Latest Post

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto usai menghadiri acara Halal Bi Halal bersama sejumlah tokoh purnawirawan TNI-Polri di markas Forum Penyelamat Demokrasi dan Reformasi (F-PDR), Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Kamis (18/4/2024) 

 

SANCAnews.id – Banyaknya tokoh nasional yang mengajukan diri sebagai sahabat peradilan atau amicus curiae dinilai menjadi bukti terpuruknya demokrasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

 

Pandangan tersebut disampaikan pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (19/4).

 

"Banyak yang mengajukan diri sebagai amicus curiae dari mulai tokoh partai politik, tokoh agama, kalangan pendidik, maupun unsur kampus menunjukkan demokrasi di Indonesia mengalami masalah di akhir kepemimpinan Presiden Jokowi," ujar Efriza.

 

Dia menjelaskan, fenomena amicus curiae merupakan bentuk kesadaran masyarakat terhadap hukum dan kaitannya pelaksanaan pesta demokrasi atau pemilihan umum (Pemilu).

 

"Memang di satu sisi, dengan adanya amicus curiae ini menjadi bentuk kepedulian, kesadaran politik yang tinggi dari banyak kalangan dan tokoh-tokoh nasional," tuturnya.

 

Oleh karena itu, Efriza menganggap fenomena amicus curiae yang masif dilakukan para tokoh nasional sebagai bentuk kritik terhadap pelaksanaan pemilu oleh lembaga pemerintahan negara.

 

"Bukan saja kemunduran demokrasi yang menyertainya, tetapi juga proses pemilu yang dianggap tidak lagi bersifat Luber dan Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil)," demikian Efriza menambahkan. (*)


Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto usai menghadiri acara Halal Bi Halal bersama sejumlah tokoh purnawirawan TNI-Polri di markas Forum Penyelamat Demokrasi dan Reformasi (F-PDR), Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Kamis (18/4/2024) 

 

SANCAnews.id – Anggota Tim Hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan menilai Amicus Curiae atau sahabat pengadilan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terkait perselisihan hasil Pemilihan Presiden (PHPU) 2024, tidak tepat.

 

Pernyataan Otto Hasibuan pun ditanggapi Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. Hasto justru mengingatkan Otto Hasibuan dan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Gibran yang sempat meminta Megawati hadir dalam sidang PHPU Pilpres sebagai saksi.

 

Hasto pun menilai pesan yang disampaikan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Gibran adalah untuk memberikan tekanan, namun Megawati malah mengaku siap jika diminta hadir di sidang MK.

 

Hal itu disampaikan Hasto usai menghadiri acara Halal Bi Halal bersama sejumlah purnawirawan TNI-Polri di Markas Forum Penyelamatan Demokrasi dan Reformasi (F-PDR), Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Kamis (18/4). /2024).

 

"Pak Otto Hasibuan mungkin lupa ya, bahwa beliau lah yang meminta kehadiran Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai saksi yang mungkin maksudnya awalnya berbeda, sebagai barangkali suatu pressure, menghadirkan Bu Mega. Tapi ternyata Bu Mega malah siap dan dengan menang hati hadir sebagai saksi di MK," kata Hasto.

 

"Tapi kemudian sampai sidang berakhir kan tidak dihadirkan," sambung dia.

 

Politisi asal Yogyakarta ini mengungkapkan, Amicus Curiae atau sahabat pengadilan dari Megawati justru menjadi jawaban atas permintaan Tim Hukum Prabowo-Gibran.

 

Bahkan, kata Hasto, melalui tulisan tangan langsung, Megawati sebagai warga negara Indonesia (WNI) mengungkapkan seluruh kebenaran dan keadilan yang hakiki demi tanggungjawabnya kepada bangsa dan negara.

 

"Ibu Mega menuliskan perasaannya dan pikirannya untuk menyelamatkan konstitusi dengan menjadikan diri beliau sebagai amicus curiae," ucap Hasto.

 

"Dan ini bukan kapasitas beliau sebagai Presiden ke-5 atau Ketua Umum PDIP, tetapi dalam kapasitas sebagai WNI yang memiliki tanggung jawab bahwa kedaulatan itu berasal dari rakyat. Dengan demikian kebenaran yang hakiki itu juga berasal dari rakyat," jelasnya.

 

Hasto juga mengatakan, lewat Amicus Curiae atau sahabat pengadilan dari Megawati itu untuk mengingatkan agar tidak menyalahgunakan kekuasaan.

 

"Untuk itu pemimpin jangan menyalahgunakan kekuasaan dan semuanya berpegang pada konstitusi kehidupan yang baik," ungkap Hasto.

 

Diberitakan sebelumnya, Anggota Tim Hukum Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, Otto Hasibuan menilai, Amicus Curiae Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri terkait perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 tidak tepat.

 

Otto mengatakan, Amicus Curiae adalah permohonan dari pihak sebagai sahabat pengadilan, bukan yang terlibat dalam perkara.

 

Karenanya, dia menegaskan, Amicus Curiae seharusnya diajukan oleh orang-orang yang independen.

 

"Jadi, kalau Ibu Mega dia merupakan pihak dalam perkara ini sehingga kalau itu yang terjadi menurut saya tidak tepat sebagai Amicus Curiae," kata Otto di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (16/4/2024).

