-PDR), Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Kamis (18/4). /2024).

 

"Pak Otto Hasibuan mungkin lupa ya, bahwa beliau lah yang meminta kehadiran Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai saksi yang mungkin maksudnya awalnya berbeda, sebagai barangkali suatu pressure, menghadirkan Bu Mega. Tapi ternyata Bu Mega malah siap dan dengan menang hati hadir sebagai saksi di MK," kata Hasto.

 

"Tapi kemudian sampai sidang berakhir kan tidak dihadirkan," sambung dia.

 

Politisi asal Yogyakarta ini mengungkapkan, Amicus Curiae atau sahabat pengadilan dari Megawati justru menjadi jawaban atas permintaan Tim Hukum Prabowo-Gibran.

 

Bahkan, kata Hasto, melalui tulisan tangan langsung, Megawati sebagai warga negara Indonesia (WNI) mengungkapkan seluruh kebenaran dan keadilan yang hakiki demi tanggungjawabnya kepada bangsa dan negara.

 

"Ibu Mega menuliskan perasaannya dan pikirannya untuk menyelamatkan konstitusi dengan menjadikan diri beliau sebagai amicus curiae," ucap Hasto.

 

"Dan ini bukan kapasitas beliau sebagai Presiden ke-5 atau Ketua Umum PDIP, tetapi dalam kapasitas sebagai WNI yang memiliki tanggung jawab bahwa kedaulatan itu berasal dari rakyat. Dengan demikian kebenaran yang hakiki itu juga berasal dari rakyat," jelasnya.

 

Hasto juga mengatakan, lewat Amicus Curiae atau sahabat pengadilan dari Megawati itu untuk mengingatkan agar tidak menyalahgunakan kekuasaan.

 

"Untuk itu pemimpin jangan menyalahgunakan kekuasaan dan semuanya berpegang pada konstitusi kehidupan yang baik," ungkap Hasto.

 

Diberitakan sebelumnya, Anggota Tim Hukum Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, Otto Hasibuan menilai, Amicus Curiae Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri terkait perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 tidak tepat.

 

Otto mengatakan, Amicus Curiae adalah permohonan dari pihak sebagai sahabat pengadilan, bukan yang terlibat dalam perkara.

 

Karenanya, dia menegaskan, Amicus Curiae seharusnya diajukan oleh orang-orang yang independen.

 

"Jadi, kalau Ibu Mega dia merupakan pihak dalam perkara ini sehingga kalau itu yang terjadi menurut saya tidak tepat sebagai Amicus Curiae," kata Otto di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (16/4/2024).

 

Otto menjelaskan, siapapun bisa mengajukan Amicus Curiae sepanjang bukan bagian dari perkara dan partisan.

 

"Jadi, yang dimaksud Amicus Curiae adalah ada pihak-pihak tertentu yang menjadi sahabat pengadilan," ujarnya.

 

Menurutnya, Amicus Curiae bertujuan untuk memberikan pertimbangan kepada MK sebelum memutuskan perkara.

 

Namun, Otto menyebut bahwa persoalan apakah Amicus Curiae Megawati diterima atau tidak tergantung MK. (tribunnews)


Massa aksi di Patung Kuda Arjuna Wiwaha sempat membakar ban sebelum membubarkan diri 

 

SANCAnews.id – Dua kelompok masyarakat yang berunjuk rasa di depan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, akhirnya bubar pada Jumat malam (19/4) sekitar pukul 17.00 WIB.

 

Para pengunjuk rasa yang menolak pemilu curang terlebih dahulu bubar setelah membakar ban dan sampah di depan gedung Indosat. Tak lama kemudian, massa pendukung Mahkamah Konstitusi (MK) bubar.

 

Usai membubarkan diri, petugas kebersihan langsung menyapu Jalan Medan Merdeka Barat di kedua sisi.

 

Di saat yang bersamaan, petugas kepolisian juga langsung membuka jalan yang tadinya ditutup dengan memindahkan barrier beton dan kawat berduri.

 

Menjelang pukul 18.00 WIB, Jalan Medan Merdeka Barat di kedua sisi pun sudah bisa kembali dilalui masyarakat. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.