Latest Post

Mahkamah Konstitusi/Net 

 

SANCAnews.id – Majelis hakim Mahkamah Konstitusi diminta mengedepankan hati nurani dan kenegarawanan dalam memutus persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

 

Tujuan utamanya, kata Ketua Tim Hukum Nasional Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Ari Yusuf Amir, adalah menyelamatkan demokrasi yang antara lain rusak akibat praktik curang pada pemilu 2024.

 

"Kita ingin demokrasi sembuh dari luka yang disebabkan praktik-praktik niretik. Karenanya kita minta majelis hakim konstitusi mengedepankan sikap kenegarawanannya," ujar Ari dalam keterangannya, Sabtu (13/4).

 

Hakim konstitusi akan memutus perkara PHPU pada 22 April mendatang. Sebelumnya, Tim Hukum Nasional Amin akan memasukkan kesimpulan sidang sengketa pada 16 April 2024.

 

Ari berharap para hakim memiliki keberanian untuk memutuskan perkara dengan seadil-adilnya. Sebab,katanya, pelanggaran dan kecurangan pemilu telah jelas dipaparkan pihaknya.

 

"Kami juga akan memasukkan kesimpulan bahwa terjadi keberpihakan penyelenggara pemilu, mulai dari KPU hingga Bawaslu," pungkasnya. (rmol)


Presiden Joko Widodo/Net 

 

SANCAnews.id – Pengaruh Presiden Joko Widodo pasca Pilpres 2024 diperkirakan tidak hanya terhadap Presiden terpilih RI yaitu Prabowo Subianto, tetapi juga pada kelompok masyarakat yang hidup di bidang militer atau Tentara Nasional Indonesia (TNI)

 

Pengamat politik Citra Institute Efriza menilai selama dua periode atau 10 tahun menjabat sebagai Presiden ketujuh RI periode 2014-2024, Jokowi telah banyak memberikan jasa kepada kelompok militer, seperti peningkatan kesejahteraan perwira TNI.

 

Selain itu, menurutnya, peran Jokowi dalam mendukung Prabowo dan putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka juga menjadi salah satu cara untuk memperkuat pengaruh Jokowi pada pemerintahan selanjutnya, meski ia tidak memiliki partai politik (parpol).

 

"Pengaruh Jokowi akan tetap besar. Diyakini pula, Presiden Jokowi juga telah menancapkan kekuatannya di Militer," ujar Efriza kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (13/4).

 

Selain itu, dosen ilmu pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pamulang itu meyakini, Jokowi akan menjadi penentu percaturan politik nasional ke depan, jika melihat pengaruhnya terhadap presiden dan wakil presiden terpilih 2024, dan juga kelompok masyarakat militer.

 

"Artinya, pengaruh dan kekuasaan dirinya (Jokowi) meski tak menjabat masih cukup menyakinkan ia bisa menjadi pemain dalam pengelolaan pemerintahan ini," tuturnya.

 

"Bahkan, Jokowi disinyalir bisa saja akan menancapkan kukunya dalam mengelola koalisi pemerintahan ke depannya, untuk memberikan dia ruang dan pengaruh lebih besar dalam kancah politik meski tak punya partai," demikian Efriza. (*)


Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo/Net


SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo diyakini masih punya pengaruh kuat pasca Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024..

 

Pengamat politik Citra Institute, Efriza menilai, Jokowi berhasil mengakomodasi kepentingan banyak partai politik yang menjadi bagian pemerintahan periode 2014-2019 dan 2019-2024.

 

Jadi, meski tidak punya partai, Jokowi bisa menguasai ketua umum partai politik pendukung pemerintahannya.

 

"Jokowi memanfaatkan betul momentum dirinya punya kekuasaan sebagai Presiden Republik Indonesia saat ini," ujar Efriza kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (13/4).

 

Dia menjelaskan, Jokowi telah membuat para ketua umum partai berutang budi kepadanya. Sehingga meski lengser sebagai Kepala Negara, Jokowi tetap memiliki pengaruh di sejumlah partai.

 

"Jokowi juga diyakini telah menancapkan kukunya di berbagai parpol pendukung pemerintahan. Artinya, meski tidak punya kekuasaan, tetapi ia telah memegang kartu truf para ketua umum," tuturnya.