 

Otto menjelaskan, siapapun bisa mengajukan Amicus Curiae sepanjang bukan bagian dari perkara dan partisan.

 

"Jadi, yang dimaksud Amicus Curiae adalah ada pihak-pihak tertentu yang menjadi sahabat pengadilan," ujarnya.

 

Menurutnya, Amicus Curiae bertujuan untuk memberikan pertimbangan kepada MK sebelum memutuskan perkara.

 

Namun, Otto menyebut bahwa persoalan apakah Amicus Curiae Megawati diterima atau tidak tergantung MK. (tribunnews)


Massa aksi di Patung Kuda Arjuna Wiwaha sempat membakar ban sebelum membubarkan diri 

 

SANCAnews.id – Dua kelompok masyarakat yang berunjuk rasa di depan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, akhirnya bubar pada Jumat malam (19/4) sekitar pukul 17.00 WIB.

 

Para pengunjuk rasa yang menolak pemilu curang terlebih dahulu bubar setelah membakar ban dan sampah di depan gedung Indosat. Tak lama kemudian, massa pendukung Mahkamah Konstitusi (MK) bubar.

 

Usai membubarkan diri, petugas kebersihan langsung menyapu Jalan Medan Merdeka Barat di kedua sisi.

 

Di saat yang bersamaan, petugas kepolisian juga langsung membuka jalan yang tadinya ditutup dengan memindahkan barrier beton dan kawat berduri.

 

Menjelang pukul 18.00 WIB, Jalan Medan Merdeka Barat di kedua sisi pun sudah bisa kembali dilalui masyarakat. (rmol)


Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka/Istimewa 

 

SANCAnews.id – Kehadiran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dalam sidang pembacaan putusan kasus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) belum bisa dipastikan.

 

Demikian disampaikan Juru Bicara MK Fajar Laksono kepada wartawan di Gedung Kantor MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (19/4).

 

"Pihak Terkait juga dipanggil, kan para pihak juga kita panggil. Nanti dalam waktu 1-2 hari kita konfirmasi siapa yang mau hadir," ujar dia.

 

Dia menambahkan, MK mengeluarkan surat undangan untuk pihak Pemohon perkara yaitu dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 1 dan 3, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, pihak Termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU), hingga Prabowo-Gibran sebagai pihak Terkait.

 

"(Dan juga) Pemberi Keterangan Bawaslu. Ya empat (pihak) inilah untuk dua perkara itu, ada delapan surat yang kita kirimkan," paparnya.

 

Lebih lanjut, Fajar memastikan teknis kedatangan para pihak tersebut akan disesuaikan MK dengan protokol yang telah diatur dan telah dilaksanakan sebelumnya.

 

"Disesuaikan kuota kursi di ruang sidang, kan begitu. Seperti sidang-sidang sebelumnya," demikian Fajar. (rmol)


Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) 

 

SANCAnews.id – Mahkamah Konstitusi (MK) diminta segera mengesahkan kemenangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024 sesuai keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

 

Dalam keputusan KPU 360/2024, pasangan Prabowo-Gibran menang dengan perolehan suara sah 58,59 persen. Sedangkan pasangan Anies-Muhaimin memperoleh suara sah 24,95 persen dan Ganjar-Mahfud 16,47 persen.

 

Ketua JDI pro Gibran, Maruli Tua Silaban mengatakan, MK perlu segera mengesahkan kemenangan Prabowo-Gibran karena gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud di MK tidak relevan.

 

Sebab, perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan tidak menjelaskan secara rinci kesalahan hasil penghitungan suara yang dilakukan KPU.

 

"Hal itu tidak tercermin secara terang dan jelas dalam permohonan pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar -Mahfud," ucap Maruli dalam keterangannya, Jumat (19/4).

 

Justru, kata Maruli, permohonan pemohon menunjukkan bahwa bukti-bukti dan saksi yang dihadirkan dalam sidang menitikberatkan objek sengketanya pada proses penyelenggaraan pemilu dengan menyatakan pasangan Prabowo-Gibran tidak sah.

 

Padahal, KPU telah menetapkan dan mengikuti seluruh tahapan proses pemilu sesuai ketentuan yang berlaku hingga meraih suara terbanyak.

 

Pemohon juga hanya menuduh pasangan Prabowo-Gibran curang dengan meyalahgunakan bantuan sosial (bansos) dan menuduh intervensi pemerintahan Presiden Jokowi demi kepentingan pasangan Prabowo-Gibran tanpa bukti.

 

"Padahal program bansos tersebut telah berlangsung sejak pemerintahan sebelumnya dan kembali dilanjutkan Presiden Jokowi pada periode kedua," ucapnya.

 

Menurutnya, seluruh objek sengketa yang diajukan pemohon didasarkan pada asumsi-asumsi dan imajinasi belaka serta tidak didukung dengan bukti-bukti yang sah.

 

“DPP JDI Pro-Gibran pun meminta MK menolak dan mengabaikan seluruh bukti dan saksi yang berkaitan amicus curiae karena tidak mempunyai korelasi dan relevansi hukum dalam mengajukan sengketa hasil pemilu di MK,” pungkasnya. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.