 

Dengan modal tersebut, Efriza yakin Jokowi akan ikut campur dalam penentuan ketua umum baru dari sejumlah parpol, termasuk arah kebijakan politik ke depan.

 

"Selama Presiden Jokowi masih berkuasa dia akan merecoki. Artinya, siapa yang terpilih, ia (Jokowi) punya andil," pungkas Efriza. (*)


Ilutrasi Logo PDIP/Net 


SANCAnews.id – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dinilai tengah diterpa hukum alam, karena selama 10 tahun memberikan kepercayaan penuh kepada Presiden Joko Widodo dan mengabaikan masukan dan harapan publik.

 

Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI) Saiful Anam menilai masyarakat menilai kerusakan bangsa yang terjadi saat ini bukan semata-mata kesalahan Jokowi, melainkan campur tangan Megawati dan PDIP yang meninabobokan Jokowi dengan memberikan pembelaan mati-matian.

 

"Kita lihat saja, civil society yang dulu berseberangan dengan pemerintah, kini dirangkul PDIP, harusnya itu dilakukan sejak dulu, untuk melakukan check and balances kepada pemerintahan Jokowi," kata Saiful, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (12/4).

 

Akademisi Universitas Sahid Jakarta itu juga melihat, PDIP saat ini sedang terkena hukum alam, karena selama 10 tahun berkuasa tidak memperdulikan suara civil society.

 

"Jadi ini hukum alam. Alam tengah menghukum PDIP, yang selama 10 tahun berkuasa terlalu memberi kepercayaan kepada Jokowi, bahkan banyak menyimpang dari masukan dan harapan publik selama ini," kata Saiful.

 

Untuk itu, sambung dia, pesan dari tulisan Megawati yang dimuat koran Kompas, Senin (8/4), dengan judul "Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi", menjadi tidak bermakna, selain hanya ingin mempertontonkan kebobrokan yang sedang terjadi di PDIP.

 

"Mungkin itu yang bisa dikatakan, sebagai kutukan dari rakyat selama 10 tahun berkuasa. Sudah saatnya PDIP mendekatkan diri pada kepentingan rakyat semesta, bukan kepada kepentingan elite dan kelompok kekuasaan tertentu," pungkasnya. (*)


Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo/Net 

 

SANCAnews.id – Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri diduga berusaha membayar kesalahan kadernya, Joko Widodo (Jokowi), yang membiarkan putra kandungnya maju sebagai calon wakil presiden meski tak memenuhi syarat.

 

Upaya membayar kesalahan tersebut dituangkan dalam artikel yang dimuat di Harian Kompas pada Senin (8/4) dengan judul “Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi”.

 

Menurut pengamat politik dari Motion Cipta Matrix, Wildan Hakim, pendapat yang disampaikan Presiden Kelima RI itu secara tersirat mewakili sikap Megawati yang salah total.

 

Megawati mempertanyakan aspek hukum dan etika bernegara. Dua aspek penting yang harus dipatuhi oleh Presiden Jokowi dan hakim Mahkamah Konstitusi.

 

"Namun seperti yang kita ketahui, ada masalah serius yang berdampak pada penyelenggaraan Pilpres 2024. Masalah pelanggaran etika yang melibatkan KPU dan MK ini sudah terang benderang. Namun tidak mampu mengubah keadaan untuk menghentikan langkah Gibran sebagai cawapresnya Prabowo Subianto," kata Wildan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (12/4).

 

Dengan artikel opini tersebut, kata dosen ilmu komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia ini, Megawati terkesan berupaya membayar rasa bersalahnya selaku Ketua Umum PDIP.

 

"Pasalnya, Joko Widodo selaku kader partai terbukti membiarkan anak kandungnya yang juga kader partai maju menjadi cawapres meski belum memenuhi syarat," terang Wildan.

 

Sehingga lanjut Wildan, Megawati mengingatkan Jokowi selaku presiden karena anaknya yang akan dilantik menjadi wapres bisa ikut Pilpres 2024 melalui tahapan yang cacat etika.

 

"Kerumitan ini takkan terjadi seandainya Jokowi selaku ayah Gibran melarang anaknya maju sebagai cawapres," pungkas Wildan. (*)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.